Malam tengah purnama. Langit malam yang biasanya gelap kini nampak terang karena pancaran sinar bulan penuh itu.
Jalanan begitu ramai banyak kendaraan berlalu lalang saling berlomba melintasi aspal yang melintas panjang. Sesekali suara klakson terdengar beradu merdu dengan mesin kendaraan yang melaju cepat meramaikan obrolan para sekumpulan lelaki yang sejak 3 jam lalu saling melontarkan pembicaraan.
Lelaki yang berjumlah tiga orang itu nampak duduk melingkar pada bahu jalan. Setiap masing-masing orang menikmati berbagai jenis gorengan juga satu gelas kopi dari pedagang yang mangkal di sekitar. Semuanya tampak kompak dengan pakaian serba hitam yang di kenakan.
Yang menarik adalah kelima lelaki itu berpakaian formal, gayanya sangat elegan sampai siapapun yang melihat pasti sudah menebak bahwa mereka berasal dari kalangan atas. Parasnya yang sama-sama tampan sempat membuat beberapa gadis yang juga nongkrong di pinggir jalan mencuri-curi pandang dan bertingkah aneh untuk mencari perhatian.
Sayang, sepertinya dari ketiganya tidak ada yang tertarik untuk menaruh perhatian. Semuanya sibuk berbincang sambil bercanda dan melontarkan ucapan kasar.
"Farah lebih oke. Body nya ... Beuh! Bikin tegang, sialan!" Elang geleng kepala lalu menyesap rokoknya kuat-kuat merasakan tubuhnya langsung panas saat mengingat paras cantik wanita bernama Farah, salah satu karyawan bagian administrasi di kantor.
Draco mendengkus, "Bisa nggak lo kalo liat cewek jangan badannya dulu?"
Elang membuang asap di mulutnya ke atas lalu menatap Draco sekilas, "Terus apanya dong? Dadanya dulu kaya lo?"
Umpatan kasar langsung keluar dari mulut Draco disusul tawa oleh laki-laki berambut chestnut itu. Sial. Tidak Draco sangka kalau Elang tahu kelakuan buruknya yang ia simpan rapat-rapat selama ini.
Berbeda dengan Draco dan Elang yang asik berbincang, lelaki bermata hazel dengan tubuh khas dipenuhi tato justru duduk terdiam sambil terus memegang ponsel, sesekali terlihat membalas pesan seseorang ketara dari jarinya yang bergeraj diatas layar.
Tentu kegiatannya itu membuat sang sahabat, Draco, menatap ke arah Leander. Bahkan lengannya disenggol tiba-tiba membuat Leander berdecak kesal.
"Lagi booking anak prawan ya lo? Mantengin hp mulu perasaan," Draco melirik sinis atasannya yang sedari awal tadi terus memainkan ponsel. Tidak biasanya.
Sadar jika dirinya terlalu larut dalam kegiatan, Leander mematikan ponselnya, menyudahi acara berbalas pesan dengan gadis yang tengah mengaku merindukan dirinya. Siapa lagi kalau bukan Zale.
Baru kenal beberapa hari, tapi Leander merasa jika Zale ini terlalu berani berinteraksi dengannya. Entah mungkin karena dasar suka atau apa, yang jelas Zale tidak pernah telat mengganggunya dengan pesan-pesan manis setiap hari. Dan anehnya Leander mau merespon pesan dari Zale itu. Ck!
Saat akan menjawab ucapan Draco, suara deruman motor yang bersautan itu membuat Leander diam dan menoleh ke arah kiri. Di ujung jalan sana, ada puluhan motor klasik dengan pengendaranya yang berseragam SMA. Hitungan detik rombongan itu memelankan laju motornya dan parkir di pinggiran jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Advocata
Teen FictionTiba-tiba keduanya dipertemukan. Tiba-tiba juga keduanya saling jatuh cinta tanpa sadar. --- Tentang Zale si gadis SMA yang selalu membuat Leander nyaman. Tentang Leander si pengusaha muda yang selalu membuat Zale merasa aman. --- Warning⚠️ : 16+