Ini adalah part yang menceritakan bagaimana kehidupan Mahendra dan bagaimana pria itu bertemu dengan Amira.
Sebelumnya, bisa di putar dulu lagu nya.
Selamat membaca.
****
22 November 2019
Dibawah selimut kesedihan, biarkan November memberikan kehangatan dengan cerita yang semoga bahagia. Meski awalnya juga tak jauh dari kata sempurna.
Seseorang yang memiliki masalah dengan pendengarannya atau biasa juga disebut tunarungu. Mahendra Juandra, dari lahir pria itu tak pernah mendengar ocehan dunia yang entah tentang apa itu.
Tidak bisa mendengar dari sejak lahir karena ada gangguan saat dirinya di dalam kandungan. Oh Bagaimana jika katakan saja ibunya adalah seorang jalang. Mengkonsumsi obat-obatan, dan minuman keras yang menyebabkan terjadinya masalah saat perkembangan telinga, wajah dan kepala.
Dari sejak kecil hidup di panti asuhan, namanya saja ia peroleh bukan dari ibu kandungnya tapi tak lain dari ibu panti. Mahendra juga tidak memiliki teman dan---ah sudahlah jika diceritakan mungkin kisahnya akan sangat dramatis.
Yang pasti, selama 21 tahun ia hidup, Mahendra hanya mendapat 1 dari 100 cinta di hidupnya.
Sore itu hujan turun, tak seperti sore-sore sebelumnya. Namun di sebuah halte, terdapat seseorang yang sedang menggesekkan kedua tangannya. Berusaha memberikan energi hangat.
Turunnya hujan ketika Mahendra sedang berjalan-jalan membuatnya terpaksa harus duduk di bangku halte yang dingin. Sendirian. Menggesekkan kedua tangannya, menunggu hujan berhenti menjatuhkan air yang berharga.
Namun tiba-tiba pundaknya di tepuk oleh seseorang. Menoleh, Mahendra mendapati seorang gadis mengenakan dress biru langit selutut dengan rambut yang terurai sepinggang. Matanya biru, kulitnya putih, wajahnya berseri.
Apakah Mahendra boleh pede? Sepertinya gadis itu sedang tersenyum kepadanya, gadis dengan senyumannya itu mengucapkan beberapa kata tetapi tak terdengar. Huh bagaimana Mahendra bisa mendengarnya?
Mahendra menggelengkan kepala lalu menunjukan kedua telinga nya. Seakan mengerti, gadis itu mengangguk lalu menggerakkan tangannya. Memberikan gerakan bahasa isyarat. Ditempatnya Mahendra terhentak kecil, baru kali ini ada yang mengajaknya bicara menggunakan bahasa isyarat.
Pria dengan nama belakang Juandra itu pernah bersekolah di sekolah anak berkebutuhan khusus (SLB) jadi ia mengerti apa yang di isyaratkan oleh gadis itu. Katanya, "aku duduk disamping mu ya?" Pria itu mengangguk, lalu bergeser sedikit memberikan jarak.
Waktu terus bergulir, hujan pun kian surut digantikan dengan pemandangan sore dan awan jingga. Gadis itu berdiri dari duduknya pergerakannya tak sedikitpun Mahendra lewatkan, saat gadis itu tersenyum ke arahnya, seperti didikte Mahendra ikut menyunggingkan senyumnya.
Mahendra memperhatikan bagaimana punggung kecil itu mulai hilang dari pandangannya, tetapi pria itu dengan sedikit keberanian mengikuti gadis yang tak ia ketahui namanya.
Sampai di depan rumah besar, pria itu berhenti, memandang dari jauh gadis yang telah membuatnya terpana. Mahendra sadar banyak perbedaan antara keduanya, belum memulai tapi ia sudah lebih dulu kalah oleh keadaan.
Dengan wajah murung pria itu berjalan kembali menuju panti.
****
23 November 2019
Saat matahari sedang membakar bumi Mahendra sedang berdiri di depan bangunan tinggi yang megah bak istana. Dengan degup jantung yang tak karuan ia memberikan surat pada seorang pelayan wanita.
"Apa? Untuk siapa?"
Mahendra mengernyit tak mengerti tapi dengan kepekaannya, ia menunjukan sebuah kalimat yang berada di luar permukaan kertas itu.
'untuk gadis dengan gaun berwarna biru'
Pelayan itu awalnya merasa bingung, namun yang ia ketahui adalah nona muda pemilik rumah ini-lah yang selalu mengenakan dress.
Sang pelayan mengangguk lalu masuk meninggalkan Mahendra.
Dengan degup jantung yang masih tak beraturan, Mahendra pergi ke halte tempat kemarin dirinya berlindung dari bawah hujan, tempat kemarin hatinya menghangat karena seseorang.
Selama hampir tiga jam, ia habiskan waktu dengan membaca buku, banyak orang yang menatapnya heran dan aneh karena melihat nya yang bisa membaca dengan fokus di tempat ramai dan umum seperti halte. Tapi apa peduli, Mahendra tak bisa mendengar apapun.
Ketika hari sudah mulai sore, Mahendra membenahi buku-buku nya, memasukan itu semua ke dalam tas yang selalu ia bawa kemanapun. Lalu dengan tatapan kosong, pria itu menatap langit yang sudah mulai menunjukan warna jingga. Dirasa cukup, Mahendra berdiri lalu pulang.
****
24 November 2019
Pukul 13.45 seperti kemarin, Mahendra pergi ke halte tapi kali ini ia pergi dengan harapan berbeda 'semoga ada dia'
Sesampainya disana, pria itu bisa melihat seorang gadis dengan dres hijau tosca yang sedang duduk. Mahendra melengkungkan bibir nya ke atas membentuk senyuman indah.
Dengan perlahan dirinya berjalan lalu menepuk pundak gadis itu, sang gadis menoleh lalu tersenyum. Menyerahkan sebuah kertas dengan tulisan indah, oh tidak. Indah sekali.
'Namaku Amira Laura'
Tulisan tangan paling indah yang pernah Mahendra lihat. Sejenak, Mahendra merasa malu telah memberikan surat dengan tulisan jelek dan penyusunan kata yang tak beraturan.
Gadis bernama Amira itu tersenyum lalu menggerakkan tangannya "siapa nama mu?"
Mahendra merogoh sakunya. Mengambil pena lalu menuliskan namanya di bawah nama Amira.
'Mahendra Juandra'
Amira membaca itu lalu mengajak Mahendra untuk berjabat tangan. Sempat ragu, namun Amira lebih dulu menempelkan tangannya lalu menjabatnya.
Keduanya tersenyum lalu duduk di kursi halte, mengobrol banyak hal tanpa bicara, dan tanpa mengeluarkan suara.
Sore itu, awal mula dari kisah cinta Mahendra Juandra.
•••••••
to be continued
YOU ARE READING
end of love story [UPDATE]
Roman d'amour"who else has hurt you?" "no, please hug me"