Keberadaan puntung rokok yang secara tidak sengaja aku temukan di kantong jaket bomber Kalino membuat aku terkejut.
Hal pertama yang hinggap di pikiranku adalah sebuah penolakan, pertanyaan denial.
'Kalino ngerokok? Nggak mungkin banget ah,'
Aku yang merupakan mahasiswi kedokteran jadi faktor nomor satu kenapa Kalino dan batang nikotin tersebut tidak dapat disatukan. Aku jelas akan menjaga tubuh priaku ini jauh-jauh dari sumber penyakit.
Kalau ada di posisiku, tidakkah kalian akan melakukan hal yang sama?
"Kamu wangi. Aku kangen," ucap Kalino out of nowhere sedangkan lengannya melingkari pinggangku, menarikku mendekat untuk ia dekap.
Untuk beberapa saat aku memutuskan untuk tidak menanggapi pernyataan tersebut. Aku kepalang terkejut dan sibuk berpikir:
'Aku harus apa supaya tau kalo Kalino ngerokok beneran atau engga? Pembuktian apa lagi?'
"Kal? You alright? Keliatan kek cape banget gitu." ucapku, berusaha meng-approach Kalino. Memberinya perlakuan-perlakuan penuh afeksi, guna mendapat jawaban jujur dan terbuka darinya.
"Yes I am," jawabnya. Untuk beberapa alasan, jawaban tersebut tidak membuatku percaya sepenuhnya.
Lalu ia mengecup puncak kepalaku terus-terusan, sesekali menciumi dahi dan pelipisku.
Kemudian entah kenapa, aku merasa afeksi yang Kalino berikan saat ini adalah upayanya untuk menyembunyikan sesuatu.
Tiba-tiba terbersit suatu hal di benakku, 'OH! A kiss! Lewat ciuman aku bisa tau kalau dia beneran merokok atau enggak,'
"Huh? Yakin?" lanjutku bertanya.
"Iyaa sayaang,"
"Hmm, okay then," jawabku sambil berpikir mencari modus yang tepat untuk melakukan rencana pembuktian (baca: mencium pria ini)
"Okay, we're good now?"
"We're good,"
"Oke," "Omong-omong air panasnya nggak lagi rusak kan?" tanya Kalino sambil melepas jaket dan kaus kakinya.
"Enggak kok. Kenapa?" "Aku mau mandi. Lengket banget uh," keluh Kalino, kini sambil melepas gesper ikat pinggangnya.
"Oh? Ya mandi aja?"
"Oke,"
OH wait. Hey?!
"Bentar, kamu mau mandi?" tanyaku. Tanpa sadar menggunakan suara diafragmaku.
"Iya. Kenapa?" "Kok ngegas gitu nanya nya?"
"Oh ya?" jawabku, dengan suara lebih pelan.
"Iya tadi,"
"Kenapa nih nanyain aku mandi?"
"Can I get my late late night kiss?" ucapku tiba-tiba. Dan aku yakin, pria di hadapanku ini terkejut atas permintaan terlalu mendadakku.
"Hah? Sekarang? All of sudden? Kenapa gak nanti aja?," tolak Kalino, melepas t-shirt putihnya. He's topless now. Damn.
"Uhh... iya sekarang,"
"Babe listen. Aku bukannya gak mau. Tapi, I don't think I can't stop then,"
"Just one kiss, Ino. Not a big deal,"
"It is a big deal, Shakira,"
Kalino mandi, lalu apa? Dia menyikat gigi dan aku tidak bisa membuktikan bahwa pria ini benar-benar merokok atau tidak?
Oh, tentu tidak bisa!
Enggan melewatkan kesempatan tersebut, aku segera berjinjit menyamakan posisiku dengan Kalino yang lebih tinggi beberapa sentimeter dariku. Lalu meraih rahangnya dan menyumpal bibirnya dengan bibirku.
Sempat membeku sepersekian detik, dapat kurasakan Kalino melingkarkan lengannya di pinggangku, menarikku mendekat. Saat itu pula, aku mulai menelisik rongga mulut Kalino, melakukan pembuktianku.
Emm... alih-alih menemukan aroma kuat khas rokok di bibir Kalino, aku justru merasakan perisa stroberi yang entah bagaimana... terasa asing bagiku, terasa tidak biasa, terasa seperti bukan perisa stroberi pada umumnya.
"Kamu abis minum apa?" tanyaku setelah melepaskan pagutanku dengan Kalino.
"Huh?"
"Rasa stroberi. Ciumannya,"
"Oh... uh iya aku minum smoothie tadi," jawabnya, entah berbohong atau tidak. Lalu ia menempelkan belah bibirnya lagi dengan milikku. Membawaku kepada an actual passionate kiss.
"Already told ya, I can't stop me," katanya sambil meloloskan kancing piamaku dari lubangnya.
Sebelumnya, aku sudah menduga 'hal ini' bakal terjadi. Pun aku tidak ada niatan untuk mencegahnya berbuat lebih jauh.
"Let's do it here," ucapku
"In a couch?"
"Yea, let's try a new thing,"
"Would love that,"
And with that, Kalino starts to undress me slowly—just like we used to do.
Persis seperti yang priaku itu lakukan, tanganku bergerak nakal menjelajahi tubuhnya. Kami saling mengeksplor satu sama lain.
Semuanya terasa panas, terasa erotis.
Sampai ketika aku menelusupkan jariku ke dalam kantong celana jeans Kalino tanpa ia sadar dan menemukan bungkus bekas kondom.
Merk berbeda dengan yang biasa aku dan Kalino gunakan.
Dan dengan itu, aku makin yakin kalau Kalino benar-benar tengah menutupi sesuatu dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stage of Us - leeknow sakura
Short Storyhow Kalino & Shakira ended in three stages