Chapter 1

18 2 0
                                    


Sudah beberapa bulan aku lulus dari Sekolah Menengah Pertama, liburan telah kunikmati bersama beberapa temanku, terkadang bersama keluarga, tetapi tidak jarang aku hanya berada di rumah untuk menikmati hobiku. Besok adalah hari pertamaku pergi bersekolah lagi, setelah diterima di sekolah favorit, Sekolah Menengah Atas.

"Fa, kamu besok sekolah pertama kan? Sudah kamu siapkan barang yang mau dibawa besok?" Gema suara terdengar dari lantai bawah. Oh iya, kamarku ada di lantai dua, itu suara ibuku yang memanggil dari ruang tengah lantai satu. "Iya bu, sudah aku siapkan dari tadi sore kok." Aku menjawab dengan keras agar terdengar olehnya.

"Kakak Affaaaaaaaa....." Teriak seorang anak kecil dari arah ibu. "Eh anak kecil, jangan berisik, sudah malam tahu!" Aku memarahinya sembari keluar kamar dan melihat ke arah bawah. Itu adikku, kami dua bersaudara, aku anak sulung. "Kakaaaak, cepat turuuun, di bawah ada makanan kesukaan kakak lohh!!!" Teriak adikku lagi sembari melihat ke arahku. Aku segera mengambil handphone-ku di kamar dan segera turun ke ruang tamu.

Anak tangga demi anak tangga aku turuni, tidak secara perlahan, agak cepat. "Fa, pelan-pelan turunnya" Tegur ibuku. Aku menghiraukannya, Langkah cepat terus kulakukan, tangan kanan sudah bersiap. "Kamu bisa diam gak sihhh?!?" Aku jewer telinga adikku, agak kencang. "Adududuh, sakit kak! Iya maafin Nessa!" Adikku merengek kesakitan. Ibuku hanya tertawa sedikit.

Sebelum duduk di kursi makan, aku bertanya mengapa ayah belum pulang juga sampai sekarang. "Ayahmu sedang ada kerjaan tambahan." Ibuku terus menyendok nasi ke piring makanku dan Nessa. Aku hanya mengangguk heran, tidak biasanya ayah bekerja sampai malam begini. Lauk makanan malam ini adalah kesukaanku, makanan yang simpel karena mudah dimasak dan membutuhkan waktu yang sebentar untuk membuatnya. Telur dadar dan Mie Goreng, kesukaanku sejak kecil.

Kami memakannya dengan lahap, tidak lupa berdoa terlebih dahulu sebelum makan. Setelahnya aku membuka handphone dan mengecek pesan baru dari grup murid baru. Besok acara penerimaan murid baru dimulai jam tujuh pagi, sekolahnya lumayan jauh dari rumah, aku harus berangkat lebih awal.

"Bu, besok bangunin aku jam setengah enam ya.."

"Kakak kan bisa pasang alarm?"

"Dibangunin ibu itu lebih efektif, Nes."

Setelahnya kami kembali melakukan aktivitas masing-masing, ibu menonton tv, Nessa membaca novelnya di kamar, dan aku mengecek kembali barang bawaan untuk besok. Ternyata sudah lengkap, aku bisa beristirahat dan tidur lebih awal, agar besok tidak telat berangkat. Kasur yang nyaman, mudah membawaku tenggelam ke dunia mimpi, semoga besok jadi hari yang indah.

"Fa, bangun. Sudah jam setengah tujuh." Sontak aku terbangun dan langsung mengambil seragam sekolah baru yang sudah kusiapkan tadi malam di atas meja belajar. "Kak, kenapa buru-buru banget??" Nessa menyapaku di depan pintu kamar, kamar kami bersebelahan. "Nes, kenapa kamu belum siap untuk berangkat sekolah?"

"Makanya, beli jam dinding untuk ditaruh di kamar kak!" Nessa menunjuk ke arah jam dinding yang ada di kamarnya. Jarum jam masih menunjuk pukul setengah enam. Ibu mengerjaiku, ingin marah, tetapi aku tidak mau durhaka. Ibu dan Nessa tertawa terbahak-bahak melihat rambutku yang berantakan dan mata masih setengah menutup berlari keluar kamar. Aku kesal, dan juga malu.

Ibu sudah menyiapkan sarapan di bawah, ayah sudah siap untuk sarapan di bawah. "Yah, tadi malam pulang jam berapa?" Aku bertanya sembari menyuap sarapan. "Tadi malam, jam sebelas." Ayah menjawab sembari berkonsentrasi mengunyah makanan. Ibu memarahi kami berdua, katanya kami punya kebiasaan yang sama, berbicara sembari makan.

"Maaf" Kami berdua juga selalu kompak untuk meminta maaf ke ibu.

Ayah bilang, dia akan mengantar Nessa pergi ke sekolah. Oh iya, Aku dan Nessa beda setahun, sekarang dia ada di tahun terakhir Sekolah Menengah Pertama. "Hehehe, berarti aku bisa melanjutkan tidur di mobil. Kasihan deh kakak harus pergi memakai motor." Nessa meledekku, tanganku pun dengan cepat sudah berada di telinganya. "Udara di pagi hari lebih segar tahu daripada AC Mobil!" Aku membalasnya.Ayah dan ibu tertawa kecil melihat kebiasaan bertengkar kami.

"Bu, kami pamit dulu ya" kami berpamitan ke ibu. "Dadah kakak!" Nessa menjulurkan lidahnya dari kaca mobil yang terbuka setengah. Sial, lihat saja nanti pulang sekolah. Karena aku belum terlalu hafal dengan jalur berangkat. Aku menggunakan aplikasi peta di handphone untuk membantuku sampai ke sekolah. Zaman sudah canggih, apapun bisa dilakukan melalui teknologi. Belokan demi belokan aku lalui, Agak macet karena ini hari pertama anak sekolah masuk kembali.

Nampaknya semua orang terburu-buru untuk pergi ke sekolah, padahal membawa kendaraan secara perlahan juga bisa sampai ke sekolah dengan aman. Akhirnya sampai juga, aku memarkirkan di parkiran depan sekolah, jaraknya agak jauh, sekitar 30 meter dari gerbang. aku segera berjalan ke arah gerbang sembari melihat murid lainnya berlari terbirit-birit. Seorang anak lelaki menabrak pundakku dari belakang, mungkin karena dia terburu-buru. "Hati-hati dong." Aku menegur sambil menepuknya. "Lihat jam tanganmu, bodoh!" Dia menyerukannya dengan keras.

Jarum jam sudah menunjuk ke arah persis jam tujuh. Kaget bukan main, keringat mengucur deras, tapi tak sederas air terjun. "Aku telaaaaaat" Langkah makin kupercepat, mengikuti langkah anak yang menabrakku tadi. Ada seorang guru yang menunggu di sana, gerbang sekolah hampir tertutup. Guru itu meneriaki kami berdua  dengan ekspresi menyeramkan, bahkan kucing langsung kabur ketika melihatnya. Ah, akhirnya, kami sudah melewati gerbang sekolah dan juga guru menyeramkan itu. 

PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang