Pohon mangga rindang dekat sekolah, menjadi tempat aku berteduh dari gerimis yang menjadi pertanda, jika nanti akan hujan.
Aku memang sudah terbiasa pergi serta pulang berjalan sendirian, karena jarak rumah ke sekolah tidak terlampau jauh.
Pikirku dilanda dilema, apakah aku harus mengantarkan buku berwarna pink milik Ica yang sedang ku dekap ini atau menunggu sampai gerimis ini reda.
Notif handphone memecah lamunanku. Ternyata chat dari Abe, kaya gini 'Nik, gue baru sadar kalau Ica ntar sore bakal jemput mamahnya dibandara. Kalau lo mau nganter bukunya, harus sekarang! Kalau ga takutnya ga keburu' tulis Abe menyiratkan agar aku bergegas mengantar buku ini.
Buku catatan dengan cover berwarna pink mentereng dengan ilustrasi hello kity kecil disudut kanannya.
"emang ngeri ya tu anak, kok bisa – bisanya dia tahu kalau gue lagi berteduh" heranku pada Abe sahabatku.
Gerimis yang mengguyur perlahan berubah menjadi hujan yang cukup deras. Langit yang awalnya abu – abu berubah gelap sedikit menakutkan.
Aku kembali bertanya pada diriku sendiri 'apakah aku harus menerjang hujan ini? demi mengantar buku Ica?'.
Ica adalah cewek yang cukup populer diantara cewek satu angkatanku. Dia Pintar, ramah dan cantik, sudah pasti.
Kami berada dikelas 12 tahun ini, dua minggu lagi akan ada UNBK. Tapi hingga saat ini aku belum pernah mengobrol dengan Ica secara langsung karena selama dua setengah tahun lebih, kami selalu dikelas yang berbeda.
Akhirnya aku memutuskan akan menerjang hujan ini demi mengantarkan buku Ica dan ngobrol dengannya.
Buku yang sedari tadi kupeluk agar tidak terkena tetesan bias air hujan, kini kubungkus dengan plastik kresek berwarna hitam yang kupungut didekat pohon ini.
Ukuran plastik kresek ini tidak cukup besar untuk memasukan tasku kedalamnya, maka dari itu aku gantung tasku pada ranting pohon mangga ini lumayan tinggi agar tidak dilihat dan diambil orang.
Segera setelah kupastikan buku ini aman dan tidak tembus oleh lebatnya hujan, aku berlari sekencang – kencangnya kerumah Ica yang berada didekat jalan raya lumayan jauh dari pohon mangga tadi.
Hujan semakin lama semakin deras. Baju, sepatu, celana bahkan celana dalamku sekarang sudah basah kuyup, tapi aku pastikan buku Ica masih kering dan akan tetap seperti itu hingga sampai di rumahnya nanti.
Dari arah belakang, terlihat sorot lampu mobil ikut menerjang hujan dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Melintas dijalur kiri menyipratkan genangan air kearahku. Dengan reflek aku melindungi kresek hitam dengan memeluknya.
Untung hanya celanaku yang terkena cipratan air dari mobil yang melintas tadi. Aku yang awal ingin teriak dan berkata kasar, sejenak terdiam ketika melihat logo BMW dibemper belakang mobil itu. Seakan aku ikhlas terkena cipratan BMW H3 500 tersebut yang tentu harganya sangat mahal.
Ditengah hujan itu aku kembali berlari kerumah Ica yang sedikit lagi akan sampai. Dari kejauhan sudah terlihat rumah lumayan besar bercat putih pagar hitam yang biasa aku lewati jika ingin pergi keluar komplek. Semakin dekat aku dengan rumah Ica, ajaibnya hujan yang mengguyur perlahan berhenti.
Tepat didepan pagarnya aku berhenti sejenak. Dadaku berdegup lumayan kencang, aku tidak tahu kalau menekan bel bisa segugup ini.
Dua kali kutekan tombol biru bel rumah Ica lalu menunggu beberapa saat hingga terlihat keluar seorang cewek dari pintu.
Ica keluar dengan raut wajah bingung dan terkejut. Bagaimana tidak, ada anak berseragam SMA basah kuyup didepan pagarnya sambil membawa kresek hitam didekapan dadanya.
Ica berjalan menghampiriku dan membuka pagar. Tak lama ia berkata "Maaf, uang sumbangan RT sudah dikasih kemarin" katanya padaku. "eh engga, gue bukan ingin meminta sumbangan" kataku menyanggah, nasib punya muka kaya bendahara RT.
"Gue anak 12 B Ipa, temennya Abe. Gue kesini buat nganterin buku lo yang ketinggalan di sekolah tadi" jelasku pada Ica sambil memberikan bukunya yang masih terbungkus kresek.
Ica mengeluarkan bukunya sedikit terkejut. "oh buku ini, makasih banget ya. Pantesan aku cari – cari ga ketemu, bahkan aku udah nyari di toilet" jelas Ica. "iya sama – sama, untung belum lo bongkar septiktengnya" balasku bercanda. "lo bisa aja" Ica tertawa kecil dengan lesung pipi yang terlihat sangat manis.
Ini pertama kalinya aku ngobrol dengan Ica. Agak aneh sih pembahasan pertamaku perkara septikteng.
Ini pertama kalinya juga aku melihat Ica dengan pakaian kasual, memakai baju kaos ungu gelap dengan motif The Simpson kuning kecil – kecil menghiasi. Ica cantik banget dan kayanya, aku jatuh cinta.
"lo ga kedinginan? Itu lo basah kuyup gitu" cemas Ica. "engga, ga apa – apa kok. Aku mau langsung pu-" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Ica buru – buru masuk kerumahnya selama beberapa saat, lalu keluar sambil menenteng handuk berwarna pink pudar.
"nih, lap badan lo!" dia mengulurkan handuk. Aku yang hendak meraih handuk itu berhenti tersentak dan berpikir, ini kayanya handuknya Ica deh. 'emang ga apa – apa ya aku memakai handuknya Ica?!' tanyaku pada diriku sendiri.
Dingin ditubuhku sejenak hilang, keinginan memakai handuk Ica dan rasa bersalah yang datang entah karena apa sedang berkecambuk diotakku.
"ga usah deh, ga apa – apa" kataku menolak. 'tap' dengan muka kesal Ica meletakkan handuk tadi diatas kepalaku. "Ntar lo demam, orang tua lo juga yang repot tahu ga" Ica mengomel.
Oh tuhan, aku tidak tahu ini akan mendatangkan dosa atau tidak. Ya udah lah nikamatin aja, pikirku sambil mengelap kedua tangan.
"Nama gue Ica, nama lo siapa?" tanya Ica padaku. "Niko" Jawabku.
"ohh, eh elo kan yang nendang bola pas main Futsal disekolah terus kena rambut palsunya pak Eko sampe jatoh?"tanya Ica.
"oh iya, pak Eko guru Biologi ya. Abis itu gue kena skors sih, semenjak itu pak Eko ga pernah pakai rambut palsu lagi" Ica tertawa lumayan keras mendengar konfirmasiku.
"lo sih sok freestyle gitu" kata ica masih tertawa. Seandainya Ica tahu, kalau aku ingin terlihat keren didepan dia waktu itu.
"nih, makasih handuknya" aku mengembalikan handuknya. "duh maaf ya gue lagi ga bisa nerima tamu nih" keluh Ica meminta maaf. "Oh iya ga apa – apa ca, gue emang rencananya mau langsung pulang kok, rumah gue deket sini" Jelasku.
"ya tetap aja gue harus terima kasih sama lo. ga abis pikir gue, lo senekat itu nganter buku gue padahal lagi hujan" heran ica mengerenyitkan dahi. "itung – itung nostalgia pas masih bocah, tapi bedanya dulu gue telanjang" candaku yang sedikit memantik senyum Ica.
"udah ya, gue pulang" aku melambaikan tangan disambut lambaian Ica.
Diperjalanan pulang hidungku terasa tidak enak, merasa bindeng dan sedikit pusing. Emang ya, Cinta itu butuh pengorbanan.
Setelah sampai dirumah, aku merasa bahagia. Hari ini akan jadi sejarah, pertama kalinya aku bicara sama Ica. Pertama kalinya juga, untuk aku jatuh cinta.
Aku yang udah sampai dirumah, mandi, ganti baju danrebahan baru teringat... "TAS GUE!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
Short StoryDekat bukan berarti mengerti, Kamu dan aku bukan berarti kita. Cinta memiliki seribu penghalang. kamu dan aku bisa bersama namun bukan dikehidupan ini. Kisah Niko terlampau cepat menemukan tulang rusuk, dan membuat kisah SMA-nya menjadi lebih berwar...