7 November 2020
Hening, di bangku taman yang nampak damai dari setiap sudut, seorang gadis betambut cokalt tengah duduk dengan damai di bangku taman, senyum nya tak terelakan mengingat saat ini cuaca sedang cerah nya.DRRRRTTT...
Ponselnya bergetar, ada pesan masuk...
"Rie~kuma, Kau tidak lupa dengan hari ini kan? aku tunggu di tempat biasa,
I love you".Semburat senyum tersungging dibibir kecil dan tebal milikku, dan mulai membalas pesan masuk tersebut,
"aku takkan lupa, I love you too.."
THROWBACK MODE: ON...
Musim gugur, 12 September 2011, 05:29 sore, Dengan tergopoh-gopoh Rin berjalan menyusuri taman kota tanpa alas kaki, memar-memar dilutut, rambut teracak-acak, beberapa luka dilengan dan seragam yang kotor. Mata sayu nya berusaha menahan tangis sambil terus menahan rasa sakit yang ada ditubuhnya, sampai akhirnya,
BRUKK..
Rin tak sadarkan diri hingga terjatuh, namun..
"Kau tidak apa-apa?" Tanya seorang laki-laki tinggi yang membopoh Rin ketika Rin setengah sadar, suara yang mugkin membuat semua gadis disekitarnya terpana, karena suara bass yang lembut itu tengah menggetarkan hatinya.
Rin hanya terdiam dengan mata yang seolah memelas, "tolong jangan kasihani aku". Namun dirasakannya sentuhan Toru yang terasa seperti sengatan, hal tersebut membuatnya segera sadar dari pingsannya..
"Astaga, lihat lutut mu!! Kakimu berdarah. " ujar lelaki tersebut khawatir. Laki-laki ini, berambut cepak, bertubuh tinggi dan bermata sayu, cukup tampan bagi Rin.
"A-aku tidak apa-apa..aku hanya.."
"Bodoh!! Aku melihat semuanya, digudang kan?" bentak Laki-laki bertubuh tinggi tersebut.
"Apa kau melihatnya?" tanya Rin cemas, mengingat saat ini kondisi nya sangat tidak memungkinkan untuk menarik hati pria yang telah mengalihkan pikirannya saat ini.
"Kau tak perlu tahu, aku akan mengantarmu pulang. Bukannya kereta bawah tanah akan berangkat 20 menit lagi," ujar nya sambil membantu Rin berdiri.
"Pergilah, aku bisa pulang sendiri." jelas Rin sambil berusaha menyeimbangkan tubuhnya ketika berdiri.
"Tapi kau.."
"Ku mohon jangan kasihani aku. Aku sangat malu jika aku naik kereta bawah tanah dengan kondisiku yang seperti ini. Aku jalan kaki saja. Lagipula, apa kau tak malu pulang dengan ku? Terimakasih sudah menolong ku. Selamat tinggal." ujar Rin sambil menunduk dan berlalu pergi dari hadapan pria tersebut.
Rin berjalan semampunya, menyeret kakinya yang masih sakit, Rin tak bisa membayangkan bagaimana ahkir dari hari ini, dia telah dipermalukan sebanyak dua kali. Bulir-bulir air pun jatuh dari matanya, seakan meratapi nasibnya yang benar-benar buruk dan sialnya,
BRUKK!!
Tak sampai 2 meter Rin melangkah pergi dari laki-laki itu, dia terjatuh lagi, kali ini dia tersandung batu.
"Awww!!!"
Rin mengaduh kesakitan, darah pun mengalir dari lutut putihnya.
"Sudah kukatakan padamu, berhentilah memikirkan rasa malu mu, yang penting sekarang adalah kau harus sampai dirumah dengan selamat." ujar laki-laki itu lagi, kali ini dia menggendong Rin tanpa permisi. Segera Rin meronta untuk diturunkan. Tapi apa daya, kekuataannya sangat lemah jika dibandingkan dengan laki-laki yang saat ini menggendongnya.
Dalam perjalanan menuju stasiun kereta bawah tanah, keduanya terdiam. Entah karena udara dingin yang membekukan lidah mereka, namun mereka seakan enggan untuk memulai pembicaraan hingga mereka masuk ke dalam kereta.