Video Call

3 3 0
                                    

Tak lama kemudian, ada notifikasi pesan masuk dari Andre.

“Aku berangkat kerja.”

“Iya. Hati-hati.”

Waktu mulai menunjukkan arah jarum jam pukul satu siang. Aku pun memulai untuk bekerja lagi dan menyalakan musik milik Zinidin Zidan yang suaranya sedang populer itu.

Zinidin Zidan adalah seorang pemuda yang berasal dari Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Kini Zinidin Zaidan dikenal sebagai seorang penyanyi yang sering mengkover lagu di Youtube Channel miliknya.

Kini namanya menjadi terkenal berkat suaranya yang khas menyanyikan lagu “Buih jadi permadani” bersama Tri Suaka.

***

Dingin yang begitu melekat dalam kegelapan malam. Angin semilir menyejukkan kalbu. Hujan rintik-rintik menambah suasana begitu syahdu dalam dada. Suara bergetar dari ponselku mengagetkan jiwa. Tertera nama siapa penelepon yang ada di layar. Ririn. Segera ku angkat sambungan telepon itu.

“Bagaimana?” tanyaku. Ririn mengalihkan yang tadinya panggilan ke video call.

“Halo!” sapanya dengan muka yang ceria.

“Kamu kenapa? Bahagia banget,” tanyaku penasaran.

“Tidak ada apa-apa,” jawabnya meringis.

“Lagi apa?” tanyaku.

“Bosan,” jawabnya sambil ketawa terbahak-bahak.

“Sama.” Aku menjawab dengan muka yang biasa saja.

“Bagaimana dengan Andre?” tanya Ririn yang membuatku bingung.

“Bagaimana apanya?”

“Bagaimana orangnya?”

“Dia menurutku asyik, enak diajak mengobrol, terus kalau aku bergaul sama dia, aku cerewet,” cerocosku sambil ketawa. Ririn pun hanya tertawa melihat tingkahku yang mungkin bikin malu ketika ada orang banyak. He..

“Aku tambahkan Andre ya?” pintanya sambil menggeser layar ponselnya seperti mencari kontak seseorang. Tak lama kemudian, muncullah wajah seorang pria. Terlihat gelap karena memang suasananya di tempat yang sedikit cahaya.

“Apa, Rin?” tanyanya ketika sudah tersambung.

“Tidak ada apa-apa,” jawab Ririn terkekeh.

Aku hanya diam mendengar obrolan mereka yang seru.

“Velaty, kok diam sih?” tanya Ririn ketika sadar dari tadi aku hanya diam. Aku pun hanya tersenyum malu.

Tiba-tiba, Ririn memutuskan sambungan video call itu dan tinggal kami berdua.

“Lagi apa?” tanyaku malu-malu.

“Lagi main. Nanti lagi ya video callnya.”

“Iya,” jawabku singkat. Andre pun mematikan sambungan teleponnya.

“Ririn, kok kamu mati in sambungan telefonnya sih.” Aku mengirim pesan dengan sedikit kesal.

“Biar kalian berdua enak mengobrolnya,” balas Ririn dengan emoticon meringis. “Ya udah sana dilanjut.”

“Sudah di matikan.”

“Kenapa?”

“Dia mau main.”

“Astaga!”

“Sudahlah biarkan saja. Dia juga butuh hiburan habis kerja seharian, capek juga.” Aku berpikiran positif, agar Ririn tidak ngedumel terus tentang Andre.

“Iya juga.”

“Ayo makan!” ajaknya sambil mengirimkan sebuah foto mie ayam lewat chat.

“Cuaca dingin begini, enak itu.” Aku membalas dengan emoticon lidah menjulur ke bawah tanda seperti orang mengiler. Ya, suasana yang membekukan hati begini. Enaknya makan yang hangat-hangat bersama orang yang dicintainya. Namun, itu mustahil karena aku belum ada yang mencintai dan dicintai. Wkwk

“Iya, dong!” Ririn membalas setelah beberapa menit kemudian.

“Sudah mau tidur belum?” tanyaku ketika mataku sudah lima watt.

Cinta Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang