satu

15 4 0
                                    

"Renjun, aku suka sama kamu"

Tak pernah ia lihat sebelumnya tatapan yang memancarkan kesenduan begitu dalam. Renjun tau, Jeno adalah orang yang baik. Dan itulah yang menjadi masalah. Renjun tak mau orang sebaik Jeno bersanding dengan orang seperti nya.

"Aku juga suka sama kamu Jen"

Bisa dilihat Jeno sedikit terkejut atas jawabannya. "Jadi, kamu mau jadi pacarku Ren?"

Renjun sudah mengetahui ini sejak Jeno terus membuntutinya setiap mereka berpaspasan di perpustakaan. Dan ia tau suatu hari nanti pasti Jeno akan mengutarakan cinta padanya, Renjun tidak terkejut akan hal itu. Dan inilah jawaban Renjun.

"Maaf Jen, aku ngga ada pikiran buat nikah, dan pastinya aku juga ngga ada pikiran buat pacaran"

Dari tatapannya Renjun tau, Jeno menaruh rasa kecewa padanya, namun dengan senyum andalannya kesedihan itu terutupi.

"Cari orang yang baik Jen, aku bukan orangnya"

Setelah itu Renjun pergi, meninggal kan Jeno di kantin fakultasnya bersama kopi yang masih mengepul tak tersentuh. Sejak saat itulah hubungan mereka merenggang, lebih tepatnya Renjun yang mencoba menghindar dari Jeno.

♡´・ᴗ・'♡

"Meskipun nilai Jeno besar, ibu belum pernah denger Jeno punya pacar"

Perkataan ibu Jeno yang melintas di pikirannya. Saat itu Renjun diundang makan malam oleh Jeno di rumahnya, dengan senang hati Renjun mengiyakan. Awal mula Renjun tertarik dengan kehidupan Jeno. Jeno dibesarkan oleh keluarga yang harmonis.

Ibunya lembut dan penuh perhatian, dari sorot matanya Renjun tau ibu Jeno adalah sosok wanita yang tegas yang akan membagikan seluruh dunianya pada buah cintanya Jeno. Sedangkan Ayah-nya, beliau adalah sosok yang hangat dan penuh tawa, begitu terlihat seperti Jeno, seorang pahlawan keluarga yang akan mementingkan keluarganya dari apapun. Dan dimulai dari itu, Renjun menarik kesimpulan, keluarganya, katakanlah latar belakangnya begitu berbanding terbalik dengan Jeno.

Itu menyesakkan, namun Renjun jadi terinspirasi untuk menjadi orangtua seperti yang Jeno miliki. Dan kesimpulan ekstrim yang ia tarik lagi adalah ia menginginkan anak seperti Jeno, yang bahkan Jeno menginginkan Renjun menjadi pacarnya.

Renjun tau tak seharusnya ia hidup seperti ini, terjebak di masa lalu. Setiap hari ia selalu hidup dengan masa lalu yang menemani langkahnya. Bukan Renjun tak ingin lepas dari mereka para memori sialan, sungguh itu sangat memberatkan jasmani dan rohaninya. Namun saat ini belum ada metode ampuh yang bisa membuat Renjun merangkul masa lalunya bagai teman.

"Kamu mirip ibuku Renjun"

Itu kalimat yang diutarakan Jeno ketika mereka sedang berada di Rooftop fakultas Renjun. Renjun bukan orang yang gampang panik dan terkejut, ia cukup santai menanggapi itu. Jujur saja Renjun sudah jauh lebih lama menyukai Jeno, senyum indah yang diberikan kepada siapapun tanpa memandang kasta. Renjun telah jatuh cinta sebelum Jeno.

Namun kalimat Jeno selanjutnya membuat Renjun sedikit terkejut. "Aku harap aku bisa jadi tempat kamu berbagi suka dan duka Ren" Seolah menyadarkan Renjun atas kehidupannya yang bercampur dengan khayalan. "Kalo kamu percaya sama aku, aku berusaha selalu ada buat mu Ren"

Renjun merasa ia baru saja dilahirkan, tanpa dosa dan suci begitu saja. Jujur saja baru pertama kali Renjun memiliki tempat di hati orang lain, ia merasa begitu berharga di mata Jeno. "Kamu orang sepesial ketiga di hidup ku Ren, setelah ibu dan ayahku". Kalimat terakhir yang berhasil membuat hati Renjun sakit, waktu itu diam diam air mata Renjun meluap.

"Meskipun Jeno punya tubuh bongsor dan kelihatan kebanyakan gizi, sebenarnya Jeno itu anak mami. Dia selalu cerita apapun sama ibunya, maklum anak tunggal. Akhir akhir ini dia cerita punya gebetan tapi ngga mau ngasih tau namanya, tapi setelah kenal kamu, saya yakin gebetan Jeno itu kamu, Renjun"

Renjun terdiam, berbicara empat mata bersama ayah Jeno membuatnya terdiam seribu bahasa. Di restoran milik ibu Jeno mereka bertemu. Renjun yang sedang menunggu Jeno menghampiri ibunya, malah berakhir dirinya ditemui oleh ayah Jeno.

"Lalu apa yang kamu suka dari Jeno? Renjun"

Ketika menatap bola matanya, Renjun merasa dirinya sudah tak hidup lagi. Mematung bak balok es yang dingin, debaran aneh di dada yang menjalar ke seluruh tubuh. Tak ada bedanya, Jeno dan ayahnya keduanya menarik. Bisakah Tuhan memberi sosok pahlawan seperti ayah Jeno di kehidupannya selanjutnya?

"Jeno sosok yang murah senyum, ketika mengingat Jeno saya mengingat senyumannya"

Renjun menjawab dengan tak yakin, namun setelahnya sosok pria paruh baya yang memiliki pesona seperti Jeno itu terkekeh bak menonton film komedi. Renjun tersenyum malu, celaka sudah tak seharusnya ia bertingkah seolah dirinya menyukai ayah Jeno.

"Kamu polos Renjun". Renjun bersumpah ia bisa menukarkan segala yang ia punya demi melihat senyum seperti yang Jeno maupun Ayahnya miliki.

" Bilang saja ya jika Jeno menyakiti mu"

Berbincang bak ayah dan anak. Renjun berdecih mengingat kejadian itu, dirinya telah jatuh terlalu dalam pada kesempurnaan yang bernama Jeno.

it will be okayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang