27# Mansion Vano

162 22 1
                                    

Bulan silit berganti, dan saat ini musim hujan terus mengguyur seluruh kota. Vanya berjalan-jalan sebentar ditaman dekat rumahnya menggunakan payung dan juga jas hujan diwaktu malam. Tiba-tiba saja mobil mewah berhenti tepat sampingnya.

Seorang pria tampan membuka kaca mobil spornya lalu menyapanya, "Halo Nona Martinez? Sudah lama yah kau tidak terlihat diweslan. Duh... aku kasian sekali padamu. Kenapa kau berhenti?" Revano mengejeknya.

"I hate talking to criminals like you guys!" perkataan Vanya terdengar lebih kasar darinya.

Ravano menjilat bibir cantiknya. Ia turun dari mobil tanpa alat menutup dikepalanya, sehingga hujan gerimis mengenai bajunya hingga basah. Revano mengambil alih memegang payung Vanya, hingga keduanya satu payung berdua.

"Nona Martinez, bila aku jadi kau, aku pasti akan membalas kematian orang yang aku sayangi, lalu merubah segala hidupku. Ingat, dunia ini milikmu juga, kau punya hak merubah takdirmu dan juga takdir orang tuamu. Tentu Vano masih berbelas kasihan padamu, karna ibumu sudah bekerja ditempatanya."

"Apa?" Vanya mengerutkan keningnya.

Revano tersenyum smirk, ia lalu menggeserkan rambut Vanya yang menghalangi matanya sendiri. "Kau hanya punya satu pilihan, apa kau ingin hidup nyaman. Ini lebih ternyaman dari apa yang kau bayangkan seumur hidupmu manis. Semua kekuasaan akan ada ditanganmu ... bila kau mau menyenangkan Tuanmu saja, yaitu Pangeran Vano wilson." Revano berbisik ditelinga Vanya, ia terlihat berkerisma, bahkan nafasnya saja sangat begitu wangi bagaikan aroma parfum mahal.

Vanya merasa tidak nyaman dia sengaja menahan napasnya, baginya Revano sangat aneh. Dia seperti pria maniak sama dengan Vano. Namun bedanya disini Revano sangat pintar memainkan perasaan wanita.

Dan jangan katakan bahwa Vanya sampai terbuai olehnya. Tidak, Vanya tidak segampang itu. Dihatinya hanya ada Vano saja, walau Revano juga tampan. Tetap saja Vano yang selalu membuat hatinya berbunga-bunga dan tidak terkendali. Andaikan ia wanita nakal, dia pasti lebih dulu akan menyergap Vano, saat pertama kali melihatnya.

Revano menjentikkan tanganya di depan mata Vanya, itu karena Vanya menghayal matanya tidak berkedip sama sekali, dia tenggelam dalam lamunannya. "Kenapa kau seperti terhipnotiz padaku?" tanyanya.

Vanya tidak menjawab.

"Bila kau menginginkan tawaran yang aku katakan tadi, kau bisa datang di mansionnya, hmm maksudku istana kecilnya yang ada ditengah hutan."

"Bagaimana bila aku kesana malah aku dibunuh olehnya."

"Apa kau meragukanku? Bila dia ingin membunuhmu, kau pastinya akan dibunuh olehnya sejak lama." Revano mengambil satu tangan Vanya lalu mencium tangannya.

Vanya terkejut bukan main, dia langsung saja menarik tangannya. Ini baru pertama kali pria lain mencium tangannya, selain Vano mencium bibirnya.

Revano memberikan payung itu kembali padanya, sambil menatap iris mata Vanya yang berwarna coklat terang. Dimana Vanya sendiri tidak merasa nyaman atas perlakuannya.

Revano menunduk keluar dari payung besar itu, lalu menaiki mobilnya dan meninggalkan Vanya yang menatapnya bimbang. Sampai Revano menjauh.

Vanya bingung, apakah dia harus ikuti alur hidupnya saja, yang menderita tiada akhirnya. Atau dia ikuti alur permainan Vano dan menjadi bonekanya, untuk membalaskan semua dendamnya terhadap Rafka dan juga Keluarganya.

Bukankah ia sendiri perna bilang bahwa kematian adiknya harus digantikan dengan 'Mata ganti mata, nyawan ganti nyawa' belum lagi kata-kata hina semua orang yang selalu mereka lontarkan padanya.

Akui saja bila mereka semua pandai bermain criminal didunia ini, maka Vanya bisa lakukan itu, persetan saja dengan imannya. Dia tidak perduli lagi, yang Vanya inginkan hanya kenyamanan semata, dan juga keluarganya tidak lagi memendam isakan tangisannya. Ia ingin menyenangi ibu dan ayahnya. Walau dia ditentang oleh pastor dan juga seluruh jamaat rohani, dia tidak akan perduli. Dia lelah menjadi baik, lagian harga dirinya juga sudah rusak. Terus apa lagi dia tunggu.

Vanya yang memikirkan semua itu, dia memutuskan apa yang akan dia lakukan, dia langsung saja berputar arah memanggil TAXI yang lewat disana. Hujan yang semakin lebat, suara gemuruh kilatan petir dilangit terdengar menakutkan sudah membuat perjalan vanya melambat akibat macetnya perjalanan.

Di sepanjang jalan lalu lintas membuat jalananan licin dan banyaknya kejadian mobil kecelakan didepan jalan pertigaan dan perempatan.

Dua jam berlalu, Vanya tiba didepan gerbang hutan menuju arah kediaman Vano. Petugas penjaga yang memang tidak akan membiarkan orang sembarangan masuk kearea tersebut, memberhentikan taxi itu.

"Maaf anda tidak boleh masuk. Bila anda ingin masuk, maka kami harus melaporkannya dulu pada Tuan kami. Siapa namamu Nona?"

Penjaga gerbang yang membawa HT, alat komunikasi ditangannya ingin memberi informasi pada penjaga keamanan berada dimansion tuan besarnya.

"Katakan pada Tuanmu! Aku Vanya Martinez datang untuk bertemu." Vanya mengusap tangannya, dia sebenarnya sangat gugup dicampur perasaan takut, tapi dia harus bagaimana lagi, keinginannya setinggi langit sudah terbayang-bayang di kepalanya. Dia tidak sabaran lagi.

Satu jam lamanya Vanya menunggu di pos penjagaan, tiba-tiba sebuah mobil jeap lain datang menjemputnya. Vanya tiba dihalaman mansion Vano, dan semua pelayan wanita dan pria menunggunya diambang pintu dan membawanya masuk menemui Vano.

Vanya yang terus saja melihat-lihat, dia terus berbicara didalam hatinya,

'Ternyata tempat ini banyak sekali penjaga bersenjata yang menjaga disetiap sudut kastil ini, mereka mematung layaknya seorang tentara yang sudah terlatih dimedang perang. Belum lagi banyaknya pelayan yang berlalu lalang, yang aku sendiri saja tidak bisa hitung berapa jumlahnya mereka.

Ini benar benar berbeda dari yang perna aku duga sewaktu pertama kali aku kesini, aku benar-benar dibohongi olehnya. Ini bukan dikatakan rumah atau mansion. Ini lebih mewah dari istana milik Ratu Elizabeth, namun bedahnya istana Ratu Elizabeth terletak dipusat ibukota, dan istana ini sebaliknya terletak ditengah-tengah hutan.

Apakah seluruh hutan disini milik Vano juga, biasanya hutan ini akan menjadi milik negara. Tapi bila dipikir-pikir lagi sepertinya hutan ini memang milik Vano pribadi, karna hanya orang-orang terpenting saja yang di penuhi kuasa bisa membangun kastil diarea ini.

Seberapa kayakah Vano ini? Uang dari mana ia dapatkan bisa membeli hutan milik negara seluas ini.' Vanya yang tenggelam dalam pikirannya tidak sadar bahwa dia sudah tiba di ruang aula yang luas.

Vano duduk dikursi kekuasannya, ia mengetuk-ngetuk kursinya menggunakan cincin besar yang di sematkan dijemari cantiknya. "Ada apa dengan rumahku Nona?" Vano bertanya ia sengaja menghentikan lamunan Vanya yang sedari tadi terdiam memikirkan sesuatu.

Revano yang duduk bermain kartu, berbalik melihat kearah belakang bersama temannya. Revano menyungginkan bibirnya dia tidak menyangka Vanya akan datang secepat itu, padahal baru saja mereka bertemu dijalanan.

Vano menunggunya.

Vanya terdiam dia bingung mau bilang apa. Padahal waktu dia kemari dia sangat bersemangat, tapi kenapa nyalinya melemah, kata apa yang harus dia katakan lebih dulu pada Vano dihadapannya.

Vanya menelan ludahnya, dia melangkah terus, sampai jarak antara mereka dua meter tersisah. Vanya langsung berlutut pasrah. "Saya menyerah padamu, tolong hentikan penderitaan yang menimpaku dan juga keluargaku. Sudah cukup kami dihina oleh mereka yang berpura baik-baik pada kami, sudah cukup aku kehilangan adikku. Aku lelah berlama-lama menjadi bodoh," ungkapnya langsung. Vanya mengeluarkan luka-luka yang diam pendam. Semua kekecewaan, kepedihan, dan sebagainya. Dia sudah pasrah, terserah apa yang akan di lakukan Vano Wilson padanya.























YOU DEATH OF ME {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang