Part 4

944 104 15
                                    

Seperti manusia nolep pada umumnya, aktivitas yang Jevan lakukan selama satu bulan terakhir hanya dihabiskan dengan belajar di kampus, rebahan di apartemen dan sesekali nongkrong di kost milik dua sahabat karibnya, Renjana dan Chandra. Hari-harinya memang terkesan suram jika dilihat dari aktivitas anak muda laki-laki pada umumnya. Tapi memang inilah impian Jevan selama menjadi mahasiswa. Yap, menjadi mahasiswa kupu-kupu.

Hidup jauh dari orang tua, tanpa pengawasan dan juga aturan yang mengekang, tak membuat Jevan langsung menjadi anak yang liar. Ia tetap mengikuti pola hidupnya saat tinggal bersama kedua orang tuanya. Tidak suka keluyuran dan tetap berpegang teguh pada jam malam yang telah ditetapkan oleh bapaknya. Mungkin memang bawaan Jevan sejak awal yang tidak suka neko-neko ditambah gaya hidupnya yang "rebahan is life" menjadikan ia pemuda mageran yang lebih suka mendekam di dalam rumah dibandingkan menghabiskan waktu di luar untuk menikmati masa mudanya.

"Jev, mau ikut bareng gue nggak?" Yolvi yang duduk di samping Jevan bersuara kala dosen pengampu untuk mata kuliah biologi dasar telah keluar dari kelas.

Jevan tak langsung menjawab ajakan teman barunya itu. Ia sibuk memasukkan buku catatan dan alat tulisnya ke dalam tas. Sebenarnya pertanyaan ini yang selalu dihindari oleh Jevan. Emang si niat si Yolvi tu baik, dia tahu kalo Jevan ini anak nolep dan jarang bergaul. Terbukti dari sebulanan ini Jevan baru berteman dengan Yolvi saja di kelas. Ada si beberapa yang inisiatif ngajak Jevan kenalan duluan tapi ya gitu, cuma berakhir saling kenal nama doang.

"Mau kemana?"

"Cuma ngumpul di kantin si. Lagian udah mau jam 12 ini. Sayang kalo lo harus balik pulang lagi karena ada asistensi kan jam setengah 3 nanti. Sekalian makan siang juga di kantin."

Jevan manggut-manggut. Bener juga si yang dibilang Yolvi. Sayang aja kalo dia bolak balik apartemen. Lagi mode hemat bensin dia tuh karena kebetulan lagi nabung buat beli beberapa novel yang bakal dirilis sama author kesayangannya.

"Mau nggak?" tanya Yolvi lagi. Untuk kali ini kayaknya Jevan iyain aja deh. Nggak enak juga dia tuh nolak mulu kalo diajakin si Yolvi. Sekali-kali keluar dari zona nyamannya kayaknya nggak papa.

"Okedeh." Balas Jevan akhirnya.

Yolvi seketika tersenyum lebar. "Ah, gitu dong. Gue jadi punya temen kalo gini ceritanya." Si Yolvi lantas merangkul leher Jevan dan membawa pemuda itu ke kantin fakultasnya.

Suasana di kantin saat itu sedang ramai. Mungkin karena emang waktunya makan siang jadinya pada milih untuk makan siang di kampus aja. Mana murah-murah juga harganya. Ramah untuk dompet para anak kost lah pokoknya.

"Nah, itu mereka." Tunjuk Yolvi pada dua orang mahasiswa yang wajahnya asing untuk Jevan.

"Bang." sapa Yolvi pertama pada mereka. Secara serentak dua kepala disana menoleh. Jevan yang berdiri di samping Yolvi seketika kikuk. Bingung harus bagaimana.

"Eh, Yol. Lama amat lo kelar kelas."

"Bu Farah telat tadi masuk kelas jadinya minta perpanjangan waktu."

"Maklumin lah Kaprodi. Jadinya sibuk."

Yolvi lantas duduk di depan dua orang itu. Melihat Jevan yang kikuk, Yolvi pun menarik tangan Jevan agar ikut duduk di sebelahnya.

"Eitt sapa nih. Gandengan baru kah?" Tanya teman Yolvi yang duduk tepat di depan Jevan. Mukanya si lumayan ganteng terus agak tengil-tengil juga.

"Etdah, Bang. Temen ini temen." Jawab Yolvi dengan muka masam. "Oiya Jev, kenalin ini Bang Andre" Tunjuk Yolvi ke laki-laki yang duduk di depannya, "Kalo yang ini Bang Hanif." Tunjuk Yolvi ke laki-laki yang duduk di depan Jevan. "Mereka satu prodi juga sama kayak kita tapi mereka angkatan 18."

Lucky [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang