One-Shot

4 0 0
                                    

Sepasang sepatu itu saling berhentakkan di atas jalanan panas dan berdebu. Terik matahari tak menyurutkan niatnya untuk terus menggerakkan kedua kakinya. Sebuah gedung besar menjadi tujuannya, kini ia mempercepat langkah kakinya. Ia mencari sebuah ruangan dengan tergesa, ia takut. Takut akan terlambat untuk melihat bahwa orang yang dicarinya baik-baik saja. Gadis itu beberapa kali menabrak orang-orang, ia hanya bisa meminta maaf dan terus berlari.

Di perempatan jalan ia tak mengetahui ada sepeda motor dari arah berlawanan yang akan berbelok. Gadis itu tak berniat untuk menghentikkan langkahnya, sehingga benturan pun tak dapat dihentikan. Pergelangan kakinya sedikit memar dan lecet dibagian lututnya. Orang-orang disekitarnya berlari mendekatinya.

"Aduh, Neng ngga apa apa?" Tanya salah seorang pria tua yang membantunya berdiri.

"Saya ngga apa-apa, Pak. Makasih." Sahut gadis itu yang sesekali mendesis menahan sakit yang mendera pergelangan kakinya.

"Makanya, kalo nyeberang itu lihat-lihat dong. Mentang-mentang masih muda bisa lari-lari seenaknya di jalanan." Si pengendara motor itu tak ada niatan sedikitpun untuk meminta maaf kepadanya. Pria berkulit kecoklatan itu langsung meninggalkannya di tengah jalan, takut ia akan disalahkan atas insiden itu.

Kerumunan itu membubarkan diri, walaupun dengan terpincang-pincang gadis ini melanjutkan perjalanannya menuju sebuah rumah sakit. Tiba-tiba ada yang menepuk bahu kanannya. Ia menengok dan mendapati seseorang dengan jaket hitam dan helm berlogokan naga putih di sisi kanannya. Ia menyodorkan bungkusan hitam kepada gadis itu, lalu bergegas pergi. Gadis itu keheranan dengan apa yang baru saja ia terima, mulanya ia memasang tampang curiga. Takutnya bungkusan itu berisi bom atau narkoba, tetapi ketika ia membukanya ternyata ada beberapa benda seperti, salep, plester, kain kasa, alkohol, dan obat merah. Gadis itu mengernyitkan alisnya, mungkin orang baik yang melihatnya tadi terkena musibah. Ia sangat berterimakasih kepada seseorang misterius itu. Mudah-mudahan ia bisa bertemu langsung dan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Meskipun dengan pemberian yang tidak terbilang ramah.

Sesampainya di gedung megah itu, dia menanyakan ke bagian informasi untuk menanyakan ruangan seseorang yang dirawat. Ia mencari nama ruangan di lantai ketiga. Itu dia! Ia bergegas menuju ranjang yang terletak di sudut ruangan. Ruangan ini cukup besar, mampu menampung enam ranjang yang saling berhadapan.

"Ayah?" Ia berdiri di samping ranjang yang sedang ditempati oleh seorang pria paruh baya yang mengenakan sebuah selang terhubung dengan tabung oksigen di sampingnya. Ia tak bisa menggambarkan perasaan yang dirasakannya saat ini. Ia cemas, tentu. Keluarga satu-satunya, pelipur laranya, dan malaikatnya sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tadi saat ia sedang kerja part-time tetangganya bilang bahwa ayahnya pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Beruntung laki-laki tua yang adalah tetangganya berbaik hati mau membawa ayahnya ke rumah sakit. Dira Andira, gadis berambut cokelat kehitaman ini sedang terhanyut dengan lamunannya. Menurut penjelasan dari Tomo, lelaki tua yang menghuni samping rumahnya. Penyakit yang diderita ayahnya kambuh lagi, riwayat jantung dan paru-paru yang menyerang tubuh ayahnya. Ia hanya hidup berdua dengan ayahnya, sedangkan ibunya tega meninggalkannya demi pria lain, demi untuk kehidupan wanita itu yang lebih terjamin.

* * *

"Saya ulangi pesanannya. Tuna Sandwich satu, Chicken Cordon Bleu ditambah dengan Fried French-nya dua, lalu Ice Frapuccino satu dan Americano-nya satu. Ditunggu pesanannya selama 15 menit ya, Mas." Si pelayan dengan wajah ramah, kini sudah berlalu untuk melakukan pekerjaannya.

"Eh, psstt... Tau ga? Cewek yang suka nangkring dibagian kasir?" Lelaki berkupluk merah itu membuka suara, kepalanya menengok kanan-kiri guna mencari seseorang yang menjadi topik bahasannya.

Dia MemilihmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang