(3) fatamorgana

68 38 57
                                    

"Kisah ini akan kusimpan dan kuukir dengan indah walaupun pahit yang terasa, tetapi hati selalu berkata jujur, namun apa daya hati tak bisa di dengar."
•••

7 tahun yang lalu, waktu dimana dia bertemu dengan Kristaly untuk pertama kalinya. Pertemuan pertama yang menjadikan mereka bertiga teman, yah.. harusnya begitu. Raksa tahu seperti apa kehidupan Kristaly, dia tahu bagaimana tabiat Kristaly. Bukan hanya itu, dia juga tahu luka masa lalu Kristaly.

Raksa memang sudah menganggap Kristaly layaknya seorang adik perempuan pada umumnya, layaknya Raksi, dia menjadikan Kristaly menjadi adiknya. Tapi entah sejak kapan, suatu perasaan aneh justru datang pada dirinya. Entah kapan perasaan itu datang, mungkin sudah dari 3 tahun terakhir ini?

Namun, tak urung dia juga merasa menjadi sebuah bencana bagi Kristaly. Dirinya, dan Raksi yang kata orang menjadi 'Most wanted' membuat kedekatan antara dirinya, dan Kristaly di benci orang. Terlebih anak siswi, yang mungkin menyukai dirinya dan Raksi. Tapi sungguh, dia saja tidak menyangka akan hal itu. Dia tidak pernah berpikir ingin menjadi siswa famous. Apalagi hingga membuat Kristaly di bully, dan di benci teman-teman perempuan di sekolahnya.

Dulu sekali Raksa ingat, bagaimana tangisan Kristaly kala dirinya tidak sengaja jatuh saat bermain bersama. Kristaly kecil akan berlari padanya, dan memeluk dirinya erat lalu bibir mungilnya akan bilang; "Raksa, lutut Kristaly perih habis jatuh." Kristaly.. gadis itu memang hobi jatuh saat kecil dulu.

Mengingat masa lalu memang tidak akan pernah ada habisnya, dan kini kembali pada masa yang sekarang. Di depan café Samantha, dia melihat sosok Kristaly bersama seorang pria tengah duduk berhadapan.

Dia sudah lama mengamati interaksi Kris dengan pria itu.

Mungkin saja dia tidak akan melihat kejadian ini, jika saja Umi tidak meminta tolong mengantarkannya membeli kue tepat di depan café samantha persis.

"Raksa!" Pria itu terlonjak kaget saat sang Umi menepuk bahunya cukup keras, dia menoleh pada sang Umi yang menatapnya heran.

"Kamu lihat apaan sih, sampai Umi panggil dari tadi gak nyahut."

"Gak kak Umi, ya udah kita pulang. Udah kebeli semua 'kan kuenya?"

Umi mengangguk, selepas itu mereka pergi meninggalkan kedai kue laviolin. Dengan pertanyaan Raksa yang masih penasaran, "siapa barista yang duduk bersama Kristaly?"

•••

Sudah hampir setengah jam Kristaly menunggu Riko di Samantha's café. Seharusnya pria jakung itu sudah tiba saat ini, tapi sepertinya Riko akan datang terlambat.

Kristaly menatap secangkir cappuccino yang masih mengeluarkan asap di depannya, gadis itu enggan minum karena masih terasa panasnya di sisi mug cappuccinonya. Dia ingat pesan Raksa dulu; kita tidak boleh meniup makanan atau minuman yang panas. Karena itu termasuk sunah Rasulullah juga, begitu kata Raksa.

Sambil menunggu cappuccino panasnya menjadi hangat, Kristaly sesekali membalasi pesan temannya. Atensinya kini menatap pada seorang pria tampan yang duduk di depannya persis, jika tidak salah pria itu bernama Dava? Kristaly menatap sesaat sebelum akhirnya dia kembali menyibukkan diri dengan ponsel miliknya.

"Riko whatsapp aku, katanya dia telat datang kesini karena di suruh jemput ibunya di pasar. Jadi dia minta tolong, buat nemenin kamu disini." Jelasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elegi Sandyakala || Na Jaemin & WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang