Perlahan angin pagi menyisir seluruh badan. Dinginnya menyelimuti lembut setiap permukaan yang terbalut kulit. Seakan membisik tidurlah jangan beranjak dari dekapan kasur ini." Ditambah belaian hangat dari selimut yang kupakai menyatu dengan aroma terapi dinginnya angin pagi membuat badan ini membatu di atas empuknya gumpalan kapuk.
Sendayu kudengar riuh dari kokok ayam yang berkumandang.
Kukuruyuk...
Kukuruyuk...
Kukuruyuk...
Bunyi yang menggema seantero desa saut-sautan antara ayam satu dengan ayam lainnya. Menandakan sang fajar akan meliuk di angkasa dengan sinarnya yang mulai menyelubung ribuan kilo meter. Yah, walau berat harus kupaksakan badan ini bangkit agar tak terbujuk rayu oleh gombalan rasa malas yang memenuhi seluru hasrat.
Perlahan aku membuka mataku. Dari samar-samar bingkai persegi berbalut kaca, kutatap hangatnya sinar mentari yang mulai mendobrak masuk secara malu-malu. Terkadang aku tersenyum simpul menyaksikan kejadian itu, seakan membawa kenangan ketika Ibu perlahan membuka tirai dan selalu meriuh-ricuhkan kamarku agar aku terbangun. Namun semua hanya kenangan, sekarang tirai itu selalu aku biarkan terbuka, sebab aku tak ingin mengenang masa lalu yang sudah tidak akan terjadi lagi.
Dalam lamunanku terdengar suara serak parau yang memanggilku dari dapur.
"Raka cepat bangun, sudah jam 07.00 WIB. bukannya kamu ada kuliah pagi hari ini." Panggil nenek ku.
"Iya nek, sebentar Raka masih beres-beres kamar. Sahutku sembari membereskan tempat tidurku."
Yap perkenalkan namaku Raka Praswijaya Andre. Orang biasa memanggilku Raka termasuk nenek ku tercinta. Tak lama setelah membereskan kamar, aku pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diriku dari debu-debu kemalasan yang selalu melekat setiap saat.
Selesai dari segala urusanku, aku pun mulai sarapan bersama nenek ku. Disela-sela sarapan nenek memulai perbincangan.
"Rak, bagaimana kuliahmu, semua baik-baik saja kan ?" Tanya nenekku.
'Iya nek, In syaa Allah semua baik-baik saja." Jawabku sambil tersenyum manis.
Terlepas dari keadaan yang baik-baik saja sebenarnya banyak hal yang ku sembunyikan dari nenek. Ribuan pedang yang telah menusuk dari belakang aku tahan agar nenek tidak merasa khawatir terhadap ku. Aku hanya tak tahan melihat nenek yang sudah sangat tua membantu menghidupiku bahkan sejak kedua orang tua ku sudah tidak ada.
Saat sarapan bersama kutatap perlahan tubuh dari seorang malaikat yang selalu berada disisiku. Tubuh renta yang hanya berisi tulang dibalut dengan kulit. Tangan yang selalu gemetar menandakan umur yang sudah sangat sepuh. Mata yang sayu untuk melihat serta rambut putih yang selalu ditutupi dengan ciput rajut lusuh miliknya. Seketika tanpa kusadari air mataku berlinang setiap melihat keadaan nenek yang sudah begitu renta. Seharusnya diumur sekarang ini beliau haruslah beristirahat. Namun, selalu ada kata-kata nenek yang setiap saat membangkitkan semangatku untuk menjalani hari-hari.
"Raka, walau nenek sudah tua dan renta, nenek masih sangat kuat, jangan tertipu dengan penampilan nenek yang seperti ini. Harapan untuk melihat raka bisa wisuda adalah semangat bagi nenek untuk tetap kuat dalam segala hal." Sahut nenekku sembari tersenyum tipis.
"Terima kasih nek sudah menemani Raka selama ini, semoga Raka bisa membahagiakan nenek kelak." Jawabku dengan menyeka air mata yang tak sengaja mengalir.
Setelah selesai sarapan aku berpamitan dengan nenek untuk berangkat ke kampus. Perjalananku dari rumah ke kampus sekitar 20 menit dan itu kutempuh dengan berjalan kaki setiap harinya. Aku bukanlah dari keluarga yang berada, bahkan aku bisa berkuliah pun berkat beasiswa yang aku terima. Aku tak menyesali sama sekali atas keadaanku sekarang ini. Aku bahkan masih berbahagia ketika aku masih bisa berkuliah di kampusku yang sangat aku banggakan.
Saat perjalanan ke kampus, kutatap alam sekitar yang masih asri dan sejuk dengan udara pagi. Semilir angin menemani perjalananku menuju kampus. Dinginnya pagi menggenggam tanganku dengan erat. Semerbak cahaya mentari pagi juga mendekapku di setiap perjalanan. Kicau burung yang saling bertautan dengan diiringi tarian yang begitu indah juga menemani pagiku yang indah. Aku harap aku bisa merasakan hal ini setiap saat walau aku berada di kampus sekalipun. Namun hal itu bukanlah hal yang bisa aku dapatkan di kampus.
Semua berubah ketika aku sudah tepat berada di depan gerbang kampusku. Sorot mata tajam sudah menantiku dari dalam kampus. Ketika tubuh yang begitu bahagia berubah jadi mangsa yang ditatap dari kejauhan dengan mata yang lapar. Di saat itulah aku membenci keadaan kampus.
Aku mahasiswa semester 3 jurusan teknik sipil dengan prestasi yang baik. Namun, tak dikenal ataupun dipandang oleh teman sekelasku. Kumpulan terbuang dari yang terbuang. Entah apa yang membuat diriku dipandang begitu hina, tapi sepertinya ini ujian yang harus aku terima dari keluargaku sendiri. Tak ada hal bagus yang aku harapkan kecuali aku hanya berfokus pada kegiatanku di kampus agar bisa cepat lulus.
Tak terasa aku sudah berada di depan kelas yang sudah dihuni oleh banyak kepala. Riuh-ricuh yang berkumandang seantero kelas seketika menghening saat kakiku melangkah masuk ke dalam kelas. Tatap-tatap sinis mulai tertuju ke arahku, seakan memandang sampah berjalan. dan raungan bisik-bisik pun mulai terdengar. Sepintas aku mendengar bisikan dari bangku yang aku lewati "Putra dari seorang penipu, pasti anaknya juga menipu agar bisa mendapatkan beasiswa."
Begitu asing diriku di dalam kelas. Mempunyai teman sebatas nama di atas kertas. Jejak tinta yang menjadi saksi bahwa aku yang berada di dalam kelas. Namun jejak tindakan yang menjadi saksi bahwa aku terkucilkan. Bukan keinginanku tapi merekalah yang menjadikan sekat di antara diriku dan dirinya.
Lelaki asing dalam kisah yang terbuang, ada namun tak berada, ingin bahagia namun tersayat duka, semua karena kisah yang tak jelas kabarnya. Hanya mulut ke mulut tanpa bukti yang relevan atas kejadian yang menimpa keluargaku. Ya inilah aku Raka yang tak dianggap di dalam maupun di luar kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBERCAK SENJA
AdventureNovel fiksi tentang perjalanan hidup seorang anak yang memiliki cita-cita tinggi melebihi angkasa.