0.1

2 0 0
                                    

"Kamu bisa gambar anime, ya?" Asa datang mendekati bangku Eliza. Mengherankan, tetapi Asa yang terkenal dingin, tiba-tiba menyapa Eliza.
Eliza menatap matanya, kemudian kembali menggambar. "Oh, ini? Enggak. Tadi gabut aja mau gambar abstrak."
"Gambar kamu bagus," puji Asa sambil menatap gambaran Eliza. "Kamu mau belajar gambar anime, enggak?"
Eliza tampak berpikir sejenak. "Hm, boleh, tapi kayaknya ribet, ya?"
"Enggak. Kamu beli aja kertas yang khusus untuk gambar sketsanya. Nanti aku kasih tahu nama aplikasinya. Kamu bisa pindahin gambar sketsa kamu ke sana," jelas Asa yang tampak bersemangat.
"Aku enggak yakin bisa, tapi nanti aku cobain, deh," jawab Eliza setengah ragu-ragu.
Asa mengangguk dan tersenyum. Ia kembali ke bangkunya,

*****

Ping!
Suara ponsel Eliza berbunyi di atas meja belajarnya. Tidak seperti biasanya, ia mendapat notifikasi pesan dari messenger Facebook akun miliknya. Ia langsung mengeceknya. Ternyata Asa yang mengirim pesan. Eliza merasa tidak enak membalas pesan dari Asa. Walaupun Asa hanya mengirimkan ping padanya, tetapi Eliza tetap merasa kurang nyaman karena Asa sudah mempunyai pacar yang bernama Zahra, teman sekelas Eliza sendiri.

Asa, Zahra, dan Eliza adalah teman sekelas. Eliza cukup dekat dengan Zahra di kelas. Ia tahu persis bagaimana perasaan Zahra dengan Asa. Namun, di sisi lain, ia penasaran mengapa dan ada apa dengan Asa yang ingin memulai chat dengannya. Eliza memberanikan diri mengambil resiko yang akan terjadi. Ia membuka pesan dari Asa dan menjawabnya. Mungkin Asa ingin memberitahu nama aplikasi yang ia sarankan pada Eliza untuk menggambar anime.

"Iya. Kenapa?" Eliza menanggapi.
"Enggak ada." Itulah jawaban aneh yang diberikan Asa.
Eliza sedikit merasa aneh dan bingung. Ia pikir Asa memulai percakapan untuk membahas gambar anime yang dibuatnya, sekaligus nama aplikasi yang mereka bicarakan di sekolah. Akan tetapi, Asa hanya berbasa-basi biasa. Eliza menutup aplikasinya dan meletakan kembali ponselnya di atas meja belajar.

Tiba-tiba tidak seberapa lama, ponselnya kembali berbunyi. Suara notifikasi dari messenger akun Facebook miliknya.
"Ini, Za. Aku boleh curhat, sekaligus minta saran?"
Dahi Eliza mengernyit. Ia bingung, sekaligus penasaran. Seorang Asa yang terkenal dengan ketampanannya dan punya sikap dingin seperti es, tiba-tiba mengirim pesan kepada Eliza, teman sekelasnya yang terkenal tomboy dan berbeda dengan teman perempuan lain di kelas mereka yang belum akrab dan minta izin untuk curhat. Eliza menarik napas dalam.
"Boleh. Kenapa, Sa?" Eliza menanggapi.
Asa lantas mengirimkan pesan balasan kepada Eliza, "Aku bulan Maret ini, satu tahun sama Zahra."
"Terus, kenapa?" Eliza mengirimkan pesan tanda tidak mengerti.
"Aku mau udahan sama Zahra."
Eliza terkejut. Di sekolah, Asa dan Zahra memiliki hubungan yang terlihat baik-baik saja, tetapi kenapa Asa ingin menyudahi hubungan mereka?
"Enggak boleh gitu. Kasihan Zahra. Kalau kamu mau tahu, aku kasih tahu. Zahra bakalan traktir kami untuk merayakan satu tahunnya sama kamu. Lagian, kamu dan Zahra cocok. Kenapa tiba-tiba kamu minta putus mendekati satu tahun? Kenapa enggak dari dulu? Ini hati, bukan layangan yang bisa ditarik ulur." Eliza yang tampak mulai panas dan marah. Ia kesal pada Asa yang tiba-tiba ingin putus dengan Zahra.
"Iya, iya, paham. Tapi aku udah bosan, Za. Bosan sama sikap manjanya." Begitulah balasan yang diberikan Asa kepada Eliza
Obrolan semakin memanas. Eliza berpikir keras untuk menjawab dan berusaha untuk membujuk Asa supaya tidak putus dengan Zahra. Namun, pada akhirnya, ia menyerah juga.
"Terserah kamu, Sa. Aku malas berdebat. Lagian, itu juga hubungan kamu sama Zahra. Enggak ada sangkut pautnya sama aku juga. Kalau saran dari aku, kamu pikir-pikir aja lagi sama keputusan kamu karena mempertahankan itu memang susah."
Asa lantas membalas, "Kok kamu ngegas? Aku mau curhat dan minta pendapat aja. Bukan masalah ada hubungannya sama kamu atau enggak."
"Respect aja sama kamu yang tiba-tiba bilang gitu. Memang aku belum pernah pacaran, tapi menurutku yang kamu lakuin itu jahat, Sa. Wajar aku sedikit marah."
"Iya, maaf, Za."
"Minta maaf tuh sama Zahra, bukan sama aku," ketus Eliza dalam balasan pesannya.
"Besok aku kasih keputusannya di sekolah sama Zahra."
"Terserah."
Eliza mematikan ponselnya. Ia tampak sangat kesal dengan Asa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AutophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang