Pagi ini matahari bersinar cerah. Angin berkesiur menarikan dedaunan sebagaimana mestinya. Rin, Akami serta Quiet menuju Laboratorium Sains. Mereka bertiga adalah salah satu kelompok yang mendapatkan tugas untuk bereksperimen di hari itu. Hanya eksperimen sederhana-membuat awan di dalam gelas. Mereka pun mulai menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Seperti toples kaca berukuran besar, air panas, korek api kayu, dan satu kantong es batu.
"Kak, toples kacanya coba cari di sana," ucap Akami menunjuk ke arah samping.
Rin mengangguk. Mengambil toples itu, lalu meletakkannya di samping Akami.
Akami tersenyum. "Kak, nyalakan korek dan dekatkan api ke dalam toples, kemudian buang korek yang masih menyala ke dalam toples," kata Akami.
Rin menatapnya seraya berkata, "Bagaimana bisa menyala kalau tahapannya saja salah."
Akami mengangkat alisnya. "Maksudnya?"
"Ini lho, di buku panduan harusnya tuang air panas ke dalam toples dulu lalu biarkan selama 1 menit. Buang ¾ air panas di dalam toples itu, baru nyalakan korek."
Akami mengangguk sambil mengoprek beberapa ramuan yang menarik matanya. Begitu banyak ramuan berwarna-warni, dalam tabung kaca.
"Nah, satu langkah lagi. Letakkan kantong es batu di atas toples, maka awan akan terbentuk di dalam toples," gumam Rin.
Selagi Rin dan Akami meracik ramuan mereka, Quiet bertugas untuk mencatat semua data yang mereka peroleh. Yang kemudian data itu akan ia presentasikan di depan kelas.
"Mumpung lagi di laboratorium, mending campur beberapa larutan. Siapa tahu bisa bikin bom," celetuk Akami memilih beberapa ramuan yang akan dilarutkan dengan asal.
Namun, naas. Sebelum itu terjadi, Akami menyenggol tabung kaca yang berisikan ramuan X. Ramuan itu tumpah mengenai kaki Akami. Rin yang berada tepat di samping Akami juga merasakan basah di tangan kanannya. Padahal sebelumnya ia masih menggunakan sarung tangannya tepat sebelum Akami melangkah dengan tidak hati-hati. Selang satu detik kemudian Akami pun jatuh pingsan. Quiet sebagai anggota kelompok yang gentleman pun langsung membawa tubuh Akami menuju UKS.
"Rin! Tanganmu juga terkena cairan itu, cepat ikuti aku ke UKS dan basuh tanganmu secepatnya," titah Quiet yang tampak khawatir.
Rin merasakan debaran yang luar biasa di dadanya ketika melihat raut wajah cemas Quiet. Tidak ada yang menyadari kalau kedua pipi Rin mulai bersemu merah. Apa lagi saat Quiet membantu membasuh tangannya di UKS.
***
"Apa kamu baik-baik saja, Akami?" tanya Quiet setelah mendengar Akami sudah sadar dari pingsannya.
Akami tersenyum. "A-aku baik-baik saja," jawabnya dengan sedikit gugup. Sesosok cewek petakilan dengan senyum yang berbeda. Yang tampak biasa-biasa, pada akhirnya bermetamorfosa menjadi kekaguman luar biasa. Jantungnya berdegup lebih kencang daripada biasanya. Apakah ini efek setelah pingsan?
"Bagaimana denganmu, Rin? Apa tanganmu baik-baik saja?" tanya Quiet mengalihkan pandangannya ke arah Rin.
Rin hanya mengangguk lalu menundukkan kepalanya. Jantungnya mulai berdebar-debar kembali.
"Baguslah kalian berdua baik-baik saja," ucap Quiet dengan senyum lebar.
"Jantungku berdebar, sungguh, tanpa ragu. Senyum Monalisa menjadi kecut seketika melihatmu menyunggingkan seutas senyum. Seperti ada racikan sains khusus, dan hanya kamu yang tahu. Tepat sinkronisasi bibir, ditambah sayup matamu menjadi paduan maha karya yang mampu menusuk relung hatiku. Tak ada yang bisa menyangkal itu, termasuk diriku," ucap Akami tanpa sadar sembari menatap senyum Quiet.
Sedangkan Rin hanya diam menundukkan kepalanya. Bibirnya ingin berucap, 'Senyummu itu mengalahkan manisnya gula. Cukup jangan tersenyum seperti itu atau aku akan terkena diabetes.' Melihat senyuman manis yang terpancar di wajah Quiet membuatnya tak bisa menahan semburat merah yang mulai merambat ke pipinya.
Salah satu teman kelas mereka yang sedang bertugas di UKS pun menyadari kejanggalan yang terlihat jelas pada Rin dan Akami.
Quiet mengerutkan keningnya. "Sebenarnya kalian berdua kenapa? Aku menanyakan keadaan kalian, tetapi kalian malah bertingkah aneh."
"Sepertinya si kembar itu sedang jatuh cinta padamu, Quiet," sahut teman kelas mereka yang sedang berjaga di UKS.
'Apakah aku menyukai Quiet? Teman kelas yang awalnya aku anggap tidak menyenangkan?' tanya Akami dalam batinnya. Memang benar, Quiet adalah murid paling pintar di kelas, tetapi terkadang ia bersikap dingin sehingga membuat Akami merasa jenuh.
"Jangan bicara yang tidak-tidak. Rin, Akami, jika kalian sudah merasa baik-baik saja sebaiknya kita ke Laboratorium sekarang dan segera menyelesaikan tugas kita." Quiet melangkah keluar UKS diikuti dengan Rin dan Akami.
Sesampainya di Laboratorium, Quiet melihat dua erlenmeyer yang tertidur menumpahkan cairan di dalamnya. Ia memperhatikan cairan apa yang tumpah itu karena ia yakin kalau dua cairan itulah yang mengenai Rin dan Akami. Quiet langsung mengetahui cairan itu setelah melihat warna dan juga baunya. Yang satu adalah cairan amonia dan yang satu lagi adalah ramuan X.
"Rin, boleh kuperiksa tanganmu?" tanya Quiet untuk memastikan.
Rin dengan sedikit malu pun mengulurkan tangannya perlahan. Quiet memegang tangannya dengan lembut sembari memperhatikan dengan seksama.
"Untuk saja iritasinya tidak parah. Amonia itu mengenai tanganmu saat Akami menyenggol ramuan X dan mengenai kakinya sendiri. Ah, efek dari ramuan X itu sangat menakutkan, ya. Aku hampir mengira kalau Akami benar-benar menyukaiku. Untung saja aku cepat mengetahui bahwa kamu tidak terkena ramuan itu," jelas Quiet dengan senyum yang terus mengembang.
Rin dan Quiet sama-sama tersipu malu dan menundukkan kepalanya. Tidak ada sepatah kata oun yang keluar dari bibir mereka setelah itu. Hanya ada pandangan hangat dan jantung yang terus berdebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahoutsukai
FantasiJournal Of WGAVerse Tiga ahli sihir dari WGAVerse High School