Takdir Mulai Bernarasi

13 1 0
                                    

Hari kedua Kala di kota kelahirannya. Pukul 10 pagi, Jogja belum mengeluarkan teriknya. Kala memutari sudut-sudut kota pelajar dengan kamera Fujifilm X-A2 miliknya. Sepertinya, nyaris tak ada tempat di Jogja yang tak bisa difoto. Namun, bagi Kala, yang sudah sedari kecil di tempat itu, hanya beberapa saja yang membuatnya tertarik.

Langkahnya terhenti di kios buku yang terletak di sepanjang Jalan Terban, dekat dengan Tugu Jogja. Deretan kios itu menjadi surga bagi para pecnita buku. Ada buku baru ada juga bekas. Banyak yang murah, jika tega bisa juga ditawar.
Kala mengabadikan beberapa momen di kios itu.

Ia melewati beberapa kios. Sepatu boots bergaya derby yang Ia kenakan saat itu, menendang sesuatu. Sebuah buku kecil, dengan tanda tangan di sudut kanan bawah. Ia pungut. Beberapa menit Ia genggam. Tak ada satupun yang menghampiri untuk mengambilnya. Berdalih penasaran Ia buka buku itu satu persatu. Semua berisi puisi.
Di halaman paling depan, ada sepenggal puisi yang masih belum jadi. Berjudul "Ayara Dhatu Kaluna". Sementara di halaman-halaman selanjutnya, sudah ada puluhan puisi yang dituntaskan penulis.

Ayara Dhatu Kaluna

Kupu-kupu itu enggan keluar
Masih betah di gumpalan darahku
Kantong kepalaku
Keluarlah
Sungguh itu menyiksa
Atau pinjamkan aku gergaji tajam
Kubelah kepalaku
.....

Kala meneduh. Terbawa aliran puisi itu. Ia memang suka dengan sastra. Terlebih, ketika sesuatu itu tak langsung bisa dipahami. Satu persatu puisi itu dibaca sembari keningnya mengkerut. Ujung bibirnya menungging. Pun sesekali gigi serinya nongol. Sekitar setengah jam angannya terbawa oleh puisi Ayara. Ia terbawa dalam dunia yang Ayara miliki. Tak ada yang menegurnya, ataupun meminta bukunya. Kala masukkan buku itu ke tas kamera warna coklatnya.

Saat kakinya tegap berdiri, lalu melanjutkan petualangannya di Jalan Terban, Ia sempat berpapasan dengan Ayara. Begitulah cara kerja takdir. Mereka tak saling mengenal. Pun Ayara tak melihat jurnal puisinya yang sudah masuk kantong tas Kala. 
Takdir pertama kali mempertemukan Kala dan Ayara. Begitulah lucunya, bahwa hidup itu acak namun tak kebetulan.

-----

Ayara Dhatu Kaluna. Gadis 23 tahun. Ia baru saja memutuskan untuk mengundurkan diri dari salah satu Bank plat merah. Tinggi 170 dengan perawakan khas seorang kasir bank. Namun sebetulnya Ia bukan kasir. Jabatannya lebih tinggi dari itu. Namun, Ia mulai tak betah bekerja di tempat itu. Sepeninggal Dita, sahabatnya.
Itu menjadi titik baliknya. Dirinya hancur. Ia dirundung rasa bersalah. Sahabatnya meninggal setelah mengalami kecelakaan saat satu mobil dengan Ayara. Ayara tak mengalami luka serius saat itu.

Meski sebetulnya, keluarga Dita tak menyoal. Keluarganya percaya bahwa garis hidup sudah ada yang mengatur. Namun mau bagaimana pun, Ayara tak bisa memafkan dirinya sendiri. Nyaris tiap bulan sekali, Ia berkunjung ke rumah Dita. Membawakan makanan untuk keluarganya. Kadang baju untuk adik Dita, Lita yang kini sudah akan masuk kuliah.
Ayara berjanji kepada Lita, di depan makam Dita, bahwa akan menjaga adik sahabatnya itu.

Tak ada ladang jingga di Jogja sore itu, Ayara mulai merasa ada sesuatu yang hilang darinya.

"Aiiisshh...jurnalku" gumamnya sembari menutup matanya.

"Kutaruh mana tadi... Ayaraa Ayaraa.. Tledor banget sih" katanya menyalahkan diri dengan tetap mengobrak abrik tas yang selempang yang ukurannya tak terlalu besar.

Seketika langit yang agak mendung mulai menitikkan hujan. Ia bergegas menuju motor vespa matik biru muda yang baru tahun lalu Ia beli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebuah Narasi Acak Yang Tidak KebetulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang