Assalamualaikum!
Happy reading ^^
"Percaya sama mas, kita akan ketemu ketika waktunya udah tepat Rein"
Lagi-lagi kalimat itu yang harus Rein terima ketika meminta kepastian pada kekasihnya melalui aplikasi penukar pesan. Rein yang diminta menunggu lagi hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Rein berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap bersabar dan tidak berhenti berharap agar hari itu segera tiba.
"Aku percaya kamu mas, tolong jangan dipatahkan ya?" Jemari Rein masih setia mengetikkan jawaban yang sama ketika pembahasan mengenai pertemuan mereka terus terjadi.
Raka adalah nama kekasih Rein, lebih tepatnya kekasih virtual Rein, mereka menjalin hubungan hampir satu tahun lamanya, keduanya dipertemukan melalui aplikasi penukar pesan yaitu telegram. Perbedaan usia yang tidak cukup jauh membuat topik perbincangan mereka di layar ponsel tidak pernah putus bahkan tidak ada rasa canggung sedikitpun.
Ketika keduanya dipertemukan usia Rein pada saat itu masih menginjak enam belas tahun. Rein duduk dibangku pendidikan kelas satu SMK semester dua, sedangkan Raka berusia delapan belas tahun. Raka adalah mahasiswa semester awal di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Kota Malang.
Tingg!
Rein disadarkan dari lamunan oleh notifikasi pesan yang ia terima dari ponselnya, masih dengan orang yang sama, siapa lagi kalau bukan Raka.
"Cantik, nanti lagi ya chatnya, mas mau ngejar deadline kuliah" isi pesan ini tak jarang juga di terima oleh Rein, mau bagaimana lagi, ini salah satu resiko menjalin asmara dengan seorang mahasiswa.
"Iya semangat mas" balas Rein seperti biasanya.
Jenuh kadang menjalari hubungannya dengan Raka, masalah demi masalah pun jarang dapat mereka selesaikan, pasalnya mereka hanya bisa berkomunikasi melalui telephone genggam, tapi mau bagaimana lagi, rasa yang Rein punya untuk Raka masih sama seperti ketika mereka memutuskan untuk menjalin hubungan.
Rein yang tak berhenti berharap agar segera terjadi pertemuan diantara kedunya, dan Raka yang sering kali mengalihkan topik obrolan ketika Rein berusaha membahasnya. Ini terlihat konyol, tapi perasaan tidak ada yang virtual bukan? Cinta itu nyata walau dipertemukan lewat maya dan tidak ada yang dapat menyangkalnya termasuk dua pihak yang sedang terlibat.
...
Brakkk...
Terdengar suara gebrakan pintu yang dengan sengaja dibanting kasar oleh seseorang dari luar kamar Rein. Tak lama setelahnya, sesosok wanita parubaya memasuki kamar dengan hawa amarah yang ia bawa dari luar. Wanita itu adalah ibu Rein, ibu yang selalu memiliki ekspetasi tinggi pada putri semata wayangnya.
"Maksud kamu apa? Kamu pikir dengan dapat hasil segini ngga bikin mama malu?!" dengan amarah yang menggebu, ibu Rein meninggikan suaranya dan membentak putrinya sambil menunjukkan kertas hasil ulangan harian Rein.
Dalam kertas yang ibu Rein tunjukkan, terpampang angka 75, angka itu yang membuatnya marah, andai saja Rein tahu bagaimana cara menghapus goresan tinta pena berwarna merah tanpa bekas, pasti sudah ia lakukan sejak lama.
"Hufft" Rein menghela nafas kasar dan segera bangun dari posisi yang tadinya berbaring ditengah ranjang menjadi berdiri sejajar dengan wanita parubaya itu. Rein menatap wajah ibunya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
"Ma, Rein udah berusaha, tapi cuma berhasil sampai angka itu, Rein ngga suka matematika!" lagi-lagi, Rein berusaha semaksimal mungkin menahan emosinya agar tak terkesan melawan sang ibu.
"Berusaha? Hal seperti apa yang kamu bilang berusaha Serein Abyvandra?!" Bentak ibu Rein dengan menyebutkan nama lengkap Rein diakhir kalimat.
"Kamu terlalu banyak bermain-main, kamu terlalu banyak berkecimpung di dunia organisasimu sampai lupa dengan nilaimu, kamu terlalu banyak membantah Mama, Rein!"
Ibu Rein terus menerus melontarkan kalimat interupsi yang sama sejak Rein duduk dibangku sekolah menengah, hingga Rein terbiasa dan menjadikan semuanya sebagai makanan sehari-hari.
"Mama punya hak apa untuk menghakimi aku?, Mama punya hak apa sampai bisa menyangkut pautkan nilai pelajaran dan urusan organisasiku? yang aku tau Mama cuma sibuk dengan urusan Mama sendiri, Mama sibuk sama kerjaan kantor mama, dan yang bisa Mama lakuin dari dulu cuma menuntut Rein untuk jadi sempurna, Ma Rein ini putri mama..."
Emosi Rein meluap tak tertahan, ia mengeluarkan semua keluh kesah yang ia pendam selama ini terhadap sang ibu. Teriakan dan isakan tangisnya terdengar jelas, Rein membungkukkan tubuhnya sambil sedikit meringkuk dengan menutup rapat telinganya.
"Pantas ayah memilih berpulang, karena Mama sekeras ini!" Teriak Rein lantang pada sang ibu.
"PLAKK"
Setelah itu dunia seakan berputar dua kali lebih cepat dari biasanya, pertahanan Rein roboh, tubuhnya linglung dan semuanya berubah menghitam.
halo, maaf kalau prolognya kurang berkesan.
Jangan lupa timbal baliknya, klik bintangnya ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKA & REIN
Teen Fiction⚠️ Tidak menerima plagiarisme dalam bentuk apapun! ⚠️ "Mau aku ajarin?" Rakana menawarkan dirinya untuk membimbing Rein dalam game ini "Bolehkah?, kalau kamu ngga keberatan." "Anytime, tapi ada syaratnya, kamu bersedia?" Sejujurnya Rakana tak keber...