"Hoaaaaaaamm..."
Entah sudah berapa kali pemuda itu menguap. Ia bangun begitu siang, dan hingga sore begini ia hanya bermalas-malasan di depan tv. Hari ini adalah hari pertama di tahun yang baru. Setelah semalaman begadang rasanya memang pas untuk hanya bermalas-malasan begini.
Pemuda itu menggapai remote di sebelahnya. Ia mengganti saluran tv yang baru saja masuk break iklan. Sekali, dua kali, hingga berkali-kali tombol remote itu ia tekan namun pemuda itu nampak belum menemukan saluran yang menarik. Hingga akhirnya ia berhenti di saluran yang menayangkan berita. Ia memang tidak tertarik dengan situasi politik atau semacamnya, ia hanya sedang bosan dengan program tv yang lain.
Anchor di saluran berita tersebut baru saja mengakhiri kabar tentang kebakaran di salah satu pasar tradisional dan sekarang beralih ke berita berikutnya. Headline berita tersebut terpampang jelas di sudut bawah televisi. Beberapa detik berselang, dan otak si pemuda yang sedari tadi hampir tak digunakan, kini tergelitik untuk bekerja.
Pemuda tersebut bangkit dan mendekat ke tv di depannya. Ia menaikkan volume dengan langsung menekan tombol pada perangkat televisi tersebut. Diperhatikan headline berita tersebut lekat-lekat dan didengarkannya narasi sang anchor baik-baik. Ia jelas menyadari sesuatu.
***
"Aku mencintaimu," ucap pemuda itu tanpa ragu. "Entah kau sadari atau tidak, aku sudah merasakan ini sejak awal pertemuan kita. Awalnya memang hanya ketertarikan biasa. Tapi rasa ini tumbuh seiring waktu, dan sekarang sudah sedemikian besar."
Pemuda itu menatap semakin dalam ke gadis di depannya. Menggenggam tangannya. Lalu berkata, "Alika Novaria, ku katakan dengan segenap hati, I Love You. Aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?"
Gadis itu hanya terdiam dengan ekspresi datar. Ia menatap wajah si pria dengan tatapan seperti orang bosan. Bibirnya terkatup rapat, tak tampak akan menjawab pertanyaan barusan. Ia membiarkan sang pria menggenggam tangannya namun jelas ia tidak menggenggam balik.
***
Farhan masih tak percaya dengan apa yang didengarnya. Pesawat itu hilang kontak dan hingga kini belum jelas keberadaanya. Pesawat dari maskapai yang sama yang dinaiki Alika. Pesawat dengan nomor penerbangan yang seingat Farhan juga sama.
Farhan harus memastikan ini. Bisa saja ia salah mengingat nomor penerbangan Alika. Bisa saja Alika tak jadi ikut penerbangan tersebut. Bisa saja masih ada harapan baginya. Farhan menyambar smart phone miliknya. Langsung saja ia menghubungi Rani, sahabat Alika. Rani pasti bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Halo?" sapa suara wanita di ujung telepon.
"Rani, ehmm.. kamu pasti ingat nomor penerbangannya Alika, kan?' meski sudah berusaha tenang, nada suara Farhan tetap terdengar panik.
"Oh, kamu sudah melihat berita di tv ya, Far? Aku juga masih tak percaya, tapi memang Alika menaiki penerbangan yang dikabarkan hilang itu," ucap Rani. "Saat ini beritanya masih simpang siur, jadi sebaiknya kita mendoakan yang terbaik untuk Alika, Far."
Perut Farhan terasa melilit dan seperti ada yang tiba-tiba merenggut sebagian organ dalamnya sehingga Farhan merasa begitu kosong. Ini tak mungkin terjadi. Pesawat tak mungkin hilang begitu saja. Dunia pasti sedang berkonspirasi untuk membohonginya. Berita itu pasti hanya dikarang oleh pihak stasiun televisi. Ini tak mungkin terjadi. Ini pasti tak lebih dari mimpi.
"Far? Farhan? Are you ok?" suara Rani mengagetkan Farhan. Ia lupa bahwa masih terhubung dengan Rani.
Namun Farhan tak menjawab Rani yang terdengar khawatir sekaligus prihatin. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Hingga akhirnya Farhan memutus sambungan teleponnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/37042990-288-k695780.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Sebuah Jawaban
Short Story'Aku mencintaimu,' ucap pemuda itu tanpa ragu. Namun gadis itu hanya terdiam dengan ekspresi datar. 'Aku tak bisa menjawab sekarang.' | 'Tapi kapan sekiranya kau akan menjawab? Atau, kapan aku bisa menagih jawabanmu?' 'Valentine's day. Empat belas F...