Sepuluh tahun sudah Arie meninggalkan Indonesia. Jakarta. Kampung halamannya. Kota kelahirannya. Lama sudah. Lama sekali. Namun begitu singkat untuk melupakan sosok Raras dalam hatinya. Menghapus perasaan yang selama ini sesak dalam benaknya. Betapa sulit sekali. Tak segampang Arie membalikkan telapak tangannya.
Apa kabar Raras sekarang? Bagaimana keadaannya sekarang? Lama sekali tak berkirim berita.
Huh... Arie membasuh seluruh tubuhnya dengan air yang mengalir dari shower. Air itu menjelajahi tiap lekuk tubuh lelaki yang kini telah matang. Telah dewasa. Air itu dibiarkan Arie menyapu gundah di tubuhnya. Membekukan ingatan Arie akan kenangan lalunya. Arie menatap dirinya dalam cermin.
Hahhhh... Desah napas itu lesu. Dilihatnya wajah yang selalu memesonakan mata yang memandangnya. Kini wajah itu telah dewasa. Wajah sederhana yang menyimpan sejuta pesona. Kini, pandangannya beralih pada matanya kemudian hidung, dagu, pipi, bibir hingga pada dadanya dan tubuhnya yang atletis. Tubuh ini telah berubah seutuhnya. Menjadi lelaki yang telah dewasa.
Hhhh.... Arie mendesah napasnya. Dia merebahkan tubuh jangkung itu. Membiarkan tubuh yang bertelanjang dada ini meluapkan kegalauan hatinya. Mengorek-ngorek masa silam yang tak pernah bisa dilupakan. Indah....
.
.
.
Mobil dilajukan sekenanya. Tangan ramah itu memegang kemudi. Mata berkacamata itu memerhatikan jalan. Menikmati tiap pemandangan yang melintas seenaknya. Mobil dihentikan di sebuah kantor pengacara. Lelaki itu memijakkan kakinya. Merapikan jas dan kemeja yang sempat tak rapi. Koper di tangan kirinya terjunjung ringannya. Lelaki itu bergumam menjawab orang yang sedang berbicara dengan dirinya lewat HP.
Arie begitu berwibawanya. Dia begitu gagah. Gelar Sarjana Hukum telah disandangnya. Lulusan muda ini telah berhasil. Siapa yang tak kenal dia. Hampir setiap orang mengenalnya. Tak hanya keahliannya yang diancungi jempol tapi hati dan perilakunya menambah kharisma keharuman namanya. Arie memasuki kantor itu. Menyibukkan pikirannya dengan segala kasus yang akan memenuhi seluruh otaknya. Membuat pikirannya lupa akan masa lalunya sejenak. Lupa akan Raras walaupun itu tak pernah akan terjadi. Never....!!!
.
.
.
Alisha enggan masuk ke rumah yang terhampar di depan matanya. Namun demi tugas, dia harus memaksakan diri. Dia masuk. Dia mencari sosok yang dikenalnya. Ditemukan sosok itu di halaman belakang. Di sana dilihatnya Raras sedang berusaha untuk berdiri. Sesekali dia jatuh namun dia tak berhenti berusaha. Ada yang membantunya. Ada yang menemaninya. Tempat berbagi dukanya. Tempat menyenderkan keluh kesahnya. Oghie. Oghie selalu ada untuknya. Selalu ada untuk menemaninya. Berbagi keluh kesahnya. Menikmati masa sulit ini bersama. Walau ini perih. Sakit. Untuk Oghie....
"Tulang kaki kamu udah nggak terlalu parah. Dengan terapi beberapa kali maka kaki kamu akan bisa sembuh. Kamu bisa berjalan lagi!" ucap Alisha setelah memeriksa kaki Raras.
Kini dia telah menjadi dokter. Sukses. Oghie yang menemani Raras tersenyum bahagia. Senang rasanya mendengarnya. General Manager muda ini senantiasa menemani Raras. Sukses karir dia tak menjalar pada cerita cintanya. Ah, sial banget!!!
Raras tersenyum mendengar kabar bahagia itu. Dia memandang Oghie. Memandang orang yang mencintai dirinya tanpa pernah putus. Lelaki itu terus menyayanginya. Tanpa pernah lelah. Tulus. Dia terus ada walau sakit terus didapatinya. Walau pilu menghujam batinnya. Menusuk daksanya. Tapi dia selalu ada. Ada untuk menemani Raras. Senantiasa hadir.
Raras mulai goyah. Hatinya terenyuh. Dia ingat akan segala pengorbanan Oghie. Dia sadar telah menyakitinya. Selalu menyakitinya. Mata itu menjatuhkan bulir bening. Raras meraih tangan Oghie. Menggenggamnya hangat. Mengelus lembut tangan itu dengan pipinya. Membasuhnya dengan kasih sayang. Dan, membalutnya dengan kata maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA [Love Is Hurt To Feel]
RomanceBeberapa orang takut untuk memulainya Beberapa orang berjuang menjalaninya Dan beberapa orang menangis saat mengakhirinya "CINTA" ini bukanlah cerita roman picisan yang penuh dengan hal-hal romantis yang kamu impikan bukan pula cerita yang memiliki...