"Kau tak apa-apa?" Seorang gadis berpakaian seragam olah raga menghampiri Akira yang terbaring dengan mata terpejam di atas rumput.
Aaargh! Ide ini sungguh menyakitkan! rutuk cowok itu dalam hati. Perlahan, Akira membuka mata memandang wajah orang yang menyapanya di antara semburat matahari siang yang menyilaukan.
"Ti-tidak apa-apa," sahutnya sambil memaksakan sebuah senyum. "Kok, gak ikutan yang lain di sana?" sambung Akira penasaran sambil berusaha duduk. Kepalanya pusing tidak karuan. Ia tidak berani menyentuh dahinya yang berdenyut tak karuan.
Gadis itu hanya memandang ke arah teman-teman sekelasnya di kejauhan dengan wajah sedih, lalu kembali memandang Akira sambil tersenyum. "Aku diminta Pak Daisuke menjadi wasit dari tepi lapangan."
"Tidak apakah kau tinggalkan posisimu di sana?" tanya Akira khawatir tindakannya barusan menimbulkan masalah bagi gadis itu.
"Ah, tak--." Ucapan gadis itu terpotong saat bunyi peluit terdengar dari kejauhan. "Wah, waktu istirahat sudah berakhir. Aku harus kembali ke pertandingan bola anak cowok. Kamu ... benar tidak apa-apa?"
"I-iya, jangan khawatir," sahut Akira terbata saat tiba-tiba teringat sesuatu. "Namamu ... eh, aku Akira," lanjutnya sambil mengulurkan tangan.
"Yui," balas cewek itu singkat, lalu berjalan cepat kembali ke lapangan.
Langkah pertama, berhasil!
***
Terhuyung, Akira mencari toilet terdekat untuk melihat kondisi wajah gantengnya. Entah apa yang mendorongnya melakukan tindakan bodoh barusan. Iya, bodoh! Ia sengaja menabrakkan dirinya dengan kuat pada tiang yang berdiri tidak jauh dari lapangan bola sekolahnya untuk menarik perhatian gadis yang membuatnya penasaran selama ini. Kesulitan timbul karena ada cowok menyebalkan yang selalu menempel pada cewek manis itu dan melemparkan pandangan tidak suka pada Akira.
Tepat pada saat bel istirahat berbunyi, murid-murid kelas dua SMA Yokosuka berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Cewek-cewek itu langsung menjerit histeris saat melihat bintang basket pujaan mereka berada di sana dengan benjol sebesar bola tenis.
"Akira-kun! Apa yang terjadi pada wajah tampanmu?"
Akira memucat. "Seburuk itukah kelihatannya?" tanyanya cemas yang dijawab dengan anggukan simpati dari para fans beratnya. "Aku permisi dulu," pamitnya buru-buru sambil melangkah cepat menuju ruang UKS.
Aku memang sudah gila! Sejak pertemuan di perpustakaan waktu itu, aku tidak bisa melepaskan pandangan mataku darinya.
***
Akira merutuk kesal. Ia paling tidak suka disuruh mencari buku referensi di perpustakaan. Menginjakkan kaki di sana sudah merupakan hal yang tabu baginya. Cowok itu lebih suka berkumpul bersama para fans ceweknya di kantin sekolah atau bermain basket di lapangan. Pak Eiji memang menyebalkan memberinya hukuman semacam ini.
Ah, ini dia buku yang kucari, pikirnya sambil menarik buku itu keluar dari tempatnya. Ia terkejut saat mengetahui barang yang dia perlukan tidak kunjung bergeser dari tempatnya. Akhirnya, Akira berhasil mendapatkan buku itu dengan menariknya lebih kuat. Alangkah terkejutnya ia, saat mendapati wajah kaget lain di sisi sebrang rak tepat di hadapannya. Seorang gadis manis memandangnya tidak percaya.
"E...," ucap Akira, "kamu juga perlu buku ini?"
Sebuah berkacamata muncul dari celah kosong rak di hadapannya.
"Ada apa?"
"Oh, tak apa, Kenji-kun" ujar cewek itu sambil tersenyum manis pada Akira. "Kita cari buku lain saja." Dan ia pun berlalu.
***
"Apa yang kauinginkan darinya?" Seorang cowok berkacamata menghadang di hadapan Akira.
"Apa maksudmu?" balas Akira tajam.
"Jangan coba-coba mempermainkan Yui-chan dengan gaya playboy-mu! Kuperingatkan kau!" ancamnya. "Awas saja kalau sampai penyakit jantungnya memberat karena tindakan bodohmu!"
Akira membeku di tempat mendengar ucapan Kenji barusan. Penyakit jantung? Jadi itu yang selama ini disembunyikannya dariku?
"Jadi, memang benar ia sakit berat? Aku harus menemuinya sekarang!" seru Akira sambil memaksa masuk melalui pintu rumah Yui.
"Jangan paksa aku mengusirmu dengan kasar dari sini, ya!" hardik Kenji berang. "Yui - tidak - mau - menemuimu - lagi! Pergi dari sini!"
"YUI-chan! Aku tahu kamu mendengarkan dari dalam! Dengarkan! Aku tidak pernah mempermainkanmu. Apa yang Sakura katakan itu tidak benar. Aku tidak memberikan apa pun kepadanya. Gantungan tas boneka buatanmu hilang seminggu yang lalu dan aku telah mencarinya sampai ke lapangan bola, bahkan perpustakaan tempat kita pertama kali bertemu."
"Hentikan! Cukup sudah!" geram Kenji yang kini sudah menarik kerah baju sekolah Akira.
"Lepaskan aku!" bentak Akira kesal. "Watashi wa anata ga suki desu! Aku suka padamu, Yui-chan! Biarkan aku membantu dan menemanimu menghadapi kesulitanmu. Onegai ...."
BUGH! Sebuah pukulan telak mendarat di pipi Akira.
Tidak terima perlakuan Kenji, cowok itu menerjang ke dalam rumah Yui dan bersiap mendaratkan serangan balasan pada cowok berkacamata itu.
"Stop! Kumohon ...," sela sebuah suara yang sangat dikenalnya. "Jangan ... begini ...." Yui jatuh terduduk di depan kamarnya dengan napas tersengal.
Kenji mendorong Akira dengan kasar dan hendak membantu Yui masuk kembali ke kamarnya. Akira, justru sebaliknya, tidak berani mendekat dan hanya bisa memandang dari jauh.
Di luar dugaan, Yui menepis tangan Kenji dan menghambur ke arah Akira. "Arigatou, Akira-kun. Maafkan aku yang tak pernah jujur padamu...." Dan Yui pun terjatuh tak sadarkan diri ke dalam pelukannya.
"Yui-chan!"
YOU ARE READING
Library Love
Teen FictionSiapa sangka perpustakaan menjadi lokasi love at the first sight raja playboy dan bandel di SMA Yokosuka? Lalu, kenapa, sih, cowok berkacamata itu nempel terus seperti perangko pada gadis manis pujaan Akira? Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?