Pikirkan bagaimana dunia ini akan berakhir suatu hari nanti.
Apakah itu karena lenyap mata hari yang diperkirakan terjadi lima miliar tahun lagi, atau karena ledakan supervulkanik yang terjadi 24.000 tahun sekali dapat membuat seluruh dunia tertutup oleh debu dan membuatnya kembali memasuki zaman es?.
Aku tidak takut dengan kedua kemungkinan di atas karena tidak mungkin hidupku akan bertahan selama ribuan tahun bahkan mencapai milyaran untuk melihat akhir dari dunia.
Tapi mungkin aku dapat mengalami sendiri bagaimana akhir dari kemanusiaan.
Aku tidak tahu bagaimana semua ini bisa terjadi. Yang aku ingat semua berawal dari maraknya pandemi di berbagai belahan dunia, situasi antar negara menjadi begitu panas saat semua orang saling menyalahkan.
Tidak ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit akibat pandemi mengakibatkan jutaan nyawa menjadi korban. Namun itu bukan seberapa dibandingkan dengan hasil dari perang yang terjadi setelah dua tahun pandemi tidak kunjung berakhir.
Masih tergambar dengan jelas dalam ingatanku bagaimana senjata-senjata yang dibanggakan oleh umat manusia digunakan untuk memusnahkan musuh mereka yang tidak lain adalah sesama manusia.
Itu merupakan sebuah kegilaan.
Namun aku merasa iri pada mereka yang menghilang akibat ledakan-ledakan itu, karena mereka tidak akan merasa hidup dalam bumi yang telah berubah menjadi neraka.
***
Di jalan yang sepi aku memacu motorku dengan kecepatan tinggi.
Suara gemuruh terdengar di langit yang begitu hitam menandakan jika hujan sebentar lagi akan terjadi.
“Akan berbahaya jika hujan turun. Aku tidak tahu apakah akan ada tempat berlindung yang aman di sekitar sini.”
Sambil terus berkendara aku mencoba melihat peta melalui kacamata berteknologi tinggi yang aku gunakan. Kecerdasan buatan pada kacamata itu memperkirakan butuh 30 menit untuk sampai di tujuan dengan kecepatan ku saat ini. Sementara itu informasi dari BMKG yang aku dengar melalui radio menyebutkan hujan diperkirakan akan terjadi satu jam lagi.
“Aku pikir akan sempat sampai di tujuan sebelum hujan.” pikirku sebelum mendapatkan serangan tiba-tiba.
Braak!
Sesuatu seperti tongkat besi secara mengejutkan masuk kedalam ban depan menyebabkan berhenti mendadak hingga tubuhku terpental jauh.
“Argh!” tubuhku terasa begitu sakit setelah membentuk aspal jalan, namun itu tidak berarti setelah aku melihat motorku yang rusak dan semua barang yang aku bawa berserakan di mana-mana.
“Kita mendapatkanya!.” terdengar suara yang berasal dari pepohonan, aku seketika menyadari bahwa pemilik suara itu yang baru saja menyerang ku.
“Bandit sial. Kalian mengambil mangsa yang salah.”
Suara dari penyerang ditujukan pada orang lain, itu menunjukkan bahwa mereka tidak hanya satu orang. Karena itu aku memilih untuk bersembunyi dan mengawasi.
Tidak lama kemudian tiga orang keluar dari semak-semak di samping jalan dengan membawa senjata.
“Hanya bandit biasa.” pikirku setelah melihat perlengkapan para penyerang.
“Dimana kurirnya?.”
“Siapa yang tahu, mungkin sudah lari seperti yang sebelumnya.”
Percakapan antara para bandit membuatku tahu jika mereka sudah sering melakukan penyerangan terhadap orang-orang yang lewat jalan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdrive
Science FictionKisah tentang Budi seorang pemuda yang bekerja sebagai kurir di dunia paska bencana apokaliptik. *Perhatian novel ini memiliki unsur dewasa dan pembunuhan tolong sikapi dengan bijak.