Entah sudah berapa lama mereka akan memadu kasih. Bercumbu sendari tadi tanpa menyadari waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Padahal ini bukan pertama kalinya mereka melakukan hal itu di Minggu ini.
Yah tapi mau bagaimana lagi. Dikarenakan keterbatasan ekonomi, aku terpaksa hanya bisa tinggal di tempat murah ini. Jadi wajar saja temboknya sangatlah tipis. Bahkan bisikan yang lembut sekalipun bisa tetap terdengar. Aku tidak memiliki pilihan lain.
"Aku mencintaimu Megumi" ucap seseorang dari kamar sebelah yang membuatku tersadar dari lamunanku. Saking sering mendengar dia mengucapkan kata-kata itu dengan mudahnya, aku jadi ragu apakah dia benar-benar mencintainya atau hanya untuk sekedar ucapan manis kosong saat bercumbu.
Ah sudahlah. Itu semua tidaklah penting. Yang penting adalah bagaimana besok aku bisa berangkat ke kelas pagi.
Keesokannya aku bangun dengan keadaan malas. Jujur saja rasanya aku tidak ingin bangun sama sekali kalau bisa. Sialan. semua ini karena tetanggaku yang terlalu bersemangat semalam. Semoga saja malam ini aku bisa beristirahat dengan tenang tanpa terganggu.
Tanpa kusadari waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Sial! Jika aku tidak segera berangkat aku akan ketinggalan kelas pagi. Dengan secepat kilat aku bergegas ke luar kamar.
Tak disangka aku bertemu dengan tetanggaku, Megumi, dan lebih mengejutkannya lagi dia sedang menangis???
Di tengah kepanikanku, aku pun merogoh sakuku dan menemukan sebuah permen. "Hai, uh...aku tau kamu sedang tidak baik-baik saja? Semoga ini dapat membuatmu merasa lebih baik!" kataku seraya menyodorkan permen ke tangannya.
Dia mengambil permen tersebut dengan ekspresi terkejut "Terimakasih." Ucapnya seraya tersenyum simpul.
Oh wow.
Aku tahu senyumannya hanya sekilas. Tetapi terasa seperti aku dihujani bunga semerbak dan ditiup angin segar. Seolah terhanyut dalam senyumannya, aku bahkan bisa melihat masa depan kita berdua hingga tua nanti. Kita akan berdua bersama- Eh sebentar! Kelas pagiku! Buyarlah khayalanku menyadari situasi darurat ini.
"U- uhhhh- aku pergi dulu daaah!" Ucapku lalu berlari menuju kampus.
Saat kelas aku tidak bisa fokus sama sekali. Yang ada di pikiranku hanyalah senyumannya. Bagaikan hujan di tengah gurun kering yang menyejukkan hati. Hanya dengan senyuman dia mengirimku ke langit ketujuh bisa-bisa aku dibuat ke Nirvana olehnya. Sungguh berbahaya sekali senyuman itu. Hanya sekilas sudah meracuni pikiranku hingga begini.
Kelas pun berakhir dalam sekejap. ...oh tidak. aku tidak tau apa yang baru saja dibicarakan di kelas saking terhanyutnya. Argh!! Bagaimana aku bisa mengikuti ujian nanti?!
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Yuji?" Terdengar suara yang tidak asing dari sisiku.
Aku menengok ke asal suara dan menyadari teman semasa kecilku, Nobara berada disampingku. Ia melihatku dengan bingung dan penuh dengan tanda tanya. Tampaknya ia menyadari aku yang sedari tadi sibuk berkhayal.
"Ah, Nobara, aku hanya sedang mengingat-ingat sesuatu haha"
"Benarkah? Kamu tampak berbeda. Apakah ada sesuatu yang menarik terjadi?" Tanya Nobara. Hhhh bagaimana dia tahu? Dia seolah dapat membacaku seperti buku hingga kadang aku dibuat takut olehnya. Aku pun tidak punya pilihan lain selain berterus terang mengenai kejadian pagi tadi.
"Sepertinya aku jatuh hati pada Megumi..." gumamku perlahan seraya wajahku mulai memerah
"Oh... Megumi tetanggamu itu ya? Ternyata kamu punya selera yang bagus juga." Katanya seraya tertawa sedikit.
Yah memang ada rumor yang beredar tentang kecantikan Megumi yang dapat membuat Dewi Venus iri. Jadi tak heran banyak yang jatuh hati baik perempuan maupun laki-laki
"Tapi bukannya Megumi sudah berpacaran dengan Gojo?"
oh Gojo namanya. Jadi dialah yang selalu membuatku tidak bisa tidur satu minggu ini. "Tapi entahlah aku tadi melihatnya sedang menangis mungkin mereka sedang ada masalah." Ucapku setengah berharap
"Yah, apapun yang terjadi, aku akan tetap mendukungmu. Tenang saja!" Ujarnya sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya.
Sesampainya di rumah aku pun mendapati Megumi berdiri di depan pintu rumahnya. Dia pun menoleh saat mendengar langkah kakiku yang semakin mendekat
"Hei! ini ucapakan terimakasihku untuk tadi pagi" Ujarnya sambil menyodorkan plastik berisi makanan cepat saji
"Ahaha tidak masalah, jika ada sesuatu tidak perlu segan untuk meminta bantuanku aku pasti akan membantu."
Dia hanya mengangguk.
"Bagaimana jika kita berdua makan bersama? Bukankah makanan akan terasa lebih nikmat bila dimakan bersama?" Tanyaku tanpa berpikir panjang.
"Baiklah" jawaban yang membuatku tertegun. Sejenak aku hampir tidak bisa memercayai telingaku.
"Oke, ayo masuk!" Ujarku sambil menarik tangannya ke dalam.
Semenjak kejadian saat itu kami sering menghabiskan waktu bersama. Mulai makan hingga menonton film, kami lakukan bersama-sama. Ahh, aku sungguh berharap hari-hari ini berlangsung lebih lama. Duniaku menjadi lebih berwarna dengan kehadirannya di sisiku.
Layaknya bangun mimpi indah, aku seolah terpaksa menyadari kenyataan begitu sepulang menonton film kami menjumpai Gojo yang sedang berdiri di depan pintu Megumi. Dari raut wajahnya sepertinya dia sedang kesal. Lebih kesal lagi karena melihat kami jalan berdua.
"Wow. Aku baru saja pergi untuk beberapa minggu dan kamu sudah berani menggandeng pria lain? Sungguh tak tau diuntung." ujarnya dengan tajam. "Dan diantara semua pria, kau memilih untuk jalan dengan yang jelek ini?" ia dengan sinis menatapku.
"Dia hanya teman tak lebih dari itu." Ujar Megumi mencoba menenangkan susana. Ucapan yang sederhana. Tapi rasanya seolah menyayat habis hatiku.
"Hmph. Tentu saja teman. Aku tau kamu tidak dapat berpaling dariku." Dengusnya seraya ia menarik tangan Megumi dariku. Diseretnya Megumi pergi entah kemana.
Aku pun hanya bisa terdiam melihatnya.
Aku pun berbaring di kasurku dan memproses apa yang baru saja terjadi. Memang aku ini bodoh. Jatuh hati kepada ia yang sudah memiliki ikatan. Tapi bagaimana lagi. Aku tidak tega saat melihat wajahnya saat menangis. Aku ingin menjadi orang yang mengusap air matanya dan memeluknya.
Dibandingkan dengan pasangannya, aku bisa menjadi pasangan yang lebih baik. Jika perlu membuktikan cintaku dengan mengorbankan diri pun aku rela.
Tetapi aku sadar... meskipun aku berjuang mati-matian tentu saja dia akan lebih memilih Gojo daripada aku. Ah, Itadori Yuji bodohnya dirimu.
Lalu akupun berusaha untuk tidur. Karena jika aku tidak dapat memilikimu, setidaknya aku dapat melakukannya di mimpiku.