18. Dekat

38.6K 4.9K 175
                                    

"Hah? Serius?!"

Aubrey langsung merogoh tasnya, mencari cermin untuk berkaca. Panik. Jadi sejak tadi ia berjalan menuju taman yang banyak orang dengan makeup yang luntur?!

"Pfftt, mata lu jadi item. Nangisnya habis berapa galon?"

Aubrey menepak pundak Nalen kesal. Menyebabkan Nalen meringis pelan. Walaupun tidak sakit sama sekali. Daripada pukulannya yang biasa, kali ini pukulan Aubrey lebih lemah.

Aubrey berhasil menemukan cerminnya. Segera saja ia memposisikan cermin itu di depan wajahnya. Dan benar saja, eyelinernya agak belepotan. Mungkin karena sempat dia usap-usap untuk menyeka air matanya.

Tapi sisa makeupnya yang lain tidak luntur. Dan Aubrey sadar, dia dikibulin.

"Setan."

Nalen tertawa. Diliriknya Aubrey yang kini sibuk menghapus eyelinernya dengan kapas. Ia termangu ketika melihat wajah Aubrey dari dekat.

Aubrey sangat cantik. Mengesampingkan reputasinya, ia adalah gadis menawan yang populer. Nalen sangat tahu bahwa di sekolah diam-diam banyak pria yang bergosip tentang seberapa cantik dan menariknya Aubrey. Jika tidak karena reputasi buruknya, mungkin banyak pria yang langsung mengantri untuk mendapatkan hatinya.

Tapi, wajah cantik itu kini terluka. Nalen bisa langsung tahu, luka memar dan sedikit luka sayat kecil di pipi Aubrey pasti karena Mamanya. Dia tahu semua masalah keluarga Aubrey dan Elliot, karena ia sendiri yang pernah mencari tahu sampai ke akar-akarnya.

"Mau gua obatin?" tawar Nalen. Sorot matanya menunjukkan kekhawatiran.

Aubrey tidak menyahut. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, menyadari bahwa sayatan di pipinya mengeluarkan sedikit darah.

"Tunggu sebentar."

"Mau ke mana...?"

Aubrey tidak sempat mendapatkan jawaban dari Nalen, karena Nalen sudah terlebih dahulu meninggalkannya. Tetapi hanya berselang beberapa detik, Nalen langsung kembali.

"Ikut gua," ujar Nalen. Tangannya hendak meraih tangan Aubrey, namun kemudian berhenti sebelum benar-benar meraihnya.

Tangannya mengepal. Tidak bisa begini. Ia dan Aubrey tidak sedekat itu untuknya membuat kontak fisik. Nalen tidak ingin membuat Aubrey tidak nyaman dengan menarik tangannya begitu saja.

"Ke mana sih?" tanya Aubrey dengan nada jengkel, namun ia tetap mengikuti ucapan Nalen.

"Apotek."

Kini mereka berdua berjalan berdampingan. Nalen memandu jalan, dan memperlambat langkahnya agar Aubrey tidak ketinggalan.

Sementara, cuaca malam semakin dingin. Aubrey mengeratkan jas milik Nalen yang bertengger di pundaknya. Dipikir-pikir ada sesuatu yang sepertinya ia lupakan.

"Nalen, lu kok bisa ada di sini?"

Mungkin Nalen hanya kebetulan berada di taman ini dan bertemu dengan Aubrey, mungkin juga tidak. Masalahnya Aubrey tidak terlalu percaya dengan kebetulan. Karena itu, ia lebih baik bertanya langsung pada Nalen untuk memastikannya.

"Hmm.. Gua ngikutin lu," balas Nalen canggung.

"Hah? Ngapain?" tanya Aubrey heran. Kalau begini kasusnya kan, Aubrey tidak bisa tidak curiga.

Nalen tidak tahu ia seharusnya menjawab yang sebenarnya atau tidak. Tapi, entah kenapa rasanya lebih baik jika ia mengatakan yang sebenarnya. Lagipula itu bukan sebuah hal yang besar.

"Draka yang nyuruh."

"Hah?! Ngapain?!" Pertanyaan yang sama tapi nadanya meninggi. Aubrey bisa paham jika Elliot yang meminta Nalen. Tidak, bahkan jika itu Elliot, tidak masuk akal untuk menyuruh seseorang mengikuti Aubrey yang pasti menurut Elliot aman-aman saja bersama sang Mama.

EXTRA'S HELP #TRANSMIGRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang