1. Kabar Mengejutkan

49 15 1
                                    

Sebelum baca, follow akun saya dulu, yuk! 

____

"Innalilahi wa innailaihi rojiun. Telah berpulang ke Rahmatullah, saudari kita ... Rania Aulia, istri dari saudara Dude Hadikusumo ...."

Pengumuman dari pengeras suara masjid membuatku yang baru saja membaringkan tubuh di atas kasur sontak terbangun lantaran terkejut dengan berita yang tiba-tiba tersebut. Bagaimana tidak, sore tadi, keluarga Hadikusumo baru saja selesai menggelar pesta tujuh hari tujuh malam untuk sepasang pengantin baru itu. Namun kini tersiar kabar jika sang pengantin wanita baru saja mengembuskan napas terakhirnya. 

"Buk, itu beritanya beneran?" tanyaku begitu keluar kamar, kepada Ibu yang juga tampak kaget. "Masa sih? Sore tadi Mbak Rania masih kelihatan baik-baik aja."

"Itulah, Nak. Jodoh, rezeki dan maut sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Apa pun yang Dia titipkan bisa dengan mudah diambil kembali tanpa perlu permisi. Yang hari ini kelihatan sehat, entah bagaimana besok. Manusia gak ada yang tahu tentang takdir hidupnya masing-masing. Kita doakan semoga almarhumah diterima di sisiNya."

Aku tercenung mendengarkan. Benar yang Ibu katakan. Daripada jodoh seperti yang selalu kuharapkan, bisa jadi maut lebih dulu datang. Tiada yang tahu bagaimana hari esok menyapa kehidupan. 

"Sudah. Ayo, ganti baju dulu! Kita ngelayat," ucap Ibu.

Aku mengangguk, lalu mengikuti Ibu masuk ke kamar masing-masing. 

___

Sudah 40 hari sejak kabar duka dari keluarga Hadikusumo. Namun kesedihan masih tampak pekat. Terlebih sejak saat itu, Mas Dude mulai jarang terlihat. Pastilah kehilangannya yang paling hebat. Secara semua orang tahu betapa pria itu begitu memuja sang istri. 

Usut punya usut, dari cerita yang merayap melalui mulut ke mulut, penyebab meninggalnya mendiang Mbak Rania adalah karena angin duduk. Awalnya keluarga mengira itu hanya masuk angin biasa. Itulah mengapa tidak ada satupun yang mengira jika Mbak Rania akan pergi secepat itu. 

"Aku masih merasa kasihan sama keluarga Mas Dude. Gak kebayang seberapa sakitnya dia." Nadia menatap ruko empat pintu di seberang jalan. Sebuah toko yang menjual onderdil motor sekaligus membuka bengkel. Salah satu usaha yang dimiliki keluarga Hadikusumo. 

"Takdir gak ada yang tau, Nad. Kemarin mungkin Mas Dude yang berduka, esok siapa yang tau. Bisa jadi kita," sahutku, sembari meletakkan kotak tisu di atas meja-meja. 

"Iya. Kamu benar." 

Nadia kemudian duduk di salah satu kursi, dengan kedua telapak tangan menangkap wajah. Sedangkan pandangannya masih tertuju pada toko di seberang sana. 

Pada jam segini, warung dengan plakat 'Kedai Granat' ini memang biasanya belum kedatangan pembeli. Kedai yang menjual berbagai jenis makanan; diantaranya bakso, seblak, mie ayam dan beberapa camilan lain dengan level pedas di atas rata-rata. Kedai yang kebetulan berseberangan dengan toko yang dikelola Mas Dude.

"Kangen deh aku tuh sama senyuman Mas Dude. Semangatku hilang semenjak gak ketemu dia." 

Aku tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala. Dari semua orang yang naksir Mas Dude, mungkin Nadia lah yang paling patah hati saat tahu pria itu akan menikah. 

"Ini mungkin karena kamu." Ucapanku membuatnya mengalihkan perhatian.

"Maksudnya?"

"Kemarin-kemarin kan kamu sempat ngomong yang gak baik." 

Keningnya berkerut, hingga alisnya bertaut.

"Kutunggu dudamu. Ingat gak?" 

Matanya sempat membelalak. Kemudian berangsur normal, tetapi wajah Nadia justru tampak pucat. 

"Duh, ya Allah!" gumamnya sembari menepuk-nepuk mulut. "Gimana dong, Dar? Aku jadi merasa berdosa." 

Kini matanya justru memerah, hingga berkaca-kaca. Padahal niatku hanya iseng saja. Sebab aku juga tahu, saat itu Nadia hanya bercanda. Siapa yang tahu ucapannya jadi doa. 

Menggigit bibir, aku jadi bingung ketika Nadia sudah menitikkan air mata. 

"Aku harus gimana? Aku gak nyangka kalau ucapanku waktu itu malah jadi doa," ujarnya tersendat, seraya mengusap sudut mata. 

Aku jadi ikut merasa bersalah. Kudekati dirinya, lalu menarik Nadia ke dalam pelukan. 

"Ssstt. Mungkin di luar sana bukan kamu aja yang ngomong begitu. Secara kita tahu, Mas Dude itu banyak fansnya. Tapi kalau kamu memang merasa sangat bersalah, ada baiknya minta maaf dan bertanggungjawab." 

Nadia melepaskan diri dan menatapku. "Tanggungjawab bagaimana?" 

"Mmm. Gimana, ya? Aku juga bingung, Nad." 

Bahu Nadia jatuh lagi, begitupun kepalanya ikut tertunduk dengan pandangan sedih. Namun menit berikutnya, Nadia kembali mengangkat kepala dengan mata berbinar. 

"Aku tau harus apa, Dar."

Gantian, alisku yang menukik tajam. "Apa?"

"Aku akan bantu Mas Dude cari istri lagi nanti," sahutnya penuh semangat.

"Yakali, dia aja baru kehilangan istrinya. Kayaknya masih lama lah dia mikir ke situ." 

"Gak apa-apa. Yang penting kapan pun Mas Dude siap, aku akan jadi orang pertama yang membantunya." Pandangannya tampak berapi-api. Nadia terlihat benar-benar bertekad. 

Ya sudahlah, terserah dia saja. Yang penting mah aku gak ikut-ikutan. Walaupun di dalam sini tidak memungkiri ada rasa ingin dipilih.

Duh, mikir apaan sih!

___

Jangan lupa vote dan komen, ya 💕

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang