1.

19 0 0
                                    

Jadi perempuan biasa. Bukan itu yang aku mau, aku ingin menjadi istimewa. Apakah tidak bisa? Pikiran itu memenuhi otakku Akhir-akhir ini. Cantik, pintar, berjiwa seni, manis atau apapun itu aku mau. Aku ingin memiliki karakter didalam diriku. Yang dijadikan patokan untuk bisa disebut pemeran utama.

Hampir 23 tahun aku hidup. Dan itu terlalu lama untuk diriku yang tidak punya apa-apa. Tinggal sendiri tanpa keluarga dan menyambung kehidupan dengan bekerja di toko swalayan. Orang tua meninggal kecelakaan saat aku berusia 5 tahun. Tinggal di panti asuhan dan akhirnya memilih untuk pergi di usia 18 tahun. Tak lagi merasakan hidup, hanya menjalani hari dan hari.

Namun, tiba-tiba setelah 23 tahun aku merasa hampa. Benar-benar tak ada artinya hidupku. Tak ada mimpi atau harapan yang ingin ku wujudkan. Aku bagai seorang yang menunggu mati saja. Aku merasa tidak berguna dan iri kepada semua orang. Tiba-tiba sekali. Mengesankan. Aku bermimpi menjadi istimewa.

Apakah hidupku akan berakhir? Apakah menjadi istimewa adalah keinginan terakhirku? Memikirkannya saja membuatku pusing. Apakah hidup ku begini saja? Ya beginilah, mau bagaimana lagi?
Sambil menatap diriku dikaca, percakapan di kepalaku mulai terjawab dengan sendirinya.

Mungkin hal ini terjadi Karena bulan ini cukup berat bagiku. Bos mengatakan bahwa toko kekurangan pembeli, stok barang-barang juga tidak lagi dikirim dan pegawai harus dikurangi. Dengan berat hati ia memberhentikanku, kata berat hati nyatanya hanya formalitas saja. Aku pernah mendengar ia muak denganku yang tak ada kemajuan, merasa bekerja seperti itu-itu saja. Karena itu aku menjadi kandidat pertama yang diberhentikannya.

5 tahun bekerja dan ternyata dibuang begitu saja. Tak seperti yang aku bayangkan. Aku pikir akan bekerja disana sampai tua dan pensiun dengan terhormat, punya uang tunjangan yang bisa digunakan sampai ajal menjemput, diberikan bunga dan fotoku terpajang indah di tempat kasir bertuliskan pegawai abadi. Itu tak terjadi ternyata masa depan memang bisa berubah dan tak terduga.

Sedih dan menyesal. Kenapa aku menghabiskan 5 tahun untuk ini, untuk dibuang? Ditambah uang sewa yang 4 bulan tak kubayar membuat bertambah pikiran. Apakah memang aku terlahir untuk ini? Untuk sengsara? Lalu jika untuk ini kenapa aku hidup? Bukankah menyakitkan, kenapa Tuhan menciptakan aku?

Kaleng bir berserakan dikamar, aku termenggu menatap diri sendiri dikaca. Mataku menoleh mencari jam, pukul 1 pagi. Bodoh, sudah tidak ada uang tapi menghabiskan uang untuk mabuk. Menyedihkan sekali. Dikira ini film, ini hidup nyata bodoh. Kepalaku berdenging, mataku spontan tertutup. Rasanya benar-benar mabuk. Tak pernah aku semabuk dan sebodoh ini. Kaleng bir melayang, meletus satu-persatu. Setiap letusan mengelurkan suara bodoh. Kenapa? Aku mengernyit dan gelap datang, aku tertidur.

----

Untuk bulan depan bisa hidup tapi untuk bulan depan lagi mungkin bisa mati. Uang menipis, harus kemana aku tidak tau. Ingin rasanya berlari pulang kampung merengek meminta uang kepada orang tua dan mereka dengan sabar mengelus rambutku, menghabiskan waktu bersama hingga sore hari datang mereka memberikan uang saku untukku pulang. Keinginan kecil sperti ini bahkan tak akan pernah ku rasakan. Sepertinya memang tak berguna hidupku.

Berjalan mencari pekerjaan adalah hal yang paling ku benci. Mengingatkan pada waktu pertama kali keluar dari panti. Hari itu aku berjalan kaki berkeliling mencari pekerjaan yang menerima lulusan sekolah menengah atas. Hampir 1 minggu yang hanya kulakukan berjalan, hidup dengan uang saku dari panti. Menangis, berpikir ingin kembali saja. Semuanya begitu rumit. Hari selasa, aku masih ingat saat seorang lelaki tua menawarkan bekerja di tempatnya, ia memintaku bekerja menggantinya. Ia tua, tak kan hidup lama dari penglihatanku waktu itu tapi alih-alih mau mati ia malah memberikan pekerjaanya untukku. Mungkin itu adalah keinginan terakhirnya sebelum mati. Keinginannya bahkan ingin membahagiakanku, keinginan paling aneh.

Akhirnya aku bekerja ditoko swalayan yang Seminggu lalu memecatku. Toko itu adalah bukti bahwa ada lelaki tua yang berkeinginan menyenangkan hatiku. Dan menghidupkanku sampai sekarang. Aku tak pernah lagi bertemu dengannya, Seminggu setelahnya pegawai toko mengadakan pesta perpisahan untuknya. Ia mati karena kanker. Menyedihkan ya, kasihan.

Aku berjalan tanpa henti hingga sore hari. Aku memandang langit yang berubah menjadi jingga, sungguh indah. Sambil menyenderkan badan ke jembatan menghadap lautan, menutup mata angin berhembus menerpa wajah. Jika aku jatuh apakah mati? Bagus kalau mati tapi kalau hidup dan cacat bagaimana? Merepotkan saja. Kenapa berpikiran mati sih? Aku menatap sekitar orang-orang sibuk dengan dunianya. Aku mati dunia juga tak akan berubah, semua berjalan seperti biasa. Tak ada yang merasa sedih atau ditinggalkan. Seperti lelaki tua itu tak ada yang mengunjungi makamnya kan?tak ada pun yang berubah. Semua kembali lagi seperti sebelumnya.

Jika aku mati terjatuh dari jembatan, tak akan ada yang berubah. Hanya akan ada diberita 1 minggu pertama menjadi bahan perbincangan
" wanita berumur 23 tahun meninggal karena melompat dari jembatan "

setelahnya berita akan hilang berangsur waktu. Diganti berita baru tentang kehidupan selebriti dan kembali menjadi semula lagi. Aku akan dilupakan. Semua orang juga akan dilupakan jika sudah tiada. Tak akan ada yang berubah.

Tak terasa hari mulai gelap, aku mengurungkan niat untuk melompat. Nyatanya aku takut mati daripada hidup. Akhirnya aku pulang mendekam dikamar yang kecil dingin ini. Aku lagi lagi menatap diriku di kaca. Kurus sekali, aku baru sadar bahwa aku malnutrisi. Menjijikan sekali, aku menatap wajahku yang begitu kusam memerah karena seharian berjalan kaki. "Tak cantik" kata itu keluar begitu saja dariku.

Aku membuka handphone melihat berita hari ini, kehidupan selebriti, kecelakaan di pertigaan, kemiskinan, hingga mataku tertuju pada berita Raja Inggris yang memper istri wanita biasa. Wanita biasa yang memiliki ayah pemilik perusahaan bersaham tinggi no 4 di dunia. Sungguh wanita biasa ya. Gambar Raja dan Ratu baru menggunakan jas kebangsaan dan gaun pengantin yang indah itu membuatku berpikir apa yang dirasakan saat memakainya?

Apakah kebahagiaan atau kebanggaan? Apakah saat memakai sesuatu akan merasakan bahagia yang sangat luar biasa?
seperti aku yang mendapatkan baju bekas dari penyumbang di panti. Apakah bahagianya lebih dariku ya? Atau malah sedih karena nanti berpikir baju tersebut akan mengecil dan tak muat. Apakah ia merasakan hal tersebut juga?

Mataku mengerjap berkali-kali, aku menjawab pikiranku yang gila itu. Sambil sedikit marah aku mengatakan
" bahagia sekali " .

Kebahagiaan tak bisa diukur kan, kenapa harus memikirkan siapa yang lebih bahagia? Yang harus ditanyakan apakah kamu bahagia?
Kepalaku pusing, mataku berair sepertinya lelah karena hanya menatap gambar Raja dan Ratu. Aku menjadi gila karena kehilangan pekerjaan sungguh lucu. Mataku spontan tertutup dan gelap datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life's Been Long Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang