Bagian 2

4 1 0
                                    

Tuhan, andai saja dulu aku tidak berekspektasi terlalu tinggi, mungkin saja saat ini aku tidak jatuh terlalu dalam pada kubangan luka ini.

Waktu kecil, aku selalu ingin cepat dewasa karena akan lebih menyenangkan saat terbang bebas seperti burung, ternyata keliru. Semua salah, aku bahkan menyesal karena sudah berharap dewasa sewaktu kecil.

Ada banyak luka yang terjadi, dunia yang kejam atau memang takdir sengaja memberi luka? Membingungkan. Apa tangisan tidak cukup untuk mengekspresikan betapa lelahnya tubuh ini? Ketakutan semakin menjadi, bagaimana nanti ke depannya? Apakah akan tetap seperti ini, dunia yang penuh drama dan luka?

Entahlah! Aku takut untuk kembali berkhayal bagaimana aku nantinya. Setiap cerita masih saja sama, selalu ada luka.

Jadi dewasa gak enak ya? Para tetua mungkin tertawa jika membaca ini, bagaimana bisa gadis ini ingin menjadi dewasa itu menyenangkan? Sedangkan di masanya sekarang saja, gadis ini sudah begitu banyak menghabiskan air mata dan mengeluh setiap harinya.

Lucu. Aku menatap cermin yang tengah menampilkan diriku dengan topeng senyum di wajahku. Bagaimana kalau kita buka? Apakah wajah aslinya juga tersenyum? Ah, sepertinya tidak.

Cukup, ya? Rasanya kurang seru menceritakan luka ini kepada banyak orang, cukup sepenggal kata saja yang menceritakan kelanjutannya. Berjumpa di cerita selanjutnya saja, mungkin ending akan membuat kecewa atau bahagia, kita tidak tahu bukan ke depannya bagaimana?

Pena, Kertas, dan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang