Aku hanyalah pengangguran. Salah satu manusia yang beranggapan bahwa, lulusan sekolah menengah atas sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Atau aku saja yang tidak ingin mencari pekerjaan, atau aku hanya beralasan. Tidak ada yang tahu selain aku dan tuhan yang tau.
Sudah dua tahun aku lulus dan aku masih stay di sini. Di tempat aku di lahirkan. Banyak yang berubah dari segi teknologi, masyarakat yang mulai beragam, dan pertemanan. Apa aku boleh mengatakan ini?. Tentu saja boleh mengapa aku begitu bodoh, seolah ada yang mau mendengarkan saja.
Baiklah lanjut. Dimulai dari teman sekolah dasar. Sekarang hanya sekedar menyapa, tidak ada panggilan khas pertemanan. Hanya panggilan sopan. Aku memanggil mereka kakak karena mereka semua lebih tua dariku. Dan meraka memanggilku adik. Jika waktu sekolah dasar dulu kami akrab saling memanggil nama. Pergi pulang sekolah selalu bersama. Sekarang berbeda mereka telah melangka pergi. Tanpa aku yang masih disini. Tidak tahu apa yang aku tunggu.
Aku melangka masuk ke pertemana baru waktu Sekolah menengah pertama. Teman Sekolah dasar ku ternyata masuk sekolah yang sama. Mereka menjadi kakak kelas ku. Lupakan mereka. Memasuki pertemana baru ini aku merasa berbeda. Jika waktu sekolah dasar pembicaraan hanya tentang kartun Favorit. Sekarang tentang percintaan lebih tepatnya cinta monyet. Dan juga pertemanan baru ini terasa memkasa. Maksudku semuanya harus di lakukan bersama seperti geng mungkin. Jika tidak mengikuti perkumpulan itu maka akan di kucilkan bukan di bully. Dan jujur aku tidak suka pertemanan seperti itu tidak terbuka ke pada orang luar. Ketika lulus sesuai dengan prediksiku. Teman yang waktu sekolah harus melakukan semuanya secara bersama-sama. Sekarang hanya menjadi penonton stroy. Karena prinsip pertemanan seperti itu jika sudah jauh mereka hanya teman sekelas tidak lebih.
Masuk ke sekolah menengah atas. Disini aku mulai menemukan arti Sahabat. Jika selama ini yang aku tahu hanya teman maka ini berbeda. Teman sekolah menengah atas ini beragam. Aku mungkin bisa membuatnya beberapa jenis. Di sekolah ini pembicaraan tentang cinta cenderung lebih serius. Pembicaraan masa depan yang makin seperti rok abu abuku. Kegelisaan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakukan. Semuanya menjadi satu. Teman atau aku bisa menyebutnya sahabat ketika sudah sementer pertama kelas XII. Pembicaraan mulai lebih ke arah menyerah apalagi aku. Karena aku sudah tahu di ujung sana tidak ada harapan seperti yang aku harapkan. Aku sadar inilah gunanya sahabat meberikan energi positif, memberikan kemungkinan yang bisa di ambil jika tidak sesuai harapan. Dan aku sangat berterima kasih kepada sahabat sekolah menengah atasku. Mereka tidak berubah seperti teman ku sebelumnya. Hanya saja jaraknya yang berubah setelah lulus.
Kembali ke aku yang sekarang. Sanak saudara setiap ada yang berkunjung selalu menyaran ini dan itu. Seolah itu yang terbaik untuk ku. Jika meraka tau itu yang terbaik kenapa tidak mereka saja jangan menyuruh orang lain. Akh sungguh kesal di bagian ini.
Belum lagi kakak ipar perempuanku yang selalu menyurhku mencari pasangan. Belum tau saja dia itu adalah hal terkahir yang aku pikirkan dan juga hal yang belum di izinkan oleh orang tuaku. Karena kakak-kakak ku masih ada yang belum punya pasangan. Jadi aku selalu merasa tidak baik jika aku bersikap berlebih. Ini juga alasan aku tidak ingin pergi ke rumah kakaku itu.
Sekarang usiaku 19 tahun, dua bulan lagi 20 tahun. Dan kakak iparku itu menjatahiku 5 tahun lagi jika aku tidak menikah, maka dia akan mencarikan ku pasang. hey apa-apaan ini bukankah itu bukan urusanya. Bahkan orang tuaku saja tidka mempermasalahkan itu.
Aku bukan tidak mengerti tentang cinta-cintaan atau apalah itu. Hanya saja sulit menemukan orang yang mudah mengerti. Asal tahu saja jika ingin punya pacar mungkin aku sudah memilikinya. Tapi aku tidak ingin karena rata-rata yang mendekatiku hanya membicarakan hal yang tidak penting. Seperti sudah makan, sudah mandi, lagi apa. Ah aku sangat malas jika membicarakan ini.
Jika kalian pikir aku tidak akan bisa menemukan orang bisa mengerti dengan mudah. Kaliah salah nyatanya aku menemukannya waktu aku kelas X semester II. Dia yang bisa mengerti jika aku tidak bisa bebas bertemu denganya selain di sekolah, dia yang mengerti jika aku tidak bisa seperti perempuan lain, yang bisa mengobrol lewat telpon sampai larut. Bahkan dia juga bisa memahami kenapa orang tuaku dan kakakku melarangku ini dan itu selain karena aku anak bungsu dan perempuan satu satunya di keluargaku.
Bahkan aku sengaja membohonginya jika aku akan kuliah dan ngekos sedirian. Dan kalian tahu rekasinya sama persis seperti kakakku. Dia bilang "jika aku jadi kakakmu aku tidak akan mengizinkanya, disana terlalu bahaya apalagi kamu perempuan". Lihat bagaimana aku tidak jatuh cinta.
Tapi kedekatan itu hanya berlangsung tiga bulan. Ketika aku tahu dia dan masalah masa lalunya belum selesai. Aku bukan tahu dari orang lain aku tahu langsung dari perempuan masa lalunya, yang mengatakan ia dan laki laki yang sedang mendekatiku itu belum selesai. Ia tidak seperti perempuan biasanya jika tahu laki lakinya mendekati perempuan lain akan memarahi perempuan itu. Ia sangat berbeda ia menjelaskan penyebap mengapa mereka sampai seperti ini, selain karena jarak mereka yang jauh, ada masalah lain dan aku akan berhenti disini itu masalah mereka.
Setelah mengetahui itu jelas aku tidak mau berurusan dengan orang yang belum selesai dengan masa lalunya. Aku tidak bodoh. Aku tidak akan memperebutkan laki-laki. Sekalipun aku akui memang telah jatuh cinta itu tidak akan mempengaruhiku. Setelah dia, laki-laki itu maksudku tahu bahwa aku sudah tahu hubungan dia dan masa lalunya. Dia memberiku penjelasan dalam versi dia. Aku ingin tertawa sekarang mengingat itu, mengapa aku menangis di depanya. Aku juga tidak tahu mengapa aku menangis, mungkin karena dia cinta pertama ku. Setelah dia menjelaskan dia memberikan keputusannya kepadaku. Katanya jika aku ingin dia tetap disini maka akan dia lakukan, begitupun sebaliknya jika aku ingin dia pergi akan dia lakukan. Dari versi dia aku dapat menyimpulkan bagi dia dan masa lalunya sudah putus, tapi bagi masa lalunya tidak.
Aku memutuskan menyuruhnya pergi. Dan inilah akhir kisah cintaku. Setelah lulus Dia kembali ke masa lalunya tapi itu tidak berlangsung lama. Karena masa lalunya menikah dengan orang lain. Ini sangat menarik. Dari 5 tahun lalu sampai sekarang dia hanya sesekali mengechat ku. Obrolannya juga beragam seperti, mengomentari aku yang tidak memakai hijab, mengatakan cantik pada storyku, tapi kebanyakan ia mengomentari penampilanku.
Ah iya tahun lalu setelah lama tidak bertemu. Aku dan dia dua kali berpapas. Pertama pas hari raya idul fitri, dia berboncengan dengan perempuan. Kedua pada pagi hari aku pulang belanja dari tokoh, dia lewat dengan motornya sendirian.
Dan dua kalipun dia mengechat ku mengatakan apakah itu aku. Baiklah kita berhenti disini aku terlalu banyak mengatakan tentang dia.Ini masalah yang lebih rumit. Atau aku saja yang memperumitnya. Ini tentang keluargaku dan aku. Sebenarnya ini tidak sulit aku hanya perlu menunggu hingga mereka menemukan teman yang cerdas untuku. Maka aku akan mudah untuk mendapatkan izin untuk keluar. Tapi itu tidak sesederhana itu mereka tidak tahu betapa sulitnya menyesuaikan diri untuk terlihat pantas. betapa sulitnya berperilaku baik, dan betapa sulitnya berteman dengan orang yang tidak sefrekuensi.
Mereka tidak tahu ke inginan terbesarku adalah bebas. Dari jeruji tak kasat mata yang mereka buat. Tidak ada yang tahu hanya aku yang melihatnya. Aku tau itu demi kebaikanku tapi apa mereka tidak bisa memberiku kepercayaan. Aku ingin di percaya hanya itu. Aku tidak apa apa tidak bisa seperti orang lain yang bisa beli baju bagus, beli apa yang mereka suka. Aku sungguh tidak apa apa dengan itu. Aku hanya ingin kepercayaan itu. Orang tuaku kakakku aku tau mereka menganggapku tidak bisa apa apa. Mereka salah aku tidak bisa apa apa itu karena keterbatasan yang mereka buat tanpa sadar.
Terlebih dari kekesalanku itu. Aku masih bersyukur masih memiliki keluarga yang lengkap. Tidak masalah dengan aku yang pengangguran ini. Walau aku tau mereka sebenarnya bukan ini yang mereka harapkan dari aku. Seberapa kesal aku, aku masih bisa melihat melihat sisi positif dari apa yang mereka lakukan. Karena itu aku masih bisa bersabar sampai aku mengetik ini dan mungkin berlanjut entah sampai kapan.
Keluarga ku adalah keluarga cemara dari luar. Orang-orang melihat keluarga ku hanya dari permukan tenang saja. Tapi memang itulah yang harus di lakukan sebuah keluarga, seberapa pelik masalah kita tidak boleh mengumbarnya keruang publik.
Terima kasih untuk diriku yang telah berjuang sampai sekarat.
KAMU SEDANG MEMBACA
End of the
Non-FictionDon't expect this too high just complaints from a youngest child.