Prolog K.B

3.4K 682 93
                                    

"Wanita itu seperti apa?" Tanya wanita berkepala lima yang kini tengah duduk diruang tamu bersama ketiga putra kembarnya. Mata nya menatap satu persatu pada ketiga pemuda didepan nya. Sedikit tersenyum saat melihat ekspresi ketiga anak nya. Layla namanya, wanita yang kini sudah berumur lima puluh tiga tahun dengan balutan baju gamis dan hijab yang selalu digunakan dalam keseharian. Ibu dari ketiga pemuda kembar yang selalu menjadikan nya tahtanan tertinggi di hati mereka.

"Kalau menurut Theo, wanita itu seperti bunga. Memiliki ciri khas tersendiri dan juga memiliki daya tarik nya tersendiri. Mereka juga memiliki warna yang berbeda beda didalam diri mereka" Theo, pemuda yang baru saja menyebut dirinya tersenyum lebar. Ia tak pedulia apakah jawaban nya itu benar atau salah menurut wanita yang berada didepan nya. Dia bahagia dengan jawaban yang baru saja ia sampaikan, yang terpenting baginya saat ini ia mampu menjawab pertanyaan dari wanita yang saat ini menatap nya  lembut dengan senyum yang terpatri di wajah cantiknya walau memiliki kriput dibeberapa area tertentu.

"Jawaban Bass itu ga bakal jauh-jauh dari apa yang Bass liat. Wanita itu seperti ladang dosa" Bass, pemuda yang memiliki gigi seperti kelinci itu hanya menatap lurus kedepan tanpa mau menatap sang bunda. Ia tak berani menatap wanita yang dihadapan nya. “Jawaban nya ga lo-“ ucapan Theo terpotong akibat Bass yang menatap nya dengan tatapan datar nya. “Aku belum selesai ngomong ya! Jadi, kamu itu ga usah nyela ucapan ku!” Bass mengangkat tangan kanan nya siap untuk menampar wajah sang adik yang berada di sebelah kanan nya. “Sekali lagi kamu nyela ucapan ku, tangan ini bakal melayang ke pipi kamu” tangan Bass yang awalnya berada diudara, kini berada persis di pipi kiri Theo.

“Bass ngebilang ladang dosa bukan tanpa alasan. Saat kita berhadapan dengan wanita di sanalah semua nya harus kita jaga. Mulai dari mata, mulai dari pikiran, dan juga hawa nafsu. Semua nya harus kita jaga,” lanjut Bass yang kini mengalihkan pandangan nya ke arah Layla. Sama hal nya dengan sang adik, dirinya tak peduli apakah yang ia ucapkan benar atau tidak yang terpenting ia sudah berani menjawab pertanyaan bunda nya dengan jawaban yang sudah langsung terbentuk sedari bunda nya bertanya.

"Kalau menurut Raven, wanita itu istimewa. Mereka itu seperti kaca yang harus dijaga agar tidak retak atau pun pecah, seperti berlian langka yang beharga, dan seperti ratu yang harus dilindungi.” Raven, pemuda berambut hitam pekat itu menjawab dengan penuh semangat. Terlihat dari bagaimana nada bicara nya yang sedikit tegas dari biasanya.

Layla tersenyum senang mendengar jawaban dari ketiga putranya, ia tak pernah berpikir bahwa ketiga anak nya akan menjawab seperti itu. Dirinya sungguh wanita yang beruntung memiliki tiga anak yang hebat seperti mereka. Tiba-tiba saja satu pertanyaan terlintas didalam benak nya. “Apa wanita itu lemah?”

“Jawaban nya tidak dan juga ya” Raven menjeda jawaban yang akan ia berikan kepada sang bunda disertai ketukan jari pada pegangan kursi kayu berwarna cokelat muda. “Kalau secara tenaga, wanita itu kalah karna mereka itu ratu yang dijaga oleh para kesatria bukan sebalik nya. Tapi, mereka jauh lebih kuat secara mental menurut Raven karna sampai detik ini mereka masih bertahan didunia yang kejam ini.”

...


Kata BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang