Prolog

190 17 14
                                    

PLEASE!

Cerita ini mengandung isu sensitif. Bila anda terganggu, kebijakan pembaca disarankan.

This story may contain different things. If you feel uncomfortable, reader policy is advised.

Sequel to: "In Peace" (canceled due to revision)

Sequel to: "In Peace" (canceled due to revision)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa semuanya lancar?"

"Maaf, ada sedikit masalah yang terjadi ketika–"

Brak

Jari-jari seorang wanita menggebrak meja. Gigi-giginya saling beradu. Bergemeretak penuh api kemarahan.

Seketika orang berseragam merah di hadapannya menggigil. Keringatnya nampak deras mengalir. Pundaknya turun. Kepalanya ikut jatuh. Orang itu hampir tidak mampu mengangkat kedua matanya untuk melihat karpet merah keruh di bawah kaki sang wanita.

"Bagaimana bisa kau lalai, ha? Percobaan itu berisiko!" suara wanita itu menggema. "Kelinciku bisa saja terbunuh!" Tulang punggungnya melurus, alisnya menukik. Kemarahan menjadi-jadi di matanya. Napasnya begitu memburu dan tersedak. Dadanya menjorok ke depan sampai kalung mutiaranya berkibar di bawah cahaya bulan.

Orang berseragam itu tetap bisu. Tak berani bergerak atau batuk sekalipun. Ada seribu alasan yang membuatnya tak berani menjawab. Takutnya semakin menjadi ketika dia mendengar napas wanita itu memburu oksigen dengan agresif.


"Tidak ada gunanya aku membuang waktu untuk memarahimu," katanya. Kuku-kuku yang menempel di ujung jarinya bergerak melingkari pilar gelas anggur. Memisahkan benda itu dari permukaan meja lalu menghirup aroma anggur yang kuat. Tidak lama ia menikmati bau itu sampai ia meneguknya.

Ia meletakkan gelasnya kembali, "Pastikan dia aman dan tidak terluka. Kau tahu akibatnya jika kesempatan kedua gagal." ancamnya seolah ia tak segan untuk membuktikan ucapannya detik itu juga.

"Mengerti." pria tersebut membungkuk hormat lalu melangkah menuju pintu. Keluar dari ruangan itu dan meninggalkan sunyi menemani majikannya.

Sang "ratu" kembali mengambil gelas yang masih menampung anggur. Melihatnya di bawah sinar bulan yang masuk dengan malu-malu. Temaram menyelimuti, menghujani ujung gelas dengan oval cair yang bergoyang di setiap sisi.

Pyar

Wanita itu melempar gelas dengan tatapan kosong. Membiarkan pecahan kaca membentur karpet merah di bawah kakinya. Beberapa menembus kain dan bersama dengan isinya yang merembes.

Butterfly Effect: Ultraman ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang