"Nyatanya, hal paling mengerikan bagi manusia adalah dirinya sendiri, pikiran-pikiran bodoh yang tidak pernah mengenal kata cukup."
.
.
."Sepertinya tidak apa-apa sir, hanya terkilir, tidak ada tanda-tanda luka serius yang perlu di khawatirkan," ujar seorang pria dengan surai berwarna biru gelap kepada pria paruh baya yang tengah terduduk di ranjang IGD.
Tidak lama berselang, datang seorang dokter wanita, ia tersenyum ramah kepada pasien yang ia lewati, berhenti di sebelah pria bersurai biru gelap.
"Selamat sore Sir Ernesh, Sore bapak, bagaimana keadaannya? Sudah lebih baik?" Sapa si dokter wanita kepada Ernesh dan pasien.
"Selamat sore juga dokter, saya tidak apa-apa, menurut dokter Ernesh saya hanya terkilir," jawab pasien, sementara Ernesh hanya mengangguk sebagai respon.
"Syukurlah kalau demikian, untuk Sir Ernesh bisa kita bicara sebentar? Saya pamit dulu ya pak," ucapnya kemudian melangkah keluar dari ruangan di susul Ernesh.
Si dokter wanita menghentikan langkahnya di depan ruang IGD, Ernesh lantas menaikan sebelah alisnya kemudian berkata, "Apa yang ingin anda katakan dokter?"
"Untuk hasil CT-SCAN pasien laporaskopi pukul 16:00 masih ada? Keluarga pasien meminta salinannya lagi," tanya dokter tersebut.
Ernesh memasukkan kedua telapak tangan ke saku celananya, "Entahlah, anda bisa bertanya langsung pada Dokter Paijo, beliau yang mencetak hasil CT-SCAN tersebut," jawab Ernesh ogah bertindak dan justru melempar tanggungjawabnya semena-mena. Dokter wanita tersebut pun hanya menggelengkan kepala sejenak, kemudian menghela napas berat.
"Tidak ada dokter bernama Paijo di sini, Sir Ernesh kalau mau ngibulin orang cek data dan fakta terlebih dah—" belum selesai bicara Ernesh rupanya sudah minggat.
Di penghujung koridor, tepat di depan dinding yang sepenuhnya adalah kaca. Cukup jelas terlihat kegiatan orang-orang di bawah sana. Ernesh sedikit membungkuk, kedua tangannya memegangi lutut, sembari mengatur napasnya yang tersengal-sengal sebab berlari.
"Padahal tidak jauh," keluh Ernesh, entah mengapa akhir-akhir ini ia merasa lebih cepat letih dan daya tahan tubuhnya menurun.
Ini adalah tahun pertama Ernesh menjalani Koasnya, meskipun menjadi dokter bukan passion Ernesh, namun sudah kepalang jauh melangkah. Sebagai bagian keluarga terpandang Ernesh tidak bisa menunjukkan sedikitpun celah, atau dia bisa mati kapan saja — mati dalam artian tidak benar-benar mati — menyisakan sejumput kewarasan di dalam jiwa.
Baru saja Ernesh hendak beranjak dari tempat ia berdiri sekarang. Ketika mobil ambulance di sertai nyaring sirene memasuki halaman rumah sakit. Ernesh segera berlari secepat mungkin, menuruni tangga menuju IGD.
Keadaan di lantai satu benar-benar kacau, wartawan serta warga sipil memenuhi ruangan tersebut, baru saja Ernesh menapakkan kaki di anak tangga terakhir, kamera segera menyorot ke arahnya, mengambil gambar serta mencoba mendekatkan mic ke Ernesh.
Segudang pertanyaan di lontarkan, namun Ernesh enggan. Ia tetap menutup mulutnya rapat-rapat, sembari berusaha masuk ke ruang IGD secepat mungkin. Beruntung Pihak keamanan segera datang dan membantu membukakan jalan.
Tanpa sengaja sudut mata Ernesh menangkap seseorang yang tidak seharusnya ada di sini, pemuda dengan surai biru gelap sama dengannya, hanya saja lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekuilibrium
Fantasy[ASHDOWN ERNESH POINTS OF VIEW] "Kalau esok aku pulang, akankah kematian mengajarkan mu cara memaafkan?" Dunia kita tidak pernah baik-baik saja, di tengah wabah mengerikan yang mengancam keselamatan banyak jiwa, ada saya oknum yang mencari kesempat...