; pauper regina

4 2 0
                                    

! WARNING !
( INI HANYA IDE MENTAH CERITA. TIDAK ADA LANJUTAN. MURNI HANYA IDE GARIS POKOK CERITA YANG MALAS DITULIS DAN DIKEMBANGKAN OLEH PENULIS. )

- s a t u s -

Dia tampan. Visualisasi nya benar-benar indah hingga aku merasa bahwa Tuhan menciptakannya sambil tertawa. Dia terlalu sering termenung dan hanya tersenyum kecil sebagai basa basi. Tak pernah sekalipun aku melihatnya benar benar tersenyum tulus. Tidak, bahkan saat aku memberitahukan nya tentang kehamilan ku.

Dari sorot matanya saja aku sudah bisa menerka bagaimana perasaan nya tentang rumah tangga kami selama lima tahun ini. Neraka. Menderita. Menjijikkan. Sangat jelas hingga aku ingin buta saja agar tak perlu menyadari fakta menyakitkan itu.

Tapi aku egois. Aku tidak perduli. Menganggap perasaan menderita nya hanya imaji belaka dan angin lalu saja. Aku ingin pernikahan ini. Sampai kapanpun aku akan mempertahankan nya. Demi diriku, perasaan ku dan bayi kami berdua. Sangat egois. Pantas saja sampai mati pun aku tidak pernah bisa mendapatkan nya. Tidak bahkan sekedip mata pun.

Berapa kali pun aku berkaca dan membandingkan ku dengan perempuan pujaan nya itu, aku akan terus bertanya tanya. Apa sih kurangnya aku? Aku tidak kalah cantik. Tapi satu hal yang baru saja aku sadari, aku terlalu buta untuk melihat borok diriku sendiri. Keegoisan ku membuatnya mundur. Mengambil seribu langkah menjauh dari diriku yang terus nekat mendekati tanpa tahu malu.

Seharusnya aku tetap akan bertahan pada pernikahan ini hingga aku tua, mati dan menjadi kerangka. Tapi kejadian itu benar benar membuat hati ku tersinggung dan memilih menyerah. Pernikahan ini hanya mengundang luka. Bagiku maupun baginya.

Ratu yang sedang mengandung dan juga selir kesayangan raja merupakan target penculikan untuk kudeta yang paling mudah. Penjaga penjaga ku bergelimpangan bersimbah darah. Siapapun dalang di balik kudeta penggulingan kekuasaan ini pasti adalah orang yang terlalu nekat untuk menculik ratu di kamar tidurnya sendiri. Dan sayang nya, aku, sang ratu itu terlalu mudah untuk diculik. Dimana penjaga ku? Pelayan? Apakah mereka benar benar perduli padaku?

Perempuan itu pasti sedang bersamanya di kamar. Pasti dia akan melindunginya dan juga berpuluh puluh prajurit senior kerajaan itu. Lalu siapa yang melindungi ku? Tidak ada. Ratu tidak diinginkan seperti ku tidak pernah ada yang akan melindungi. Kapan pun.

Kenyataan itu, walau sudah hampir lima tahun aku menyadarinya, tetap tidak membuatku terbiasa dan terus saja merasa sedih.

Aku terpojok. Masih enggan meneteskan air mata meskipun aku merasa takut dan tubuhku gemetar. Baju ku sobek, kaki telanjang ku lecet sana sini terkena batu, lengan ku tertusuk panah. Aku benar benar ratu yang menyedihkan.

Kulihat penjaga terakhir ku yang terus melindungi tubuhku dengan sia sia. Beberapa orang dengan tudung hitam mulai berkerumun di sekeliling ku. Berbisik bisik mengenai penampilan menyedihkan ku dengan perut membuncit. Aku menggigit lidah kemudian mengelus perut penuh sayang.

Tidak apa apa. Tidak apa apa.

Kita akan hidup nak. Sekalipun mati, kita akan mati bersama sama. Maaf jika tidak bisa membuat mu lahir kedunia.

"maaf kan saya Ratu. Saya mungkin tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Maaf. "

Ah, siapa ya nama penjaga muda ini? Prajurit muda ini baik sekali. Aku tersenyum kecil. Tidak apa apa. Kau benar benar manusia yang baik. Terima kasih.

Orang orang bertudung itu mulai mengacungkan pedang kearahku. Aku memeluk perutku erat. Maafkan ibu. Kita pasti bertemu lagi sayang.

Ah iya.

Dimana dia?

Datang tidak ya?

Atau, apakah dia peduli aku diculik seperti ini?

"Kasihan sekali. Dia dinikahi hanya untuk dihamili dan memberikan keturunan. Jika kita bunuh bayi itu, pasti dia akan sangat marah. "

"ratu itu juga akan mati. Tapi aku ragu kalau kematian nya akan berpengaruh. Tidak akan ada yang berduka pada kematian nya. "

Benar. Apapun yang kau katakan itu benar. Jadi cepat bunuh aku. Toh kalau bayi ku mati aku juga akan mati.

Suara tusukan pedang pada perutku membuat telinga ku berdenging. Wah, ini ya kematian? Anak ku, maafkan ibu. Sakit ya sayang? Maaf ya nak. Aku menjerit. Sakit sekali. Kenapa mereka hanya menusuk ku sekali? Langsung bunuh. Bunuh! BUNUH! Kenapa mereka membiarkan ku menderita?

Dalam rasa sakit itu aku terus memikirkan, apa ya yang membuat ku berakhir seperti ini? Apa karena dia? Aku lupa, apa ya alasan aku menikah dengan nya dulu? Apa ya?

"ayo menikah! "

Ah ingatan kapan ini?

"kenapa kita harus menikah? "

"karena aku suka kamu! "

"kenapa kamu suka aku? "

"suka aja. Kamu pengantin ku selamanya! "

Oh, bukan kah aku yang menginginkan pernikahan ini?

Suara dobrakan itu membuat kerumunan bertudung itu menyingkir. Aku tak peduli apapun lagi. Mau sepelonton prajurit kebanggaan kerajaan datang menyelamatkan ku, aku tak peduli dan tetap akan menemui ajal sebentar lagi. Aku dan bayiku.

Iya, bayiku. Hanya bayiku.

Suara teriakan penuh amarah memenuhi ruangan. Suara serak basah yang terus aku puja puja. Oh, dia datang? Terlambat. Terlambat. Kenapa datang kalau terlambat seperti ini? Kenapa tidak biarkan aku mati saja langsung? Aku tidak mau bertemu dengan nya!

Aku tersedak darah. Terbatuk batuk dengan rasa sakit di perut ku. Dari pangkal paha entah cairan apa pun itu mengalir deras. Mataku mengabur dengan air mata penyesalan. Seharusnya aku memang tidak pernah bertemu dengan nya. Kalau saja aku tidak menikah dengan nya ... apakah aku akan tetap hidup?

Rangkulan di tubuhku membuat ku berjengit.

"maafkan aku Eleanor. "

Aku berontak. Meronta ronta ingin melepaskan diri dan menjerit kencang diantara desingan suara pedang beradu. Aku menyeret tubuhku menjauh. Aku membencinya. Ya, seharusnya dia yang aku salahkan atas nasib malangku! Seandainya aku tidak bertemu dengan nya. Seandainya aku tidak menikah dengan nya.

Seandainya ... perang itu tidak terjadi.

Aku memekik ketakutan. Menyumpahi nya sambil terus menjauh hingga terpojok di dinding ruangan. Rasa sakit di perutku semakin tak tertahan. Tuhan ... Kalau bisa meminta untuk terakhir kalinya, di kehidupan keduaku, aku tidak ingin mengingat eksistensi nya sekecil apapun. Aku menyesali semua pengorbanan ku. Aku membencinya. Sangat membencinya hingga aku hanya terus menyumpahi jiwanya kekal dalam neraka terdalam.

Kesadaran ku menipis. Semakin kabur dalam genangan air mata penyesalan. Baiklah aku mati. Ini pertemuan terakhir kita, kuharap kita tak pernah bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Bayangan nya yang mendekati ku mengabur dengan teriakan yang berdenging di telinga ku. Ah, kesadaran ku benar benar akan hilang.

"aku benar benar membenci mu Reagan. "

- c o m p l e v i t -

[Nb: alasan menulis ini, karena saya tipe orang yang mempunyai banyak ide tapi terlalu malas untuk mengembangkan ide ceritanya menjadi sebuah plot cerita panjang, sekian. ]



pauper reginaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang