Indira, gadis yang beranjak dewasa ini adalah gadis yang pintar namun ia sangat susah untuk bersosialisasi. Walaupun begitu dia memiliki banyak teman bahkan sering dijadikan tempat curhat oleh teman-temannya. Indira sering di unggul-unggulkan oleh temannya namun Indira hanya menganggap itu hanyalah kata-kata yang tidak perlu dibanggakan.
"hai Indira" sapa teman sekelasnya
"hai juga"
"mautanya mata kuliah yang tadi boleh gak? ga paham nih" keluh temannya Indira
"boleh"
Begitulah Indira, dia selalu mau membantu temannya yang tidak paham tentang mata kuliah yang ditempuh. Selalu Welcome meskipun memang jawabannya hanya singkat dan padat. Namun semua yang sudah kenal Indira pasti paham dengan sifatnya.
"Pintar banget sih kau, ra" puji temannya
"biasa aja kali, gausah lebay"
"kenapa sih selalu begitu, ra. kalo di puji itu bilang makasih kek!" sahut teman Indira
"terserah gue lah, hidup-hidup siapa? hahaha" Indira memang beda dengan yang lain, ia terkesan orang yang cuek dan gak peduli sama omongan orang.
"sudah kan? aku duluan ya" sambung Indira
"eh makasih ya, ra" teriak temannya
"ok" sahut Indira sambil berjalan dengan cepat
Seperti biasa, Indira adalah anak rumahan yang tiap selesai kuliah dia selalu pulang ke rumah. Ketika teman-temannya asyik nongkrong di warung kopi, Indira lebih memilih untuk rebahan di kasur kamarnya dan menikmati alunan musik kesukaannya. Indira akan beranjak dari kamar jika memang kewajiban sudah memanggilnya, selebihnya ia berkegiatan menghadap laptop dan layar ponselnya. Bahkan orang tuanya tidak tahu apa yang dilakukan Indira dengan barang elektroniknya. Yang jelas Indira bukan bermain game online yang sedang viral dikalangan teman-temannya.
"ra, Indira"
"iya Bunda"
"betah banget kamu dikamar, main HP mulu"
"enggak"
"tadi tante telfon bunda, dia kasik kabar kalo anaknya di terima jadi PNS" cerita bundanya dengan semangat dengan HP yang masih ditangannya.
"ohh.. Syukur lah" sahut Indira yang terkesan singkat
"kamu itu jangan malas-malas, ra. sepupu kamu aja bisa jadi PNS masak kamu enggak"
"dengerin itu, ra" sahut buyanya dari ruang tengah
"iya-iya bunda" sahut Indira dengan malas
Indira sudah sering berdebat dengan bunda maupun buyanya. Ia tidak suka dibanding-bandingkan dengan orang lain. Indira memang ingin membahagiakan orang tuanya tapi dengan caranya sendiri.
"indira masuk kamar lagi yan, bun"
"ngapain sih, main HP lagi, emang ada siapa di HP? ada pacar kamu?" sahut bundanya dengan nada yang agak keras
"bunda ini kenapa sih? Indira mau istirahat. Capek selesai kuliah"
"kamu kira bunda ga cape bersih-bersih rumah?
Indira lebih memilih diam dari pada menjawab pertanyaan bundanya yang sering diutarakan. Indira sudah hafal bagaimana orang tuanya dan dia sudah capek untuk berdebat.
"ra, kalau kamu punya cita-cita itu yang tinggi, gantungkan diantara bintang-bintang. Jangan malas-malas" ucap buyanya sambil menghampiri indira ynag hendak kembali masuk kamar.
"kalau punya cita-cita itu ya diwujudkan, kalo digantung itu namanya jemuran" sahut Indira sambil menutup pintu kamar.
"kamu itu kalau dikasih tau selalu begitu, ra" sahut bundanya
"dari dulu yang namanya cita-cita itu diwujudkan bunda, bukan hanya digantungkan atau sekedar di ucapkan. sudah, doakan Indira biar jadi orang yang sukses dan bahagia" sahut indira dari dalam kamar
"ini anak, selalu begitu" keluh bunda Indira kepada Buyanya
"iya sudah, namanya juga anak muda" sahut buya Indira
Indira bukan anak yang durhaka, ia adalah anak yang penyayang. Namun ia hanya gengsi untuk mengungkapkan rasanya itu kepada bunda dan buyanya. Ia lebih memilih untuk membela diri bukan untuk mengajak debat bunda dan buyanya.
Dimata kedua orang tuanya, Indira adalah anak yang memang pintar namun ia penentang. Bagi orang tuanya, sikap Indira ada dua sisi yakni sisi positif dan negatif yang imbang. Sehingga agak sulit untuk mengubah sikap Indira karena sudah terlalu mendarah daging sifat-sifatnya.
didalam kamar, indira kembali berkutik dengan gadget dan laptopnya. dia melakukan segala yang membuat dia bahagia. jari-jari mungilnya berselancar lancar di layar gadgetnya, menari nari indah untuk membalas satu persatu chat yang masuk di akun media sosialnya.
"sudah lama aku ga bikin story" gumam Indira
Indira memang anak ynag aktif di media sosial, namun dia tidak suka mempublikasikan kegiatan-kegiatan dia di media sosial, maka dari itu ia jarang sekali membuat story instagram maupun WA dan ynag lainnya. berbeda dengan teman-temannya yang setiap saat harus mengupdate kegiatan bahkan mau makan pun harus upgrade foto dulu :).
dengan background dinding kamar yang polos, dalam storynya Indira menuliskan "Pada akhirnya aku mengerti, akan ada hati yang patah untuk setiap kisah yang pernah indah".
Indira lebih senang berbagi story dengan kata-kata meskipun orang lain menganggap kata-kata itu unfaedah. Karena Indira yakin, bahwa setiap tulisan yang ia tulis pasti memiliki penggemarnya tersendiri. Indira tidak bermaksud untuk merujuk ataupun menyindir perasaan kepada seseorang, ia memang suka dengan puisiyang kata-katanya di bungkus dengan indah. syukur-syukur kalau ada yang suka dengan secuil story-story yang dibuat Indira.
selang beberapa menit setelah mempublikasikan story, terdengar suara notifikasi dari HP Indira. Ternyata dari Nabila teman Indira, dan satu Notifikasi lagi yang Indira tidak kenal dengan nama akun tersebut.
"ih, si Nabila, ntar dulu deh"
"satu lagi siapa coba, atas nama UjungPena? bodo amat lah, ga kenal juga sama orangnya"
Indira beranjak dan mau istirahat, chat dari Nabila di abaikan untuk sementara sampai nanti Indira bangun tidur baru chat Nabila akan dibalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
PADA DADAMU, PADA DO'AMU ADALAH BAHAGIAKU
ChickLitIndira Zulfah Elmira, wanita rumahan yang memiliki skill akademik yang mumpuni namun susah bersosialisasi. Baginya hidup adalah kebebasan bukan batasan, meski tetap ada hal-hal yang layak dilakukan dan dijauhkan. Memiliki keinginan hidup bebas namun...