Insecure

24 2 0
                                    

Namaku Masayuki Hori. Hari ini aku membuat keputusan yang tidak terduga selama 17 tahun hidupku.

"Ayo kita pacaran," kataku padanya.

Bibirnya melengkung, dia tersenyum lebar.


"Masih ngantuk, senpai?" Mikoshiba, kouhai berambut merah yang juga sering menggambar latar bunga bling-bling di manga-nya Nozaki. 

"Pusing aku tuh," jawabku yang sedari tadi menempelkan jidatku di tembok koridor.

"Pusing? Pusing memilih rute di dating simulator?" anak itu tertawa. "Senpai tahu kepada siapa harus berkonsultasi!" katanya dengan bangga.

"Bukan simulator lagi," lanjutku, "Aku beneran punya waifu.."

Mikoshiba terkejut lalu mengeluarkan suara 'heeeeeeeehhh' keras yang membuatnya mendadak dipandang oleh seluruh siswa di koridor. Sontak kuangkat kepalaku, kubuat gestur menyuruhnya diam.

Setelah semuanya terkondisikan, Mikoshiba berbisik. " Siapa cewek yang nggak beruntung itu?"

"Ehm," berdeham. Kemudian kujawab dengan lirih, "Kashima."

"NANIIIII?!!" Mikoshiba mengeluarkan suara yang keras lagi. "Ini sih senpai yang nggak beruntung!"

"Ssssshhhh..." kuangkat kedua tanganku untuk memintanya berhenti bereaksi heboh.

"K-kok bisa?" Mikoshiba mulai berbisik-bisik.

"Yah, terjadi gitu aja."

"Gitu aja gimana?" cowok yang lebay ini mulai menginterogasiku dengan serius.

"Tiba-tiba tadi pagi aku bilang: Ayo kita pacaran.." ujarku lebih lirih.

Raut wajah yang serius tadi sedetik kemudian berubah menjadi mengejekku. "Apa-apaan itu? Sok keren," dia terkikik sambil berbisik. "Ayo kita pacaran.." dia meniru ucapanku sebelumnya. "Nggak banget..." tawanya.

"Arrrghh!!" kuacak-acak rambut merah kouhaiku yang menyebalkan itu. "Masalahnya baru kali ini aku pacaran tahu!" tidak sengaja aku mengatakannya dengan suara yang bisa didengar oleh seluruh manusia yang ada di sana.

Malu mampus!

Kemudian kuajak Mikoshiba ke kantin...

"Wow!" gumam Mikoshiba sambil melirik ke arah meja lain yang penuh sesak oleh gadis-gadis. "Senpai payah deh," ujarnya setelah melemparkan pandangannya padaku yang tengah mengaduk racikan sambal, kecap, dan mie ayam.

"Kenapa aku payah?" tanyaku.

"Senpai terlalu santai jadi pacar. Lihat," dia menunjuk—dengan gerakan mata— seseorang di pusat gerombolan gadis-gadis itu. "Pacar senpai direbut mereka."

"Nggak ada yang merebutnya," ujarku kemudian memakan mie ayam menggunakan sumpit. Sambil mengunyah makan siangku, kulirik sebuah meja yang dipenuhi kehebohan suara cewek-cewek. Terkadang mereka tertawa. Terkadang mereka memuja-muja. Terkadang mereka memanja-manja. Diantanya ada yang memberi suapan gorengan pada seseorang yang paling bersinar di sana: Kashima.

"Hei," kataku pada Mikoshiba yang hanya dibalas dengan suara hm. "Kalau udah jadian begini aku harus ngapain?" tanyaku masih sambil memandang ke arah manusia yang dijuluki pangeran itu.

Mikorin menghentikan aktivitas makannya. Dia mengangkat salah satu tangannya dan diletakkannya di depan mulut. "Ehm, jadi ceritanya senpai lagi konsul masalah percintaan padaku?" Dia kelihatan berbinar-binar, benar-benar cowok yang suka bereaksi lebay. "Karena baru hari pertama jadian, gimana kalau pulang bareng?"

"Kayaknya saban hari aku pulang bareng sama dia deh," balasku.

"Ah iya. Kalian kan pulangnya searah." Mikoshiba manggut-manggut sebelum membisikkan ini dengan semangat, "Nanti pulangnya gandengan tangan!"

...

Seperti biasa, setelah kegiatan ekskul drama, aku dan Kashima pulang bersama. Setelah turun dari angkutan kota, aku berhenti sejenak sambil memandang Kashima yang melangkah mendahuluiku. Dia mengenakan jaket sekolah yang sporty. Rambut birunya yang pendek terkadang tertiup angin. Bahkan dari punggung hingga ujung kepala, dia cukup luar biasa menariknya dibandingkan denganku. Aku merasa sangat kalah penampilan darinya.

"H-HORI SENPAIII???" Kashima menyadari kalau aku tertinggal di belakangnya. Dia panik celingukan sampai akhirnya membalikkan badan dan merasa lega setelah melihatku.

Ah, lihat!

Alisnya. Hidungnya. Matanya. Senyumnya. Gaya rambutnya. Dipandang dari depan saja dia sudah membuatku merasa tidak cukup keren.

Kashima itu menyebalkan.

Dia lebih tinggi dariku. Dia berteman dengan anak-anak gaul di sekolah kami. Selalu masuk peringkat lima besar di kelasnya. Selalu jadi pemeran pangeran di setiap pementasan drama kami. Bahkan dia pernah menang telak memikat hati para gadis di kencan buta saat menggantikan Mikoshiba.

Kenapa dia lebih keren dariku?

"Senpai?" panggilannya membuatku tersadar dari celotehan otakku yang sama sekali tidak membangun itu.

Kakiku melangkah mendekatinya. Kutarik napasku dan memberanikan diri meraih tangannya.

Tidak ada satu kata keluar dari mulut kami selama melalui gang hingga di depan rumahnya. Terkadang kulirik Kashima. Tidak seperti biasanya, wajahnya memerah dan pandangannya tertuju ke bawah. Dia bisa tersipun malu ternyata.

Inikah kelemahannya?

Kelemahan yang imut!

Kenapa sampai kelemahannya saja dia nampak begitu menawan?

AH!!!

Walaupun kelihatannya dia lebih tampan dariku, bagaimana pun juga Kashima Yuu tetaplah perempuan.

KASHIMA PACARKU YANG GANTENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang