Sebelum membaca saya sarankan sambil mendengarkan lagu an art gallery could never be as unique as you kalau ga salah judulnya itu atau as unique as you.
Jika sudah, selamat membaca.
****
15 September 2020
Di kamar bernuansa pastel, gadis yang mengenakan pakaian putih dengan rambut yang diurai, tersenyum. Setelah membaca tulisan ceker dari secarik kertas kusut yang diberikan oleh pembantunya saat dirinya sedang menyisir rambut.
Gadis yang bernama Amira itu beranjak dari duduknya, ia hendak keluar untuk menemui kekasihnya yang kemarin masih marah padanya tapi sekarang dia yang mengirimi gadis itu surat.
Dengan sedikit berlari dan terus mengembangkan senyumannya, Amira menuruni tangga lalu berjalan menuju pintu. Keluar menuju tempat yang diberitahukan oleh Mahendra di surat itu.
Hanya memakan waktu sekitar lima menit, gadis itu sampai di tempat tujuan. Sebuah halte bis kedua kota itu, halte tempat mereka bertemu pertama kali saat hujan kala sore hari.
Amira duduk di salah satu bangku yang terbuat dari besi, menunggu sang kekasih yang ternyata belum datang. Sambil bersenandung kecil, dan melihat sekitar, matanya tak sengaja menangkap sosok tinggi dengan bahu nya yang tegap dari seberang jalan.
Gadis itu mengamati pria yang memiliki postur tubuh seperti kekasihnya, saat pria itu membalikan badannya, Amira terkejut.
Pria itu memang kekasih nya, sedang memegang spanduk bertuliskan 'MAAF KAN AKU GADISKU AKU MENYESAL SUDAH MEMBUAT HATI MU TERLUKA' Mahendra tersenyum tulus ke arah Amira.
Sore ini, jalanan sedang sepi. Mendung dan berangin. Tidak ada banyak orang berlalu lalang seperti biasanya di trotoar, juga tak ada mobil atau sepeda motor di atas jalan.
Amira beranjak dari duduknya dan berlari menyebrang jalan untuk segera memeluk kesayangannya. Di sisi lain, Mahendra sudah menurunkan spanduk itu dan merentangkan kedua tangannya. Bersiap untuk menyambut sang kekasih hati kedalam pelukan hangatnya.
Fokus Amira seratus persen sudah jatuh kepada pandangan Mahendra, mereka saling pandang dari jauh dengan Mahendra yang berdiri di pinggir jalan, dan Amira yang berlari di atas zebra cross.
Tapi entah kenapa, semesta sepertinya tak mendukung pertemuan keduanya. Tanpa diduga ada sebuah truk pembawa galon yang oleng. Amira menoleh. Mahendra terkesiap melihat kekasihnya.
Suara jeritan Amira berpadu dengan suara mesin yang keras. Begitu memekakkan telinga beberapa pejalan kaki. Terkecuali Mahendra yang senyumnya perlahan pudar, tangannya perlahan turun, lalu dengan cepat menghampiri tempat kejadian yang tepat berada di didepannya.
Sang pria memeluk tubuh gadis berbaju putih yang kini warnanya telah terganti menjadi merah.
"Haahh hhhaaahh hhhaaghhh"
Mahendra menangis. Melihat kekasihnya yang sekarang benar-benar ada di pelukannya. Melihat gadisnya yang tak berdaya.
Orang-orang mulai mengerubungi mereka, beberapa orang menawarkan tumpangan pada Mahendra untuk segera membawa Amira ke rumah sakit. Tapi Mahendra tak menjawab, ia menangis tanpa terdengar. Suaranya sangat kecil. Terus memeluk tubuh gadis itu erat.
Tiba-tiba Mahendra merasakan pipinya yang basah seperti di sentuh oleh seseorang, melihat Amira, ternyata gadis itu masih membuka matanya. Mata Mahendra yang digenangi air mata, bertemu dengan mata Amira yang sayu.
Dengan gerakan perlahan, Amira tersenyum lalu menggerakkan tangannya membuat semacam bahasa isyarat yang artinya 'jangan menangis, peluk saja aku' Mahendra yang mengerti itu menganggukkan kepalanya lalu memeluk gadisnya. Membawa tubuh dingin itu ke dalam dekapannya.
"Hey kenapa dia tidak menjawab? Hey gadis itu akan mati jika kau biarkan saja!!" Tak memedulikan apapun, Mahendra mengabaikan teriakan orang-orang yang mulai mengerubungi mereka, juga mengabaikan bagaimana bahunya diguncang-guncang oleh orang-orang itu.
Mahendra tak melepas pelukan itu sampai terdengar mobil polisi yang dipanggil oleh beberapa orang yang merasa khawatir akan keadaan gadis yang ada di pelukan si pria.
Para polisi itu berusaha melerai pelukannya dengan Amira. Mahendra masih berusaha mempertahankan pelukan yang di pinta oleh kekasihnya. Dengan segenap kekuatannya, ia berteriak. Menatap orang-orang yang ia anggap jahat, orang-orang yang menurutnya akan menyakiti gadisnya. Mahendra berteriak mengeluarkan semua suaranya yang serak dan kecil sampai terjadi pendarahan.
Pendarahan pita suara yang terjadi akibat robeknya salah satu pembuluh darah di permukaan pita suara, sehingga jaringan lunak di dalam pita suara terisi darah. Dan naasnya ini adalah pendarahan nya yang ke dua.
Darah keluar dari mulutnya. Mahendra mengatur nafasnya yang tak beraturan......
"........."
Lalu dengan sekejap sekelilingnya seketika gelap.
Pria itu tak menyadari bahwa kini orang-orang sudah mengambil gadisnya. Kekasihnya.
Yang tadinya mendung kini telah menjadi rintik gerimis lalu hujan badai yang perlahan melunturkan noda. Sebagaimana para manusia yang dulunya tak menunjukan rasa empati mulai berdatangan dan berempati kepada dua gundukan tanah.
Mahendra Juandra telah pergi ke tempat peristirahatannya. Pria tunarungu itu kini telah mencapai puncak bahagianya. Bersama Amira Laura. Gadis tercantiknya.
Keduanya sama-sama pergi dari dunia yang kejam pada mereka. Baik Amira maupun Mahendra. Kedua insan itu tak lebih dari jiwa-jiwa baik yang tak diperlakukan dengan baik.
End.