Uswa’s POV
“Terimakasih Uswa.” Ucapnya berterimakasih kepadaku. “Iyaa kak, sama sama.” Pada saat itu, aku tidak pernah menyangka. Untuk pertama kalinya, aku bertemu dengannya.
***
*dikamarku
“AARGGHHHHHHH”
“Ada apa sih Bil? Bikin kaget aja deh.” Naomi merasa kaget mendengar teriakanku. “Ini lhoo, kamu tahu kan aku sedang menyukai seseorang.” Naomi diam sebentar, sepertinya ia sendang mengingat-ngingat sesuatu. ”Ohhhh yaa, aku tahu.” Suara Naomi yang tiba-tiba membuatku kaget. Naomi beranjak membuka ponselnya, seperti mencari seusuatu.“Yang ini kan?” Ia menunjukan foto seseorang kepadaku. Sebentar, kenapa Naomi mempunyai fotonya? Ia mendapatkannya dari mana? Aku diam tidak berbicara sedikit pun, karena aku masih merasa bingung. Tiba-tiba Naomi mengagetkanku dengan suaranya. “Heh malah melamun. Jawab dong pertanyaanku. Ohhhh aku tahu, kamu pasti penasaran kenapa aku bisa menyimpan fotonya?”
Ohhh tidak, apa yang harus aku katakan. Kenapa Naomi bisa berpikir seperti itu. “Apa sih Nom, tidak ada yang melamun dan berpikir seperti itu.” Ucapku menyangkal. Naomi tertawa. “Hahahahah udah deh, tidak usah berbohong. Wajahmu terlihat sekali sedang melamun dan berpikir seperti apa yang aku katakan.”
“Sudah yaa, kita tidak perlu bahas itu lagi” Ucapku mengalihkan topik. “Sekarang aku sedang membutuhkan pendapatmu.” Naomi terlihat bingung “Hah? Pendapat apa?” Aku menunjukan ponselku, yang melihatkan room chat ku dengan seseorang. Naomi terkejut “Apaa? Ia mengajakmu bertemu?”
“Yaaa benar, tadi aku berteriak karena itu.” Aku bingung, apa yang seharusnya aku rasakan? Senang? Yaa memang aku senang akhirnya bisa bertemu dengannya. Tapi sekarang sudah berbeda, dulu aku hanya menganggapnya sebagai teman saja. Tapi sekarang, ia membuatku nyaman, hingga akhirnya aku menyukainya. Aku adalah tipe orang yang malu jika harus bertemu dengan orang baru, dan sekarang orang itu adalah orang yang aku sukai. Ohhh tidak, mana bisa aku percaya diri.”Kenapa kamu terlihat lesu seperti itu? Harusnya kamu senang bil. Setelah kamu beberapa kali mengajaknya bertemu, tapi ia terus menolak dengan alasan sibuk. Dan sekarang ia mengajakmu bertemu. Itu kesempatan bagus.”
“Yaaa aku tahu, tapi sekarang berbeda.” Aku menjelaskan alasanku. “Sekarang menurutmu aku harus apa?” Naomi terlihat berpikir sebentar. “Yaaa kalau menurutku, lebih baik kamu terima ajakannya. Kamu harus percaya diri bil.”
“Ohhh tidak, sudah jam berapa 8 malam. Aku harus pulang, kalau tidak aku bisa kena marah ibu.” Naomi langsung membereskan barang-barang miliknya. Lalu aku mengantarnya sampai di depan rumah. “Aku pulang dulu yaa bil.”
“Hmmm yaa, hati-hati Nom.” Bukannya langsung pergi, Naomi malah berbisik kepadaku. “Ohh iya, untuk yang tadi terima saja. Nanti akan ku antar mu untuk bertemu dengannya.” Lalu ia pergi begitu saja meninggalkan halaman depan rumahku.
Kemudian, aku kembali ke kamarku. Dan kalo dipikir-pikir perkataan Naomi ada benarnya juga, ini kesempatan yang bagus. Apa aku terima sja ajakannya? Tapi aku malu kalau harus bertemu. Aku terdiam, terhanyutkan dalam pikiranku sendiri. Sampai akhirnya akupun tertidur.