2004, Mokpo City
"Nak, tunggu sini, jangan ke mana-mana ya," ujar pria berjaket jeans berpikul gitar kepada anak berumur 4 tahun di depannya dengan napas sedikit terengah.
Sambil merapikan rambutnya yang sedikit basah dari keringat, ia segera berlari masuk melewati pintu kayu di depannya setelah ia melihat bocah itu mengangguk patuh pada perintahnya.
Setibanya pria itu di dalam, langkah cepatnya terhenti ketika ia mendengar suara alunan musik sudah mengisi ruangan itu dan sosok seorang pria yang nampak lebih tua datang menghampiri dirinya dengan kesal.
"Sudah jam berapa ini?! Kau tau kau seharusnya sudah tiba di sini sejak satu jam yang lalu!"
"Maaf, pak. Saya tau saya salah, tapi itu karena–"
"Karena apa? Karena kamu tidak bisa menemukan orang untuk menjaga anakmu itu lagi malam ini?" Sebut pria yang lebih tua sambil menunjuk ke arah jendela yang memperlihatkan punggung seorang anak yang duduk manis di tangga pintu masuk tempat itu.
Yang lebih muda pun langsung tertunduk dan dengan nada pelan mengaku, "Iya, pak."
Melihat pria muda itu tertunduk lesu, yang lebih tua pun terdiam sejenak, amarah pun menjadi iba.
"Donghae, terakhir kau membawa anakmu itu, kau hampir membuat bar ini terkena denda karena ia masih di bawah umur. Sekarang kamu lebih baik pulang saja, kasihan anakmu itu. Di luar sekarang 15 derajat, pasti kedinginan. Lagipula ini sudah pukul 9, sudah waktunya anakmu tidur. Untung kami bisa dengan cepat mendapatkan penggantimu untuk main malam ini."
Donghae pun menolehkan kepala ke sisi kanannya dan mendapatkan pandangan punggung mungil yang sedikit menggigil karena cuaca dingin, "Baik, pak. Saya minta maaf sekali lagi, untuk selanjutnya saya tidak akan telat lagi."
"Saya pikir sepertinya lebih baik tidak ada selanjutnya lagi. Pekerjaan ini tidak cocok untukmu, Donghae."
Mata Donghae pun terbuka lebar dan dengan refleks menggapai tangan pria di depannya, memohon, "Pak, saya mohon, jangan pecat saya. Ini pekerjaan saya satu-satunya untuk menghidupi saya dan anak saya. Anak saya sebentar lagi juga harus mendaftar sekolah."
"Di luar sana masih banyak pekerjaan lain, lebih baik kamu mencari pekerjaan yang memungkinkan untuk bisa sembari menjaga anakmu itu."
"Pak, selama bertahun-tahun saya mencari pekerjaan sana-sini, jujur sulit, pak. Saya mohon, saya tidak akan mengulangi kejadian malam ini," ujar Donghae sembari setengah membungkuk, berharap pria itu berubah pikiran.
"Kamu orang baik, Donghae. Pasti ada yang mau mempekerjakan kamu," ucap pria berseragam hitam itu sembari perlahan melepaskan genggaman kuat Donghae.
"Saya harus kembali ke dalam. Saya doakan yang terbaik untukmu dan anakmu."
Melihat pria itu berbalik darinya, seketika isi kepala Donghae menjadi sunyi dalam ruangan yang penuh terisi dengan alunan musik dan nyanyian merdu wanita asing yang berada di atas panggung bar itu.
Merasa linglung, tangannya menyisir rambutnya frustrasi. Donghae sudah terbiasa dengan hal seperti ini, tapi ia tidak menyangka akan mengalaminya lagi malam ini.
Donghae sangat membutuhkan bayaran yang seharusnya ia dapat malam ini untuk pendaftaran sekolah anaknya. Walau untuk kehidupan sehari-hari saja sudah sulit, tapi untuk pendidikan anaknya Donghae akan melakukan apa saja untuk mengubah nasib anaknya agar tidak seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
House of Lies: Freedom | JENO
FanfictionIni cerita tentang keluarga Jeno dan semua hal yang tersembunyi di dalamnya. ❝Jeno gak perlu punya uang banyak, yang penting papa selalu ada di sisi Jeno.❞ © xoxsoo, February 2022