part_17

395 20 3
                                    

Bismillah

Menyusu Di Jasad Ibu

#part_17

#by: R.D.Lestari.

"O--om... mau ngapain?" hardikku saat Om-om manise itu mendekat, tapi pria bergodek itu seperti tak menghiraukan ucapanku.

Kulihat wajahnya begitu berbeda di tengah remangnya lampu tidur.

Ingin rasanya mendorong tubuh lelaki yang tadi siang mengucap janji suci padaku, tapi entah kenapa tubuhku seolah ingin segera berada dalam dekapan hangat yang selama ini ku rindu.

Baru saja wajah itu mendekat dan sedikit lagi menyentuh hidungku, suara Anisa terdengar kencang menangis dari kamar sebelah, memecah momen hangat yang baru saja tercipta.

Aku segera memalingkan wajah yang saat ini memerah seperti tomat. Beringsut kearah bibir ranjang dan melangkah menjauhi Mas Tio yang tampak menjambak rambutnya.

"Ma--Mas, kenapa?"

Pria brewok itu menatapku sinis. Wajahnya berubah kecut.

"Tadi manggil om, sekarang Mas, ga konsisten," sentaknya yang membuatku semakin bingung.

'Dia marah? kenapa? salahku, apa?'

"Dea mau lihat Anisa dulu, Mas. Kasihan. Apa mau kita bawa tidur bersama?" tanyaku. Berusaha mencairkan suasana karena debaran jantungku masih teramat kencang.

"Terserah," ucapnya sembari memunggungiku.

Aku mematung sejenak. Menatap heran ke arah lelaki tampan yang kini tak lagi melihat ke arahku, tapi sejurus kemudian aku tetap melanjutkan langkahku, keluar dari kamar dan mencari Annisa yang suaranya terdengar menggelegar.

"Mama... Mama...," tangisnya kencang.

Aku segera mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat. Ibu Mas Tio membuka pintu dan menatapku heran.

"Lha, kamu ngapain ke sini, De?" wajah yang mulai mengeriput itu menatapku intens.

"Denger suara Nisa, Bu. Sini biar Dea gendong," ujarku.

Anisa yang sejak tadi nangis kejer perlahan pun tenang dan menutup matanya setelah di sumpal sebotol susu.

"Biar Nisa bobo sama Dea aja, Bu,"

"Jangan De ... ini kan malam pertamamu,"

Seketika aku terhenyak mendengar ucapan Ibu. Malam pertama? jangankan mau malam pertama, melihat sesuatu yang tak sengaja saja aku sudah pingsan di buatnya. Bagaimana kalau... pria itu ...

'Hiiiiii!' aku bergidik ngeri membayangkannya.

"Oh, ga apa, Bu. Mas Tio sudah tidur," kilahku.

Dengan menggendong Anisa masuk ke dalam kamar, aku mengintip sejenak. Terdengar dengkuran dari dalam kamar Mas Tio. Ah, syukurlah, dia sudah tertidur.

Benar saja, lelaki itu masih di posisi yang sama. Aku menatap Anisa yang tertidur pulas dan membaringkannya di tengah-tengah.

Dengan hati-hati aku pun perlahan naik ke atas ranjang yang masih dihiasi bunga-bunga dan aksesoris khas kamar pengantin.

Suara dengkurannya perlahan menghilang saat aku mulai berada di alam mimpi, tapi entah mengapa terasa gerakan di ranjang.

Aku tersadar dan saat mataku mengerjap.

"Hua! mm...mmm!"

Kurasakan sesuatu menimpa tubuhku hingga sulit bernapas dan bergerak. Mulutku pun di bekap. Apa ada maling?

Mataku masih samar menangkap sosok yang kini sedang menindihku.

"Papa! Papa!"

Suara Anisa seketika melepaskan tangan yang sempat membekap mulutku dan perlahan tubuh itu terangkat. Papa?

Aku mengucek mata dan menatap seseorang yang kini mendekat dan meraih Anisa dalam dekapannya.

"Ma--Mas Tio? nga--ngapain tadi?"

"Lha, ngapain? kamu kan sudah jadi istriku, ya suka-suka akulah,"jawabnya dingin.

"Pa--Papa ...," Anisa dengan gaya lucunya bergelayut di gendongan Mas Tio yang wajahnya kembali masam dan menjauh dariku.

Aku jadi salah tingkah. Mau ngapain dia barusan?

Mas Tio keluar dari kamar sambil membawa Anisa di gendongan. Aku merutuki segala perbuatanku yang mungkin membuatnya jengah.

Ya, di umurku yang segini ini, aku tau sih, tau banget. Cuma, karena aku masih mengira itu ga penting, makanya selalu menghindar, tapi mungkin berbeda dengan Mas Tio.

Sementara Mas Tio masih di luar sana, jariku mulai bermain diatas layar handphone dan berselancar di dunia maya, mencari kiat-kiat untuk membuka malam pertama yang katanya 'nikmat'.

"Huffft, susah juga ya," keluhku.

Kriettt!

Pintu terbuka dan Mas Tio datang membawa Anisa yang sudah terlelap. Ia kemudian meletakkan Anisa dengan sangat hati-hati di atas ranjang.

Saat ia akan merebahkan tubuhnya, akupun mencegahnya.

"Mmmm... Mas ...tunggu dulu,"

Ia menoleh dan menatapku heran. "Apa?"

"Mmm... ini ... ini...," aku menghembuskan napas berulang kali hanya untuk mengucapkan apa yang ada di hati.

"Apa, sih?"

Mas Tio akhirnya beringsut dari tempatnya dan mendekat padaku. Jarak kami yang begitu dekat membuat jantungku memompa lebih kuat.

"Mmm ... ajari...," lirihku sembari menunduk. Aku tak kuat menatap matanya yang mengkilat.

"Ajari apa ...," kali ini suaranya terkesan lembut dan merendah.

"Ma--maaf, mu--mungkin membuat Ma--Mas kesal, tapi ini... untuk pertama kalinya De--Dea bersama seorang pria," susah payah kata-kata itu terucap dari bibirku. Pasti terdengar lucu baginya.

Merasa tak ada tanggapan, aku mulai mengangkat wajah dan menatap dirinya yang kini terdiam.

"Mas?"

Mas Tio menoleh dan menatapku dalam. Wajahnya mendekat dan ...

Ya, malam pertama yang penuh dengan drama berakhir dengan indah.

Aku berhasil menjadi ibu sambung Anisa dan menjadi istri yang baik untuk Mas Tio. Walaupun dengan tertatih, Mas Tio pun sudah banyak berubah.

Ia pun memilih resign dan mencari pekerjaan baru karena tak ingin bertemu Desi, wanita yang masih saja mengganggu Mas Tio.

Kini, Anisa sudah berumur tiga tahun. Ia semakin lincah dan bahagia, aku memang belum menginginkan punya momongan sebelum bocah itu berumur lima tahun dan bisa membagi kasih sayangku dengan adil.

Anisa... terima kasih sudah mau menerima Mama Dea. Mama sayang kamu, Nak. Walaupun kamu tak terlahir dari rahim Mama, tapi kamu adalah belahan jiwa Mama.

*****



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menyusu Di Jasad IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang