Si Pengabadi Momen

21 2 0
                                    

Berjalan lelaki muda menggendong tas ransel berlogo gunung. Ditentengnya kamera Sony A7 R IV. Langkahnya terhenti di bibir pantai Kelan Bali. Salah satu tempat yang dianggap surga bagi para pecinta senja. Tiap lima menit sekali, pesawat akan mengiris langit di sana. Pantai itu berada di sebelah Selatan Bandara Ngurah Rai.

Cekrek..cekrek…

Jarinya menekan shutter kamera. Dia adalah Kalandra Surya Kelana. Kala, sapaannya. Entah ada berapa proposal yang antri di meja kamarnya. Puluhan perusahaan besar menanti kerjasama dengannya. Seperti project-nya di Bali ini. Kala sepakati kerjasama dengan salah satu perusahaan maskapai di Indonesia.

Wajahnya bersih, rambutnya bergaya Undercut. Ditunjang tampang yang cukup membuat mata wanita terpaku. Sore itu, Ia mengenakan kaos putih yang dilapisi jaket trucker hijau pekat. Celana jeans biru yang sedikit sobek di betis kanannya. Alas kakinya terbungkus sepatu putih berlogo daun. Kalaupun Ia tak jadi fotografer, mungkin model jadi pekerjaannya.

Senja di Pantai Kelan semakin malu. Menyingkir dan terasing. Pun Kala. Ini senja terakhirnya di Pulau Dewata. Tugasnya usai setelah sepekan di tanah orang. Bukan waktu yang lama untuk mengenal Bali. Bukan pula waktu sebentar tuk meninggalkan bekas di hati.

"Bali, apapun yang akan terjadi, tetaplah secantik ini" gumam mulutnya sembari melepas pandangannya. Ia berjalan meninggalkan bibir Pantai Kelan.

Kala bergeser ke Bandara Ngurah Rai. Tiket menuju Jakarta Ia keluarkan dari tas ranselnya. Ia duduk sejenak sebelum check in. Ia rogoh ranselnya kembali. Kali ini Ia mengambil telepon genggam yang sudah sedari sore tadi tak Ia genggam. Panggilan tak terjawab atas nama Bunda. Dan pesan singkat "Nang", di antara puluhan pesan masuk yang belum Ia baca dari klien dan teman-temannya.  "Nang" adalah panggilan singkat dari cah lanang dalam bahasa jawa yang artinya anak laki--laki.

Tutt..tuttt..tutt… Telpon dari Kala tak Bunda angkat. Ia semakin dirundung rasa cemas dan bersalah.

" Hallo Nang" suara parau menyahut telpon Kala.

"Hallo Bun.. Bunda baik-baik saja? Ada apa Bun? Maaf, tadi Kala tak mengangkat telpon Bunda"

"Ndak papa. Bunda cuma ingin tahu kabarmu saja"

Tak sampai dua menit telpon dari sang bunda, keputusannya bulat. Pulang ke Jogja. Setelah satu bulan tak pulang ke tanah kelahirannya itu. Di rumahnya yang berada di Jogja, sang bunda hanya tinggal bersama bi Inah. Ayah Kala, pergi sejak Ia separuh berseragam merah putih. Ia anak tunggal. Tak perlu lagi ada keraguan betapa khawatir satu sama lain antara Kala dan Bundanya.

----

"Nyet, gua pulang ke Jogja. Bunda tadi telpon. Cek email, foto udah gua kirim. Tolong back-up" Pesan singkat Kala pada Reno, sahabat sekaligus tim fotografernya.

----

Sebuah Narasi Acak Yang Tidak KebetulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang