↪𝐏 𝐑 𝐎 𝐋 𝐎 𝐆⤸

179 51 286
                                    

𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 dan HARAP DI BACAᝰ.ᐟ

✓cerita berisi kekerasan, pelecehan, terhadap mengandung unsur yang mungkin membuat sebagian orang tidak nyaman dan menganggu mental health, bijaklah memilih bacaan.
✓jauh dari kata ramah setiap part berisi tindakan yang TIDAK BOLEH DI CONTOH.
✓cerita murni tulis tangan dari sang penulis dengan menggunakan bahasa baku dan frontal.
jaga jari kalian dalam berkomentar, karena mengandung unsur yang mungkin membuat sebagian orang jijik. berisi 18+ harap tinggalkan lapak.
✓Jangan mengharapkan ada adegan 21+ disetiap part-nya, pertegaskan tidak ada.
✓berlatar tempat luar negeri.
✓Cerita tak bermaksud meniru karya lain!

🦋🖤ㅡGenre : dark romance

Suasana suram yang penuh kebencian dan dendam terasa seperti kabut tebal yang menekan sekeliling. Langit tampak kelabu, dengan awan gelap yang menggantung rendah, seakan-akan menunggu untuk menumpahkan hujan deras. Cahaya yang seharusnya menghangatkan terasa dingin dan redup, seperti diserap oleh kegelapan yang menguasai tempat itu.

Di udara, ada keheningan yang tidak nyaman, seolah-olah semua suara ditelan oleh kekosongan yang menakutkan. Wajah seorang pria berada di tempat itu dipenuhi dengan tatapan dingin, mata mereka mencerminkan kebencian dan rasa sakit yang dalam. Setiap gerakan terasa kaku dan tegang, seakan-akan setiap orang menahan amarah yang siap meledak kapan saja.

Ada sesuatu yang mengendap di antara mereka, tak terlihat namun terasa jelasㅡrasa dendam yang tak terucapkan, namun memancar kuat dari setiap pandangan dan kata yang diucapkan dengan nada tajam. Udara terasa berat, sulit untuk bernapas, seperti tertahan oleh kebencian yang menggantung di sekitar.

Setiap percakapan singkat dan penuh sindiran, dipenuhi dengan kepahitan. Tak ada kehangatan atau senyum yang tulus di sini; hanya ada kegetiran yang membekas di setiap interaksi. Tempat ini terasa seperti medan perang emosi, di mana kebencian dan dendam menjadi senjata yang siap menghancurkan apa pun di sekitarnya.

"Mengapa kau melakukan ini?" sarkas seorang wanita tengah menatap sinis ke arah pria di depannya, tengah berlutut.

Tawa sinis terdengar samar suara detak jantung melingkar setiap detiknya, "Menurutmu?" Pria itu menyambar dagu sang wanita, mencengkram begitu erat dengan tatapan menusuk.

Dagu wanita itu terangkat, meringis kesakitan dikala merasakan cengkraman di dagunya mengetat.

Ibu jari pria itu bergerak membelai lembut dagunya, pria itu berdiri tegak, tatapannya tajam dan menusuk, seperti bilah es yang menembus langsung ke jiwa. Wajahnya kaku tanpa ekspresi, seolah-olah beku oleh dinginnya perasaan yang dia simpan di dalam. Matanya gelap, penuh dengan kebencian yang dalam dan tidak terucapkan, memancarkan aura yang membuat orang lain merasa tidak nyaman dan ingin menjauh.

Wanita itu menepis tangannya kasar, "Hentikan," sinisnya. "Itu menyakitkan."

Pria tengah memegang gelas wine di tangannya, tapi hanya menyesapnya perlahan, tanpa menikmati. Alkohol seolah tidak memberikan pengaruh apa pun padanya; sebaliknya, hanya menambah kedalaman rasa pahit yang dia rasakan. Setiap gerakannya penuh perhitungan, tidak ada yang berlebihan, seolah-olah dia selalu mengendalikan diri dengan ketat, menahan diri dari ledakan emosi yang mungkin akan datang.

Tawa sinis terdengar. "Oh, ya? Benar 'kah?" bisik pria dimana mengetatkan cengkraman di dagunya.

Suaranya rendah dan tenang, tapi ada sesuatu yang mengancam dalam nada bicaranya, seperti bara api yang tersembunyi di bawah lapisan es. Kata-katanya dipilih dengan hati-hati, setiap ucapan sarat dengan makna yang menusuk, meninggalkan bekas yang mendalam pada siapa pun yang mendengarnya.

Pria ini tidak menunjukkan kemarahan secara terang-terangan; kebenciannya lebih seperti racun yang menyebar pelan, merasuki atmosfer di sekitarnya. Dia tidak perlu berteriak atau mengancam untuk menunjukkan kebenciannyaㅡkehadirannya saja sudah cukup untuk membuat orang lain merasa terancam dan gelisah.

"You jerk, dammit!" seru Serena Fiorentino, menepis tangan pria itu.

"You are pregnant with my child, Senorita," bisik Lucien Conrad mencengkram lebih erat dagu Serena. "Senorita, kau mencoba mengugurkan anakku yang tumbuh di dalam dirimu? Kau akan menyesalinya."

Terasa ibu jari itu mengulur dengan lembut menyentuh bibir wanita itu. Sentuhannya lembut, hampir seperti belaian, mengikuti lekuk halus bibirnya. Bibir Serena yang lembut sedikit bergetar di bawah sentuhan ibu jari, yang bergerak pelan dari sudut bibir hingga ke tengah, meninggalkan jejak sensasi yang lembut dan basah.

Kenikmatan itu sesaat, sebuah gigitan ia terima. Membakar api yang perlahan menjadi luapan, seulas seringaian muncul tersungging menarik di sudut bibir itu.

 Membakar api yang perlahan menjadi luapan, seulas seringaian muncul tersungging menarik di sudut bibir itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐋𝐨𝐯𝐞, 𝐌𝐚𝐲𝐛𝐞?[slow update]       Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang