Namra keluar dari pusat perbelanjaan agak tergesa. Ekor matanya mencoba melihat sejauh yang dia bisa. Dia merasa seseorang mengikutinya, tapi dia tidak ingin terlihat kentara bahwa dia tau hal itu. Namra mulai berjalan menjauhi pusat perbelanjaan, penguntitnya pun bergerak mengikutinya. Bukan baru sekali Namra merasa diikuti penguntit. Dia bukan anak yang sangat cantik, dia tidak berasal dari keluarga yang sangat kaya, dia tidak punya titel apapun. Dan dia sangat bingung mengapa banyak orang yang menargetkannya?Namra beruntung karena pada saat dia kecil ibunya mengikutkannya ke berbagai les bela diri. Dia mengikuti taekwondo, silat, dan karate, meskipun saat itu ia merasa terpaksa. Dia ingin bermain boneka dan rumah-rumahan, tapi malah diharuskan untuk belajar bela diri. Namun, dia bersyukur sekarang dia bisa sedikit banyak melindungi diri dari serangan orang-orang meskipun ia agak takut. Well, she's still a girl.
Penguntit-penguntit ini mulai bermunculan sejak dua minggu yang lalu. Entah apa alasannya. Awalnya Namra juga tidak sadar akan kehadiran penguntit-penguntit ini. Namun, kian lama mereka makin menampakkan diri semakin jelas. Tidak sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya.
Namra memacu kakinya lebih cepat. Penguntitnya juga mengikuti. Suara langkah kaki makin terdengar keras seiring dengan cepatnya mereka melangkah. Namra berbelok ke gang, memegang kresek belanjanya semakin erat, berjaga-jaga untuk menggunakannya sebagai alat pertahanan diri.
Namra merapatkan diri di balik persimpangan tembok, membuka bungkus garam kemudian mengambilnya segenggam. Penguntitnya berbelok kemudian Namra melemparkan segenggam garam ke mukanya. Penguntitnya berteriak merasakan pedas di matanya, Namra memukul penguntitnya kemudian berlari sekencang mungkin menuju apartemennya.
Namra sampai di apartemennya dengan terengah-engah. Tangannya gemetar. Segera ia kunci apartemennya. Ia mengintip ke celah pintu, berjaga-jaga apakah penguntitnya berhasil menemukan tempat tinggalnya. Beruntung dia tidak melihat siapapun. Penguntitnya pasti kehilangan jejaknya. Namra kemudian masuk ke apartemennya, mengeluarkan barang belanjanya dan memasukkannya ke kulkas.
Namra kemudian duduk di kursi ruang makan. Dadanya masih bergemuruh. Baru kali ini penguntitnya benar-benar mendekatinya. Biasanya mereka hanya akan melihatnya dari jauh. Namra mendongakkan wajahnya, kemudian menutup matanya dengan lengan, ia menghembuskan nafasnya keras.
Handphonenya berdering, panggilan dari Ibunya. Namra mengangkat teleponnya.
"Halo, Ibu."
"Halo, Nak. Gimana kehidupan di sana? Aman kan?" Ibunya menanyakan kabar.
"Semuanya baik-baik saja, Bu. Ibu sudah makan? Bagaimana Kakek dan Nenek? Semua sehat?" Namra bertanya untuk mengalihkan perhatian ibunya.
"Iya, syukurlah jika semua baik-baik saja. Semua di sini sehat-sehat saja, Nak. Baik-baik di sana, jika ada masalah harus lapor ya!" Namra tersenyum kemudian mengangguk, lupa jika Ibunya tidak bisa melihat semua itu.
"Iya, Ibu, pasti." kebohongan dia ucapkan agar Ibunya tidak khawatir. Tak lama pembicaraan mereka selesai. Namra menutup telepon. What a day.
To be continuedAU Namra Suhyeok baru. Entah bakal jadi berapa part karena ditulis dadakan hehe. Semoga suka, jangan malu untuk meninggalkan jejak. Thank youuu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Mafia [Namra Suhyeok AU]
FanfictionNamra didnt know why people targetting on her. She has no money, no title, nothing, she even live in a cheap apartment to cut some costs. Later on she knows that it's happened because of her father. One day, someone really chase her with a weapon a...