Juno dan 3 Cara Bertahan Hidup

12 2 1
                                    

Negeri Haya merupakan negeri yang subur dan tentram, semua itu sampai para penyihir datang. Penyihir-penyihir kerdil itu memaksa para warga Negeri Haya untuk menjadi boneka di lakon mereka. Satu per satu warga menghilang, menjelma menjadi boneka.

Seperti warga lain, Juno tidak mau adik satu-satunya, Mia diambil para penyihir. Namun, malah Juno yang lebih dulu menjadi boneka.

Juno terbangun di sebuah hutan. Di sekitarnya terdapat ratusan boneka lain. Tak lama, seorang penyihir muncul dengan bunyi 'Plop'. Penyihir itu melayang-layang di angkasa, sebelum akhirnya berbicara, "Mulai sekarang, kalian adalah boneka. Jika ingin kembali, kalian harus menyelesaikan tiap bab dari kisah ini dengan sukses. Semoga beruntung."

Kemudian, muncul gulungan perkamen di depan Juno. Perkamen itu bertuliskan, "Bab 1: Kalahkan tumbuhan monster di sekitar kalian, dan keluar dari hutan ini. Hadiah: 100 koin. Jika gagal: mati."

Juno gemetaran, ia belum bisa memproses kejadian ini. Namun, ia yakin akan satu hal, bahwa ia harus menyelesaikan kisah ini dengan selamat, lalu berkumpul kembali dengan Mia. Juno pun mengeluarkan pedang di pinggangnya, dan menebas sulur-sulur tumbuhan monster.

Bab 1, selesai. Bab 2, selesai. Bab 3, dan sekarang Juno tengah menyebrangi Sungai El sebagai syarat menyelesaikan bab 4. Juno kini terkenal di kalangan para boneka, sebab ia merupakan boneka terkuat. Juno bisa menyelesaikan misi seorang diri, dan lebih cepat dibanding siapa pun.

Semua itu karena Juno mendapat banyak informasi berguna dari seseorang. Ia tidak tahu siapa, 'orang' itu tidak terlihat, tapi suaranya selalu terdengar di telinga Juno. Suara itu memberinya informasi, "Ada tiga cara untuk bertahan hidup. Satu, kuasai senjata. Dua, jangan buat penyihir sebal. Tiga...," atau sekadar menemani berbincang, "Tidak, tidak. Menurutku pangsit jauh lebih enak.".

Sekarang Juno sedang bersiap untuk bab 24. "Sebenarnya kau ini siapa?" tanyanya sambil memoles pedangnya. Namun, suara 'orang itu' tak kunjung terdengar. "Kalau aku menyelesaikan kisah ini, apakah aku bisa menemuimu?"

Kali ini, suara familiar itu kembali terdengar. "Saat itu, aku tidak akan mengingatmu lagi."

Juno mengernyit, tidak mengerti dengan jawaban tadi. Namun, bab 24 sudah dimulai. Ia kembali bertarung.

Juno kembali mengayunkan pedangnya satu kali lagi, satu lagi musuh ia kalahkan, dan satu lagi bab ia selesaikan. Hal itu terus berlanjut sampai bab 72. Yang berbeda hanyalah, suara 'orang itu' semakin jarang terdengar.

"Sebenarnya di mana kau berada?" tanya Juno.

Hening. Sebelum akhirnya suara 'orang itu' tiba-tiba terdengar, untuk tak terdengar lagi. "Aku harus pergi, Juno."

Waktu berlalu, Juno akhirnya berhasil menyelesaikan bab terakhir, bab 100. Ia menatap Raja Penyihir dan tembok putih besar di depannya. "Wah, wah, lihat siapa yang berhasil menyelesaikan kisah ini. Sekarang, kau bisa kembali ke duniamu lewat pintu itu."

Juno sudah hampir melangkah keluar ketika tiba-tiba amarah memenuhi dadanya. Ia ingin menghabisi para penyihir dan dalang dibalik kekacauan ini. Ia menengok ke belakang, tapi ia malah mendapati Raja Penyihir pergi menembus tembok putih. Juno lalu berlari mengikuti Raja Penyihir.

Begitu cahaya meredup, Juno bisa melihat apa yang berada di balik tembok. Tampak sebuah pemukiman dengan orang berseliweran. Juno mendapati Raja Penyihir mendatangi seorang anak laki-laki. Anak itu terlihat ringkih, tubuhnya kecil dan penuh luka. Orang di sekitar tak ada yang peduli, hanya Raja Penyihir mempedulikan anak itu.

Raja Penyihir lalu bercerita kepada sang anak. Tentang pahlawan yang tidak menyerah sampai akhir. "...Karena itu, kau juga tidak boleh menyerah, Nak. Bertahanlah."

Juno mendekati keduanya, tangannya gemetar dan perasaannya tercampur aduk.

"S-siapa paman?" tanya anak kecil itu begitu melihatnya. Detik itu, pedang Juno terjatuh dari genggamannya. Ia kembali mendengar suara yang ia rindukan. Walau terdengar lebih nyaring dan muda, ia yakin suara ini milik orang yang sama. Orang yang membantunya bertahan sampai bab terakhir.

Juno duduk di depan anak itu, dan memeluknya. "Terima kasih telah membantuku."

Juno tak lagi marah dengan orang yang menjadikan hidupnya sebagai sebuah 'kisah' untuk dinikmati. Karena, terkadang dunia terlalu kejam terhadap makhluk tak bersalah seperti anak didekapannya, dan mereka hanya butuh sebuah kisah, untuk menjadi alasan agar tetap bertahan.

***

Juno dan 3 Cara Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang