0.0

25 3 1
                                    


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Terlihat seorang gadis mungil tengah berjalan di pinggir trotoar dengan bersenandung lirih diikuti lompatan kecil dari kaki mungilnya. Para pejalan kaki lain dibuat gemas oleh tingkahnya.

Gadis mungil itu adalah Popy Alleandri, wajah cantik dengan rambut coklat panjang, mata bulat yang bersinar membuat Popy terlihat seperti boneka hidup.

Hari ini dia akan menemui sang ibu yang tengah bekerja menggantikan sang nenek yang sedang sakit. Itulah mengapa dia sangat senang, beberapa hari terakhir dia tidak bertemu sang ibu membuatnya rindu. Apalagi kegiatan sekolah yang padat karena sudah kelas XII. Mumpung libur semester dia menyempatkan untuk menjenguk sang ibu.

Saat ini dia berada di depan sebuah rumah–mansion–besar bak istana. Mulutnya tak berhenti berkata 'Wow', rumah ini pasti mahal jika dijual, pikirnya.

Banyak pengawal berjaga di setiap tempat, begitupun di depan gerbang masuk mansion tersebut. Mereka memperhatikan siapa gerangan gadis mungil ini. Karena tak tahan dengan keimutan gadis itu, salah satu dari mereka menghampirinya.

"Hey, mencari siapa?"

Popy berjingkat kaget mendengar suara pengawal itu. Melihat jika di depannya ada salah satu pengawal, Popy segera tersenyum lebar.

"Halo, om!" sapanya dengan riang.

Pengawal itu mengernyit mendapat sapaan gadis dihadapannya ini. Hei, dia tidak setua itu untuk dipanggil om! Dan lagi, wajah tampannya tidak cocok dengan panggilan itu.

"Siapa yang kau panggil om?!" protesnya tak terima.

"Tentu saja om, memang siapa tadi yang menyapa ku dulu, huh!" salah satu sifat buruk Popy yaitu tidak mau disalahkan. Namun demikian apa yang diucapkan adalah hal sebenarnya. Popy tidak pernah diajarkan untuk berbohong oleh ibunya, dia memegang sebuah prinsip 'Jujurlah meskipun menyakiti'.

"Ya ya terserah mu, sekarang apa yang kau lakukan disini bocah," tanyanya sekali lagi. Popy yang mendengarnya teringat tujuan utama dari kedatangan nya kemari.

"Aku ingin bertemu ibu Dian, om" jawabnya.

"Ah! Kau cucu nenek Wina ya?"

Anggukan antusias ditunjukkan oleh Popy ketika mendengar nama sang nenek.

"Mari ku antar"

Pengawal itu berjalan masuk diikuti Popy di belakangnya. Gadis itu tidak berhenti menatap sekeliling dengan kagum, pemandangan yang terlihat sangat indah untuk dilewatkan. Air mancur di tengah taman depan menyambut saat memasuki gerbang utama, disekelilingnya terdapat bunga mawar merah yang tumbuh dengan subur. Di sebelah kiri terdapat ayunan dan sebuah kursi untuk bersantai. Disisi kanan terdapat jalan setapak menuju ke taman belakang.

Karena terlalu fokus dengan sekitarnya, Popy tidak tahu jika pengawal yang mengantarkan nya berhenti tepat didepan, membuatnya menabrak punggung keras pengawal tersebut.

"Aduh!" ringisnya seraya mengusap dahinya yang terbentur itu. "Om kalo mau berhenti bilang dong, kan aku bisa ngerem!" sengitnya.

"Kita sudah sampai bocah," ujarnya tak menghiraukan perkataan bocah didepannya.

Popy mengedarkan pandangannya, ternyata dia sudah sampai di depan pintu masuk utama.

"Om, gak ikut masuk?"

"Tidak! Aku hanya mengantar mu sampai sini, aku harus pergi berjaga lagi di depan," terangnya yang dijawab anggukan kecil.

Popy segera memencet bel disebelah pintu dan menunggu. Dia berbalik untuk melihat pengawal tadi yang sudah berjalan menjauh, cepat sekali pikirnya.

"Nama om siapa?!" teriaknya.

"Alka!!" balas pengawal yang diketahui bernama Alka itu.

Tepat sekali pintu terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ramah.
Popy tersenyum lebar membuat mata bulat itu melengkung menambah keimutan nya.

"Kamu cucu Bu Wina?" tebak wanita paruh baya itu

"Iya bi, aku ingin bertemu ibu boleh?"

Matanya berbinar tak sabar.

"Tentu, masuklah!" ujarnya.

"Sebelumnya perkenalkan, nama bibi Jias kamu bisa panggil Bi As, bibi kepala pelayan yang menggantikan nenek kamu sementara," lanjut wanita paruh baya itu, Bi As.

"Aku Popy Alleandri, bibi panggil Popy saja," kenalnya.

Setelah perkenalan itu mereka pergi ke taman belakang karena kata Bi As sang ibu berada di taman bersama anak majikan rumah ini. Dari kejauhan tampak ibunya yang terlihat sedang membujuk sang tuan muda untuk menghabiskan camilan siangnya. Sedangkan sang tuan muda melipat kedua tangannya di dada seraya memalingkan wajahnya.

"Ibu!" sapa Popy ketika sampai di dekat sang ibu.

Kedua manusia berbeda usia itu kompak menoleh ke asal suara, terlihat seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri mereka.

"Kamu ngapain?"

Popy yang mendengarnya langsung cemberut. Apa–apaan ibunya ini, anaknya datang bukan nya di sambut dulu malah di tanya, dengusnya dalam hati.

"Ibu tidak suka?"

"Bukan seperti itu, kamu kesini sama siapa? Pasti sendirian kan? Udah izin ayah belum?" tanya Dian beruntun, dirinya sudah hapal dengan kelakuan anak gadisnya satu ini.

Popy yang ditanyai hanya cengengesan tak bersalah. Dian menghela napas lelah melihatnya.

"Ekhem"

Deheman seseorang menghentikan perdebatan antara ibu dan anak itu. Siapa lagi kalau bukan sang tuan muda, Jion Alden Naresh Bratadika.

"Maaf tuan muda"

"Siapa?" tanya Jion seraya menunjuk Popy.

"Halo, aku Popy Alleandri kamu bisa panggil aku kakak," sapa Popy tersenyum manis.

Jion yang melihat senyum itu ikut menarik bibirnya. Dia tertawa riang melihat Popy dan bertepuk tangan.

"Kakak lucu!"

Para pelayan dan pengawal yang menyaksikan interaksi mereka berdua merasa kagum sekaligus terkejut, melihat tuan muda mereka tertawa riang untuk pertama kalinya setelah sekian lama.






.
.
.
.
.

🎉 New story' 🎉
Suka gak?
Harus suka sih pokoknya (◔‿◔)

Padahal yang satu belum lunas tapi udah bikin utang lagiಥ‿ಥ
Emang dasar Vaa

Lanjutkan or tidak?

BOSS - Na Jaemin [Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang