SATU

19 0 0
                                    

Happy reading! ^^

Tepat pukul dua dini hari, Rein terbangun dengan kondisi yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Kondisinya yang berantakan dengan mata sembab bekas menangis di malam sebelum ia memejamkan matanya. Jam tidurnya diatur ketat oleh sang ibu, padahal matanya belum mampu untuk terpejam. Hal ini yang menyebabkan ia sering terbangun tengah malam. Rein sering merutuki dirinya kenapa tak bisa menjalani hari-hari normal seperti remaja seumurannya.

Rein bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk dan bersender pada kepala ranjang tempat tidur. Rein mengambil sebuah benda berbentuk tabung yang selama kurang lebih tiga tahun ini menemani hidupnya. Rein membuka tutup tabung tersebut dangan mengeluarkan isinya, ia ambil satu butir dari tabung itu lalu meminumnya dengan satu tegukan air putih. persegi panjang yang tak lain adalah ponselnya, yang ia lakukan setelahnya adalah membuka galeri dan menatap foto wajah laki-laki hasil jepretannya sendiri. Senyum Rein tampak mengembang sedikit, usai menatap foto laki-laki tersebut, tangannya bergerak mengusap layar ponsel.

"Ayah apa kabar di surga? udah ngga sakit lagi kan, Rein kangen nih" Ucapnya lirih. Tanpa Rein sadari, bulir air matanya jatuh membasahi pipi.

"Ayah, surga terlalu indah ya sampai Ayah memilih pergi kesana lebih dulu."

"Ayah, Rein mau Ayah sekali lagi"

"Rein mau tau seindah apa surga itu?"

"Rein boleh ngga nyusul ayah?"

...

SEREIN melangkahan kakinya diatas jalan setapak yang sisi kanan dan kirinya terhampar rumput hijau, dapat dipastikan dengan jelas hamparan rumput tersebut ada yang merawatnya. Tangan kanan Rein digunakan untuk memegang payung, dan tangan kirinya dipakai untuk menenteng sebuah keranjang yang tak terlalu besar ukurannya. Langkah Rein terhenti ketika ia sampai di gundukan tanah yang telah terlapisi rumput, pertanda gundukan tanah tersebut sudah lama berada disana. 

Ia tatap gundukan tanah yang tampak bersih tersebut, tak terlihat sedikitpun sampah dari daun ataupun bunga kering. Tangannya terulur pada batu nisan bertuliskan nama beserta tanggal lahir dan wafat dari orang yang di kubur. Rein mengusap batu nisan tersebut dengan seutas senyum tulus diwajahnya. 

"Assalamualaikum Ayah Rein yang ganteng" Ucap gadis berlesung pipi itu dengan riang, lebih tepatnya riang yang tak lama. 

Kalimat salam dan sayang Rein ucapkan di depan makam sang ayah, setelah itu Rein mulai melakukan prosesi ziarah pada umumnya. Bunga yang ia bawa dari keranjang tentengannya sudah berpindah dan tertabur di atas makam sang ayah.  Lantunan doa yang telah ia persiapkan sejak masih dirumah telah  terkirim pula. 

Rein duduk kembali disamping makam sang ayah sambil mengeluarkan dua bungkus snack yang ia bawa, tak lupa dengan sebotol air putih. Rein membuka salah satu bungkusan snack -nya lalu memakannya. 

"Ayah, kangen ngga ya mam snack gini bareng Rein?" Mulutnya berhenti mengunyah, lalu menanyakan pertanyaan dari kebiasaan di masa lalu bersama sang ayah. 

"Sekarang cuma Rein yang bisa mam snack ya?" 

"Ayah, disurga banyak snack enak kan?"

"Rein ngga bisa kirim snack kesana, Rein ngga tau alamat surga dimana"

"Ayah kalau lihat Rein disini lagi mam snack, Ayah juga ikutan ya, biar Rein bisa ngerasain kebiasaan lama kita lagi, walaupun dari jauh" 

Ocehan gadis yang kini sudah genap berumur tujuh belas tahun tersebut terus berlanjut disela-sela kunyahannya, sampai dimana kedua snacknya habis, tetapi ia masih sibuk melontarkan pertanyaan di depan makam sang ayah. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAKA & REINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang