•••
Masih berkumpul di ruang tengah, obrolan mereka masih berlanjut. Namun, topik pembicaraannya Andro ubah ketika melihat perbedaan suasana antara Vioner dan Jirham. Andro memang peduli dengan masalah mereka, tetapi tidak untuk dibahas hari ini. Andro merasa ia perlu memberikan waktu lebih untuk melihat secara diam-diam permasalahan mereka berdua.
"Oh iya, Yah. Tadi kan Fiko main ke rumah Vioner dan kami ngobrol-ngobrol. Vio katanya mau kuliah bareng Fiko," ucap Fiko.
"Oh, bagus dong. Nggak sia-sia Ayah beliin perlengkapan kuliah waktu itu. Jadi kapan Vioner mau daftar kuliahnya? Ayah bakal nyisihin waktu kalau perlu," ujar Andro senang.
"Tapi saya nggak tau Papa bakal setuju atau enggak," ucap Vioner.
"Apa yang nggak setuju, Vi? Pendidikan itu perlu bagi semua orang. Apalagi kalau kita mampu. Sekolah yang tinggi dan raih gelar yang kamu mau," protes Andro.
"Tapi kan katanya perlu tanda tangan orang tua juga, Yah. Buat berkas-berkasnya 'kan?"
"Iya juga sih, Fik. Tapi gapapa, Vio bilang aja sama Papa Dika dulu. Kalau dia nggak setuju, Ayah yang datangin," ucap Andro, membuat Vioner menoleh bingung.
"Ayah kenal sama Papa?"
"Teman Ayah," sahut Andro tersenyum.
Juna menaruh cangkir dia atas setelah menandaskan air di dalamnya. Suara perpaduan cangkir yang menyentuh meja kaca itu menjadi atensi Andro seketika.
"Ada apa, Jun?"
"Juna mau ngomong sesuatu, Yah," ujarnya serius.
"Ngomong aja. Ada masalah apa?"
"Bukan masalah sih. Emang muka Juna keliatan kayak biang masalah."
"Bukan gitu. Kali aja ada masalah."
"Juna mau kawin, Yah. Hehehe."
"HAH?!" Andro, Fiko, dan Jirham terkejut. Sedangkan Vioner hanya membulatkan matanya.
"Juna, kamu nggak habis nonton naninu, kan?" tanya Andro curiga.
"Yaelah naninu. Ngapain. Nggaklah, belum saatnya. Juna serius mau kawin. Eh, kawin apa nikah si?"
"Yang jelas kenapa kamu tiba-tiba minta kawin? Kuliah aja belum lulus kok," sahut Andro.
Juna menutup wajahnya dengan bantal sofa karena malu. Menutup mulut yang sedari tadi tak bisa berhenti tersenyum. Jirham sudah menampakkan wajah julidnya.
"Gini ... ayangnya Juna mau datang mingdep, Yah. Jadi ... ah gimana ya ngomongnya. Takut dia pergi lagi dan malah lupain Juna. Udah lama loh kami berpisah. Gimana dia tertarik sama bule di sana? Lebih baik nikahin, kan? Nyari aman, Yah," ujar Juna.
Terdengar helaan napas dari Andro. Andro menatap Juna dengan tatapan pasrah. Juna hanya menunjukkan cengirannya.
"Namanya nikah itu mau cari pendamping hidup, cari ridha-nya Tuhan. Mau melengkapi separuh agama. Bukannya supaya dia nggak diambil orang atau jatuh hati ke orang lain. Jodoh itu sudah ditetapkan, Juna. Bahkan jauh sebelum kamu terlahir ke dunia, skenario hidupmu dari awal ditiupkan ruh sampai ruh kamu dicabut dari ragamu, itu udah tertulis. Kamu cuma menjalankan apa yang ada di skenario itu. Tapi kamu juga bisa improv skenario itu. Dengan cara apa? Berusaha dan berdoa. Dua itu yang mampu memperbaiki skenariomu dan tentunya karena kehendak Sang Pencipta. Jangan terlalu dikhawatirkan, jalani aja. Nggak usah resah dia jauh di sana, sedang apa dia, lagi sama siapa. Nggak usah resah. Dia yang emang jodoh kamu, pasti bakal kembali kepadamu. Kamu tempat hatinya berlabuh. Tapi kalau dia jodoh orang lain, ya nggak akan kembali ke kamu. Masa kamu maksa! Nggak akan bisa, Junaid," tutur Andro panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...