Bagian 1

7 1 0
                                    

"Kamu memang suami yang ga becus urusin anak mas."

"Aku terus yang kamu salahkan. Kamu ga sadar diri hah. Coba lihat baik-baik diri kamu sekarang. Taunya cuma marah-marah ga jelas. Aku udah usaha buat nyari duit tapi ga ada kerjaan yang pas."

"Ya Sudah itu urusan kamu. Aku ga mau tau yah besok kamu harus siapin uang lima ratus ribu buat uang sekolah nya Hendrik. Kasihan dia sudah dua Minggu ga ke sekolah karena malu ga bayar uang sekolah."

Henrik yang saat itu masih duduk di bangku SMA hanya bisa berdiam diri di kamar sambil terus menangis. Hidup dalam berbagai kekurangan membuat dirinya tidak bersemangat. Keributan malam ini sudah biasa ia dengar. Sudah seperti makan malam bagi dirinya sebelum beranjak tidur. Mau bagaimana lagi? dengan umurnya yang baru menginjak 15 tahun pasti tidak ada lowongan pekerjaan. Ingin sekali ia membantu sang Ayah dan Ibu untuk mencari dana tapi apa daya. Ia diminta kedua orangtuanya untuk terus belajar. Walaupun dia terkena skorsing selama 1 bulan, ia tetap giat belajar. Perkara tidak bisa membayar uang sekolah membuatnya harus bertahan di rumah.

Bagi beberapa orang, berhutang uang kepada seseorang dapat memperkecil masalah. Semua tunggakan bakal beres jika uang sudah ada. Berbeda dengan Keluarga nya Henrik. Walaupun mereka dalam keadaan susah sekali pun, mereka tidak ada pergi meminjam uang kepada tetangga. Mereka lebih memilih mengikat perut dan bekerja agar mendapatkan uang.

Kehidupan Henrik kala itu bisa dibilang berada sangat dibawah. Namun kegigihan serta semangat kedua orang tua membuat mereka kembali bersemangat. Semua pekerjaan Yang bisa dikerjakan oleh  Sang Ayah selalu di terima. Mulai dari membajak sawah, menjadi kuli bangunan, dan banyak lagi. Sedangkan sang Ibu juga mencari pekerjaan seperti menjadi menjadi tukang bersih-bersih di rumah orang. Selagi itu halal kedua pasangan tersebut bersemangat untuk melakukannya.

Dahulu kehidupan keluarga kecil itu dibilang serba kecukupan.  Mau dari segi apa saja mereka mampu. Sampai suatu ketika kebakaran terjadi dan seketika itu juga rumah serta harta milik mereka hangus terbakar tanpa sisa. Hanya tersisa baju yang mereka pakai saat kebakaran dan beberapa perhiasan yang di gunakan sang istri.

Setelah kejadian tersebut mereka sekeluarga pindah dan menetap di sebuah wilayah yang cukup jauh dari rumah awal mereka. Alasannya agar mereka tidak mengingat lagi kejadian tentang kebakaran tersebut. Hasil penjualan perhiasan sang istri bisa dibilang banyak juga. Mereka bisa membeli rumah tua bekas. Walaupun sudah tua tapi rumah tersebut masih terlihat layak untuk digunakan. Terdapat dua kamar yang tidak terlalu luas. Mereka sudah sangat bersyukur dengan apa  yang mereka dapat kali ini.

Kehidupan selanjutnya mereka bangun dari nol. Ingin sekali bekerja kembali di kantor, tapi mengingat semua surat penting telah terbakar hangus membuat sang Ayah mengubur dalam-dalam niat tersebut. Ia mulai mencari pekerjaan dari satu rumah ke rumah lain. Dengan lingkungan yang baru membuat Ayah terlihat kesusahan mencari pekerjaan.

Tak terasa sudah dua tahun berlalu. Henrik sudah lulus SMA saja. Sekarang dengan ijazah SMA itu ia bisa mencari kerja di kota. Tempat tinggalnya ini memang bukan di  kampung, tapi tempatnya ini berada jauh di pusat kota.

"Henrik,Ibu sama Ayah percaya sama kamu yah. Kami berdua yakin kamu bisa dapat pekerja yang setara dengan pendidikan kamu. Mau kamu jadi OB pun Ibu sama Ayah ga bakal malu kok. Yang penting itu halal dan yang paling penting kamu ga usah malu yah." Nasehat Ibu sebelum Henrik pergi mencari kerja di pusat kota.

"Yang Ibu kamu katakan itu betul Hen. Jangan lupa buat ibadah terus biar diberi kelancaran sama Tuhan. Ini ada sedikit uang jajan buat kamu di kota yah. Kamu ga boleh nolak pemberian Ayah sama Ibu. Hitung-hitung ini sebagai hadiah kelulusan kamu Kemarin." Ayah memberikan sebuah amplop kepada Henrik. Inginnya sekali ia menolak pemberian sang Ayah namun ia urungkan. Ia menghargai pemberian tersebut.

HENRIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang