Yang Tertangkap

114 24 81
                                    

Empat pasang kaki dengan sandal pasaran warna-warni berdiri di depan pintu kayu yang terbuka lebar. Putih, biru, hijau, dan merah, sudah cocok menjadi poster demo yang biasa terpampang depan gedung DPR.

Tapi tidak, bukan demo lah tujuan mereka (dengan ilegal) masuk rumah ini!

Yang memimpin, Mafu, mengeluarkan kamera dan selfie bersama tiga temannya itu. "Untuk keberhasilan kita setelah bersusah payah buka pintu pakai peniti..."

"Cheese!"

Sakata langsung siap berpose ala-ala Power Ranger. Tidak salah Mafu memilihnya untuk mengisi peran badut di kelompok vlog itu.

Ceritanya, beberapa waktu lalu, Mafu melakukan vlog ke salah satu terowongan horor di daerahnya. Ia baru saja akan memutuskan bahwa kebelet BAB di sekolah lebih menyeramkan daripada tempat tersebut, sebelum jatuh tersandung sesuatu.

Ternyata, "sesuatu" tersebut ialah sesosok berkaus oblong merah dengan sarung kotak-kotak coklat. Segera ia mengetahui bahwa namanya adalah Sakata, dan ia sedang mencoba memecahkan rekor hidup di terowongan selama 40 hari tanpa makan dan minum.

Alasan Mafu merekrut Soraru dan Urata pun tak jauh bermakna. Ia pernah membaca bahwa hantu lebih tertarik kalau korbannya menjerit ketakutan, jadi pasti Soraru akan ditangkap pertama. Kalau artikel itu salah dan ternyata hantu lebih menyukai manusia yang garang, maka siapa lagi yang lebih cocok dibanding si preman pangkalan ojek Urata?

"M— Mafu... kamu yakin?"

Tuh kan, Mafu baru menutup pintu saja Soraru langsung gemetaran.

"Tenang saja, Soraru-san. Kalau ada aneh-aneh kita tinggal keluar...."

Sikap kalem Mafu seketika luntur saat menyadari pintu itu macet. Sakata tertawa, wajah Soraru pucat pasi, Urata menepuk dahi.

Si brunette memarahi Mafu, "Makanya jangan ditutup, bodoh!"

"Ya kalau gitu enggak seru, bodoh!"

Pertikaian "siapa-yang-bodoh" pun pecah antara Mafu dan Urata, menyisakan Soraru memojok dan terus merapalkan mantra, "Demi uang. Demi cuan. Demi lima puluh ribu rupiah dibayar tunai tanpa kredit."

Sakata geleng-geleng kepala. "Jangan berantem terus dong gaes. Nanti hantunya mikir generasi sekarang PMS-an banget."

Walau masih sedikit dendam, pasangan yang bertengkar pun berhenti cekcok mulut. Mafu juga kembali dengan persona berbinar-binar sejuta watt-nya.

"Kamera kalian semua sudah siap?"

"Udah," Urata memperlihatkan kamera perekam di tangannya. "Tapi kenapa sih kita semua harus megang kamera? Enggak bisa elu aja?"

"Aku belajar dari kesalahan." Mafu tertawa. "Pas rekaman di terowongan itu, kameraku secara misterius hilang, bahkan sebelum aku bisa lihat hasil videonya. Jadi kita bawa kamera masing-masing karena hantunya enggak mungkin semaruk itu, 'kan?"

"Pasti!" sahut Sakata.

Urata manggut-manggut. Mereka pun mulai merekam, menyisir segala sisi lantai pertama rumah tersebut dengan teliti. Tidak ada yang aneh, hingga tiba-tiba Mafu terus-terusan bersin tanpa henti.

"Hachu!"

"Waduh Mafu, kamu..." Sakata bergidik.

"Bukan woi! Hasilku negatif, kok."

Rencana mereka untuk lanjut ke lantai dua pun ditunda karena Mafu yang tak kuasa menahan bersin hingga liurnya mengotori lensa kamera. Selagi mengelapnya bersih, mereka mengobrol sejenak.

Sebenarnya Mafu sudah penasaran akan hal ini dari tadi. "Kenapa rumah ini katanya angker, sih? Aku ke sini gara-gara ditarik Sakata, jadi belum nyoba nyari info dulu."

"Oh itu," jawab Urata, sudah melupakan pertikaian bodoh-bodoh-an tadi, "gue baca ini dari pesan berantai. Katanya sih si pemilik rumah berpulang gara-gara HP Nokia-nya jatuh ke muka pas chatting sambil tiduran. Tulang hidungnya sampai remuk, bro."

"Hush! Gak boleh nyebar hoaks!" sela Sakata, sebelum ia celingak-celinguk sana-sini.

Semula Mafu juga Urata ingin bertanya apa yang ia cari, namun Sakata sudah duluan menjawab pertanyaan mereka (dengan pertanyaan lain).

"Gaes... Soraru mana, ya?"

Tepat setelahnya, terdengar suara teriakan juga pintu digedor-gedor dari atas mereka.

"Demi cuan! Jangan bunuh aku, Ya Hantu Penunggu, masih ada adik untuk kunafkahi! MAFUUUUUU!"

Tanpa basa-basi ketiganya menaiki tangga. Pintu demi pintu mereka buka, hingga memasuki ruangan terakhir di mana Soraru sedang bersujud sembari menangisi keputusan hidupnya.

"Soraru-san!" Mafu ikut terduduk di sampingnya. "Kamu enggak papa?"

"'Enggak papa' gundul pala elu, Maf! Itu Soraru lagi nangis elu bilang enggak papa."

Soraru menunjuk ke sudut ruangan dengan jari bergetar seperti saat Dokter Aneh memberitahu kemungkinan 1 di antara 14 juta pada Lelaki Besi.

Mafu dengan hati-hati mendekati kardus di sudut ruangan, bersiap akan segala kemungkinan. Tangan yang menyeretnya menuju dunia lain? Kandang tuyul? Atau mungkin, kuyang?!

Namun apa yang ditemukannya jauh lebih mengagetkan dari semua kemungkinan di atas.

"HACHUH!!"

Dua anak kucing loncat ke dalam pelukannya, membuat dirinya kembali bersin. Lucu sih, tapi tolong, ia menderita.

Mengetahui hal itu, Urata segera memasukkan dua anak kucing tersebut kembali ke kardus dan membawanya sendiri. "Elu... alergi kucing?"

"...Jangan ketawa."

Naasnya Urata tertawa, mana sampai bengek lagi. Mafu bersungut, tapi lalu kemudian memandang dua makhluk berbulu itu dengan perasaan sayang. Alergi bukan halangan baginya untuk mengadopsi mereka, 'kan?

"Maf..." Soraru mencoba berbicara setelah mentalnya ambruk tadi. "Itu... namanya...."

"Oh! Yang putih ini kunamain Iroha, soalnya bulunya putih," terang Mafu, tak sempat melihat Soraru yang geleng-geleng kepala. "Kalau yang satu ini Poteto."

"Kenapa?" tanya Urata.

Mafu menunjuk kardus. "Kardus keripik kentang."

Urata kasihan pada Poteto yang namanya sungguh tidaklah elit dibanding saudarinya.

Menyudahi vlog hari itu, semuanya kembali ke pintu utama, yang ajaibnya sudah bisa terbuka seperti semula. Mafu memapah Soraru yang masih terguncang mental, sementara Urata setia mengangkut kardus berisi dua anak kucing yang terus mengeong.

"Maf...."

Soraru kembali mencoba berbicara saat mereka mencapai halaman depan rumah. Wajahnya masih penuh kengerian, membuat Mafu menaikkan alis dan berhenti.

"Itu... orang yang namanya Sakata itu... pas kamu ketemu sama dia, udah berapa hari di terowongan?"

"Um... katanya dua puluh tujuh, sih. Tanya aja ke dia langsung— eh?"

Sakata tak dapat ditemukan di mana pun.

Ekspresi Soraru mengecut. "Manusia... manusia cuma tahan tujuh hari tanpa air, Mafu."

Mafu juga Urata pun ikut resah kala mengingat fakta itu. Wajah keduanya menjadi seputih kertas.

"Sebentar...."

Mafu mengeluarkan kamera, dengan cekatan membuka album. Tangannya menekan tombol kembali, hingga sampai di foto pertama yang mereka ambil hari itu.

Ia jatuh lemas. Dengan tangan yang bergetar, ia menunjuk foto mereka di depan pintu. Mata pun berkunang-kunang. Mereka yakin, bahwa seharusnya ada seorang lagi di samping Urata.

.
.
.

Namun yang tertangkap di layar hanyalah mereka; hanya tiga orang sahaja.

.
.
.

Yang TertangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang