WHO CARES?
Hai teman-teman selamat datang, jika berkenan silahkan membaca ceritaku, biar ku tegaskan ini bukan kisah percintaan, persahabatan ataupun kisah-kisah membahagiakan lainnya. Ini tentang aku, wanita menyedihkan yang penuh kebingungan. Sebenarnya ini salah ku juga, tidak seharusnya aku berharap banyak kepada manusia.
Oke baik, tak perlu banyak basa-basi ya, langsung saja. Namaku Ayana Ztisya gadis 22 tahun yang sedang berjuang melawan kerasanya dunia perskripsian. Tapi bukan itu yang ku tangisi malam ini, melainkan rasa kecewa dan luka yang ku terima dari orang yang kuanggap berharga.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, bukannya memejam, mata kecilku ini malah berlomba-lomba mengeluarkan cairan beningnya. Dengan sebuah binder dan pulpen seribuan aku menulis nama-nama mereka yang pernah menyakitiku akhir-akhir ini, entahlah mungkin mereka tak sepenuhnya salah, aku saja yang berlebihan.Sebagai seseorang yang tidak terbiasa memendam, aku benar-benar asing dengan situasi ini. Tidak punya siapapun untuk bercerita, tidak punya seorang pun untuk mengadu. Rasanya sangat aneh, ketika sesuatu terjadi padaku aku harus menyimpannya sendirian. Kemana teman-teman yang ku banggakan? Kemana sahabat yang katanya “cari aku jika kau butuh” kemana sang kekasih? Kalau hal ini aku sudah tau jawabannya.
Dulunya aku tak sekosong ini, dulu aku pernah punya seseorang yang mengaku sangat mencintaiku. Dia selalu ada, dia baik, penyayang, tidak kasar, begitu manis dan aku pun pernah sangat mencintainya. Atau mungkin masih, entahlah haha.
Tapi lupakan, bukan dia yang akan kita bahas sekarang.Dulu aku juga pernah mempercayai seorang teman, kuanggap dia sahabat dia pun begitu, kurasa. Kami sering bermain bersama, bercerita banyak hal, melakukan hal-hal menyenangkan dan bahkan juga menangis bersama, sungguh rasanya menyenangkan.
Tetapi ternyata semua itu tak berlangsung lama. Hati manusia adalah teka-teki yang siapapun tidak akan mampu memecahkannya kecuali tuhan dan dirinya sendiri.Waktu memberitahuku sebuah rahasia bahwa tak semua orang itu baik, mau sebaik apapun kamu, setulus apapun kamu, bahkan ketika kau rela memberikan segala yang kau punya pun tidak menjamin jika mereka akan melakukan hal yang sama. Dulu aku berfikir jika kita berbuat baik, maka orang-orang juga akan memperlakukan kita dengan baik, sampai akhirnya aku sadar bahwa pemikiranku itu sangat salah, benar-benar salah.
Aku mencoba untuk tidak percaya pada siapapun lagi, tapi siapa yang bisa mengendalikan hati? Kurasa tidak ada, jika orang lain bisa maka aku bukan salah satunya. Aku kembali mempercayai orang-orang yang pernah memberiku sedikit bahagia, kuanggap mereka segalanya dan kuyakini tidak akan pergi seperti yang sudah-sudah. Lalu apakah kepercayaan dan keyakinan ku itu benar? Kurasa kalian tau jawabannya. Jika aku benar tak mungkin ada tangis malam ini.