Surat Cinta untuk Indonesia

171 24 2
                                    

Di luar hujan deras dan Australia hanya bisa menggerutu sambil menatap bulir-bulir air yang membasahi kaca jendela rumahnya. Bukanlah hal yang aneh ketika musim hujan tiba dan hujan turun dengan derasnya seolah ada seember besar air yang ditumpahkan dari langit. Namanya juga musim hujan. Yang aneh adalah setiap kali hujan turun, pemuda berkulit merah dengan plester cokelat di hidung itu akan terserang rasa galau yang tak berkesudahan.

Kata orang, hujan dan kenangan itu adalah satu hal yang tak terpisahkan. Saat ada hujan, di situ pula kenangan akan datang. Hujan itu punya kekuatan ajaib yang dapat mempengaruhi mood seseorang. Hanya dengan menatap hujan dari balik jendela saja, cukup untuk menurunkan kadar serotonin dalam tubuh, membuat seseorang menjadi mellow, perasaan tak karuan, lalu galau pun menyerang.

Pemuda berambut pirang kecokelatan itu beranjak dari duduknya, berjalan ke arah dapur mungil yang berada di belakang rumahnya. Segelas cokelat hangat barangkali dapat menemaninya menikmati kegalauan yang tiba-tiba datang menyerang. Saat kau tak bisa menghindari sesuatu yang tiba-tiba datang, terimalah, nikmatilah. Mari ber-galau-ria.

"Hmmm..."

Cokelat hangat itu diseruputnya. Sejenak ia menikmati sensasi hangat dan manis yang menyeruak di indera pengecapnya, lalu kembali menatap sendu ke luar jendela melihat deretan tanaman di dalam pot yang diguyur air. Daunnya bergoyang.

Juga jalanan yang tergenang, tampak beberapa orang lalu lalang di sana. Ada yang berteduh di bawah payung, sendirian, maupun berduaan. Ada juga satu dua orang yang terlihat berlari berusaha mencapai tempat berteduh terdekat supaya tidak kebasahan, namun usaha mereka sia-sia karena hujan hari itu begitu deras seperti ditumpahkan dari langit dan berlari di tengah guyuran hujan yang sederas itu hanyalah akan mengakibatkan tubuhmu basah dan kedinginan saat kau sampai di tempat berteduh terdekat.

"Kasihan..." gumam Australia mengasihani sesosok pemuda berpakaian rapi yang akhirnya berhasil sampai di teras sebuah toko kecil setelah sia-sia berjuang melawan derasnya hujan. Tangannya membawa buket bunga mawar merah. Australia menduga bahwa sosok pemuda itu hendak bertemu dengan kekasihnya di tempat janjian, tapi malang hujan turun dengan kejamnya dan akhirnya dia harus berteduh sejenak dan kencan pun terpaksa ditunda.

Memang, hujan itu terkadang sering merusak rencana yang sudah dibuat sejak jauh-jauh hari. Seperti juga yang dialami oleh dirinya. Rencananya hari ini ia dan Indonesia akan pergi ke luar. Yah, sekedar jalan-jalan di taman, main skateboard sambil ngobrol ngalor ngidul, atau sekedar ngopi-ngopi ganteng di kedai kopi di dekat situ. Namun, gara-gara hujan, sepertinya rencananya terpaksa gatot, alias gagal total.

TING TUNG

Terdengar bunyi notifikasi dari smartphone-nya.

[Hi, Oz, hujannya deres banget nih]

[Kayaknya gue telat sampe sana]

[Apa gue ke rumah loe-nya besok aja ya?]

[Atau ntar liat sikon dulu deh, jadi atau ngga-nya]

[Hujan deres kayak gini bikin males keluar deh]

"Huuffttt....." Australia menarik napas panjang lalu menghelanya dengan nada berat. Ada kekecewaan di sana saat kedua bola mata berwarna hijau itu menatap layar smartphone miliknya. Lalu pemuda Australia itu mengalihkan pandangannya dari benda yang ada dalam genggamannya dan kembali menatap deraian air hujan dan mendung yang menggelayut di luar sana.

Lalu dari MP3 player miliknya, terdengar alunan lagu lembut dengan intro yang sangat mengena di hati.

Kutuliskan kenangan tentang caraku menemukan dirimu

Surat Cinta untuk IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang