Chapter 1 (B1)

13 1 0
                                    

Bagian awal

"Mungahan,,, mungahan... " sorak santri dari sekitar asrama meneriaki santriah yang sedang memulai persiapan acara makan bareng seluruh pondok.

Biasanya, 1 sampai 3 hari menjelang ramadhan didaerah kami selalu menjadi rutinitas untuk makan liwet dan berlibur. Healing kalo dalam bahasa Inggris nya mah😁.

Feh yang suka bercanda ikut gabung bersama santri lainnya. Feh berdiri didekat pagar asrama putra lantai 2,sambil memegang kastrol untuk nasi liwet kobong nya.

"Feh, hayu att cepetan,,, biar bisa dibantuin teteh santri masaknya. Kan pasti lebih enak sama teteh santri mah... " ajak teman sekobong Feh yang membawa lauk pauk mentah didalam wadah yang cukup besar.
Feh tidak menanggapi. Dia masih tertarik dengan santriah yang lewat dibawah depannya.

Dia tidak menyerah begitu saja mengajak Feh turun ke lantai bawah dan bergabung dengan santriah. Dia menarik kastrol yang dipegang oleh Feh agar Feh bisa mengikuti nya. Alhasil, Feh berhasil ditarik dengan kastrol yang dipegang nya hampir jatuh.

"Atuh apaan kamu Cep? "

"Habisnya diajak dari tadi malah diem-diem bae Feh, Feh... " katanya, Cecep.

"Oh, hayu atuh,,, maaf tadi lagi fokus zina🥵" Feh, menyadari itu zina, Namun mengapa dia melakukannya?

"Istighfar makanya, Feh. Dosa mulu kamu! "

Mereka pun meninggal kan kobong nya. Mereka memilih tempat untuk memasak didekat air kali jernih, tempat santri mandi. (Santri putra ya, bahaya kalo santriah mah-alias santri Putri)

🍂🍂🍂

Lapangan mulai penuh dengan ratusan santri. Para santri ingin menghabiskan waktu 1hari liburnya di pondok dengan berkumpul dengan kobong nya masing-masing di tempat umum. Seperti halnya santri lain, Feh dan warga kobong nya juga mengikuti tradisi itu.

"Mang, kenapa gak di pulangkan aja si, santri-santri ini? Padahal kan ya, munggahan ggin, lebih enak kepantai, kek. Apa ke gunung, kek. " keluh salah satu anak kepada instansi nya.

Dia membayangkan, bagaimana senang nya dia di istana nya. Dilayani para pembantu rumah nya, dikasih semua kemauan nya, berfoya-foya dan bersenang-senang seperti biasanya.

"Eidam, ini teh emang momen orang Sunda, munggahan. Ini kan di pondok, gak ada salahnya kalau kita Stay di pondok?! Kita juga lagi ngejar target pasaran. Kalo hari ini pulang, berarti jatah libur kalian dikurangi. Mau?? Ini itu demi kita mandiri. Terlatih dengan situasi dan kondisi apapun. " jelasnya, instansi itu sambil mencuci beras di dekat sungai itu.

"Gini doang? Gampang! " ketusnya, Eidam. Dia benar-benar sangat ingin pulang.

"Heh! Dam, Lu tuh anak kecil, lu kira kita mau lewatin libur di pondok doang?" tukas salah satu santri lain.

"Lu tuh terlalu manja, tau gak?! Kita aja, dulu gak kayak lu, tuh" timpal Cecep. Dia memotong daging dengan kasar, sedikit geram dengan anak itu.

"Sudah, sudah. Eidam tu masih kecil! Kayak yang gak pernah aja nangis pengen pulang?! Padahal kalo pulang tinggal jalan kaki juga nyampe" si raja humoris, Ali menimpali dengan tertawa seenaknya.

"Cecep, Daus?! Bener tuh kata Ali, kayak  yang gak pernah aja. " komentar sang Instansi. Tersenyum lembut.

"Kasian juga Eidam. Nih, Eidam kan liburnya cuma 1 sampai 3hari, gimana Eidam bisa pulang? Ntar kalo pulang, baru nyampe rumah udah harus balik lagi, kan cape, berabe nanti. " Feh ikut berkomentar.

"Terus,,, " Eidam menaikan alisnya sebelah.

"Oya, Eidam juga gak boleh nyepelein jadi anak santri.

" Feh mengingatkan.

"Sebab, di atas langit masi ada langit-" Cecep.

"Diatas bumi masi ada bumi! " Daus.

"Orang yang bahagia di dunia, belum tentu bisa bahagia di Akhirat-" Ali.

"Dan orang yang di akhirat, nggak tau tuh dia bahagia atau nggak di dunia " Feh sambil menahan tawa. Masuk akal gak sih?

"Apaan sih kalian nyambung? Gak ada besek sekarang mah! " instansi itu datar.

"Kan ada liwet mang" Cecep menunjuk santriah yang sedang memasak di bagian sebelah.

"Nya atuh, nya akh" instansi itu, sedikit kesal.

"TTP aja kali akhhh"  Eidam kesal dengan kalimat yang di lontarkan oleh sebagian kakak kobong nya. Membuat sebagian kobong lain ikut mempermalukan diri nya.

"Eidam, intinya kita harus bisa menahan hawa nafsu kita. Melatih diri kita dan mendidik diri kita. Menahan hawa nafsu untuk tidak berfoya-foya dan hanya bersenang-senang, melatih diri kita untuk mencantumkan akhalaqul karimah seperti para nabi, dan mendidik kita ilmu untuk bekal hidup kita. " jelas nya.

"Iya, Dam. Mereka benar. Kalo kamu mampu memperbaiki diri, Allah sendiri yang akan memberikan kebahagiaan untuk mu. Susah senang, Allah akan selalu bersamamu" Tiba-tiba suara itu muncul dari arah pintu gerbang  kedua.

Eidam yang terkejut juga ternganga dengan suara dan kalimat itu, diam tak bersuara.

"Tuh Mamih lu tuh,,,!! " bisik Cecep.

"Mamihhhh... " Teriak Eidam.

Eidam memeluk orang tuanya dengan erat. Matanya memanas. Batinnya tergoncang senang.

"Akhirnya, mamih mau jemput aku"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Feh and Santri FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang