Bagian 22

1.1K 149 29
                                    

Seorang remaja senantiasa memandang kosong sebuah nisan yang ada dihadapannya. Bersimpuh tanpa ada niatan untuk mengeluarkan sepatah kata. Sesuatu didalam dadanya terlalu sakit mungkin sampai bersuara saja tidak bisa.

Seokjin pikir dengan menghilang sebentar saja, menyibukkan diri dengan pagi buta berangkat bekerja dan pulang larut malamnya, tidak masuk sekolah demi menghindari kenyataan baru yang mungkin dia terima lagu, dia akan bisa menenangkan diri. Bisa berdamai dengan diri sendiri. Ternyata itu semua sama sekali tidak membantu. Pikirannya malah tambah kacau dan bayang bayang akan hadirnya selalu terus melayang layang di benaknya.

Penolakan sana sini yang selalu seokjin terima membuat seokjin kebas dengan rasa sakit yang selalu seokjin dapatkan tanpa henti. Tidak adakah tempat untuk seokjin bagi mereka? Apakah seokjin sehina itu dimata mereka?

Seokjin tidak mengerti dengan apa yang tengah dia lakukan di masa lalu sampai berdampak kepadanya seperti ini.

Dan sampai saat ini, seokjin merasa bahwa dunia juga seakan tengah menjauhinya. Tidak ada yang memperhatikannya. Tidak ada yang peduli padanya kalau sekalipun seokjin lenyap dari muka bumi ini.

Setiap saat di keheningan malam, seokjin selalu berharap dengan pandangan sendu kearah pintu kamarnya. Seokjin selalu menantikan ketukan pintu dari seseorang dan menghampirinya dengan pandangan khawatir lalu bertanya apakah dia baik baik saja selama ini. Namun, harapan itu selalu dipatahkan saat merasakan kenyataan bahwa itu tidak akan pernah terjadi.

Ya Tuhan, apakah permintaan seokjin selalu berlebihan? Seokjin hanya ingin dianggap itu saja.

Perlahan tangan kurus itu mengenggam erat gundukan tanah yang ada di hadapannya. Pandangannya jatuh tertunduk. Perasaan bersalah memenuhi rongga dada seokjin sekarang. Mengunjungi sang appa hanya untuk mengadu. Padahal kasih sayang yang seokjin dapatkan dari sang appa sangat tulus. Kebahagiaan keluarga pada umumnya. Walaupun appanya pasti tahu kalau seokjin bukan darah dagingnya. Tapi dia diperlakukan seakan bersyukur dan berterima kasih akan itu.

Seokjin menghentikan kegiatannya saat mendengar dering pesan pada ponselnya. Tangannya beralih membuka aplikasi pesan yang seokjin terima dari seseorang.

Setelah melihat kalimat yang tertera di pesan tersebut, seokjin tersenyum miris. Menertawakan diri sendiri. Ada apa lagi ini? Apa yang akan seokjin terima lagi saat ini. Sebelum memilih bangkit seokjin menyempatkan diri terlebih dahulu berdoa untuk sang appa.

*














*














*

Keadaan sekolah saat ini masih sama ramainya dari pagi. Terbukti sekali seluruh siswa sangat menikmati acara yang berlangsung saat ini. Acara yang paling dinantikan oleh setiap siswi siswi sekolah. Tidak hanya siswa dari sekolah ini yang hadir. Beberapa sekolah lain juga tengah ikut merayakan acara ini.

Jimin dan teman temannya, minus seokjin tentunya, tengah sibuk di ruang tunggu untuk menunggu giliran untuk tampil. Mereka akan menampilkan sebuah pertunjukkan mereka yang berasal dari barang barang bekas. Tentunya ide ini muncul dari jimin. Saat ini dia tengah sibuk melakukan persiapan. Heboh sekali sampai jimin tidak sadar akan ketidakhadiran seokjin.

"Wahhh, bagus sekali!!" Seru yoongi sambil bertepuk tangan memuji. Entah sejak kapan yoongi menjadi dekat dengan jimin. Mungkin sejak kedatangan jungkook, teman lamanya. Yoongi sering bergabung dengan mereka. Pergi ke kantin, berkumpul di cafe, belajar kelompok pun dia kadang suka ikut dengan mereka, walau dia berbeda kelas dengan jungkook dan jimin. Yang jelas yoongi senang senang saja.

"Siapa yang menyuruhmu memakai konsep ini jim?" Tanya yoongi lalu memilih duduk di kursi. Jimin tersenyum dan menepuk dadanya pertanda bangga.

"Seriusan? " Kaget yoongi sambil menatap kearah jungkook meminta penjelasan. Jungkook menganggukan kepalanya pertanda setuju.

KESABARAN SESEORANG ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang